Kim Jun Myeon

[Name] menghela nafas saat Junmyeon kembali menggesek kartunya hanya karena ia melirik kalung yang terpajang di salah satu etalase toko. Mungkin bagi sebagian besar gadis di luar sana senang dengan perilaku kekasihnya, namun tidak dengan [Name]. Ia malah merasa risih dan sedikit terganggu dengan kemewahan yang diberikan Junmyeon.

“Kamu gak harus melakukan ini, Junmyeon,” desah [Name] saat kekasihnya mengaitkan kalung yang baru dibelinya di leher [Name].

“Kenapa? Aku suka memanjakan kekasihku,” Junmyeon mencium belakang leher [Name] lalu memutar tubuh gadisnya hingga sekarang mereka berhadapan. “Kamu keberatan?”

“Aku gak keberatan kalau kamu manjain aku, senang malah, tapi jangan berlebihan. Aku merasa kayak manfaatin kamu kalau kamu terlalu manjain aku,” balas [Name] dengan suara lembut, ia takut Junmyeon akan tersinggung dengan ucapannya. Hal terakhir yang ingin [Name] lihat adalah kekasihnya yang sedang marah.

Dahi Junmyeon mengernyit setengah bingung setengah tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh gadisnya. Alih-alih membalas ucapan [Name], Junmyeon menempelkan bibir di dahi kekasihnya lalu menautkan jemari mereka, menuntun [Name] menjauhi toko perhiasan dan kembali meneruskan pencarian mereka.

“Aku serius Junmyeon. Berjanjilah kamu gak akan beliin aku apapun sampai aku yang minta sama kamu,” tegas [Name] menghentikan langkah, memaksa Junmyeon melakukan hal yang sama.

“Kita akan membicarakan ini setelah menemukan hadiah untuk kedua dongsaengku, Jagi,” balas Junmyeon dengan nada sedikit memohon, sepertinya ia masih tidak senang dengan permintaan kekasihnya.

Mereka bertatapan sejenak. Tangan Junmyeon masih terjulur, meminta [Name] untuk kembali berjalan. Pada akhirnya, [Name] menghela nafas mengalah dan menerima uluran tangan Junmyeon.

Tujuan awal mereka datang ke berbagai toko adalah mencari hadiah untuk kedua member yang akan berulang tahun pada bulan Januari. Memang masih terlalu cepat, namun ia tahu jadwal akan menyibukkannya sampai ia tidak akan bisa membeli hadiah kalau bukan sekarang. Junmyeon meminta bantuan [Name] untuk memilih hadiah apa yang paling tepat, mengingat [Name] juga dekat dengan semua member karena Junmyeon sering mengajaknya ke dorm mereka.

Saat Junmyeon menuntunnya masuk ke salah satu butik, ponsel [Name] berdering menandakan ada notifikasi dari salah satu media sosialnya. Betapa terkejutnya [Name] saat foto dirinya dan Junmyeon di toko perhiasan sudah beredar di instagram. Namun bukan itu yang membuatnya terkejut, melainkan komentar dari sasaeng yang berkata bahwa ia hanya menginginkan kemewahan dan uang yang dimiliki Junmyeon.

“Jagiya, ada sesuatu yang penting?” tanya Junmyeon yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya. “Kamu udah ngeliatin ponselmu lebih dari lima menit. Kupikir ada sesuatu yang penting.”

“A-ah tidak,” [Name] mengantongi ponselnya dengan terburu-buru. “Hanya pemberitahuan instagramku. Bagaimana? Kamu sudah memilih sesuatu untuk mereka?”

Junmyeon memandang [Name] dengan penuh selidik. Ia tahu ada yang disembunyikan oleh kekasihnya, namun sekali lagi Junmyeon menghindari pertengkaran yang tidak perlu. Ia mengangguk dan menunjukkan mug putih polos yang siap dihias.

“Bagaimana dengan ini? mungkin aku bisa menghiasnya sendiri saat yang lain sudah belum bangun.”

[Name] berpikir sebentar. “Kurasa tidak masalah. Bolehkah aku ikut membantumu nanti?”

“Baiklah, tunggu di sini. Aku akan membayarnya setelah itu kita pergi,” kata Junmyeon lalu kembali meninggalkan [Name] dengan pikirannya.

Setelah memastikan Junmyeon sibuk dengan belanjaannya, [Name] kembali membuka ponselnya. Ia kembali syok saat hujatan dan cemooh memenuhi komentar di bawah foto dirinya dan Junmyeon. Memang sesekali ia melihat komentar positif, namun pikirannya sudah disibukkan dengan cemooh.

Dalam waktu yang sama, sebuah email masuk ke ponsel Junmyeon. Wajahnya menampakkan ekspresi heran melihat Baekhyun yang mengiriminya email. Ekspresi itu hanya bertahan beberapa detik saja tergantikan raut wajah menahan amarah. Giginya gemeretak kesal saat Baekhyun mengirimkan foto beserta dengan kolom komentar di bawahnya.

Jari-jarinya dengan cepat mengetik kata terima kasih pada dongsaengnya lalu menoleh ke arah [Name] berdiri. Gadisnya masih terfokus dengan ponsel. Tidak tahan melihat ekspresi syok dan terluka gadisnya, Junmyeon membayar mug dengan cepat lalu meraih tangan [Name] tanpa berkata apapun.

“Junmyeon, jangan terburu-buru. Aku tidak akan bisa menyamai langkahmu,” ucap [Name] dengan nafas terengah.

Namun Junmyeon tidak mendengarkan. Kakinya terus melangkah. Ekspresinya berkata bahwa amarah sudah menguasai pikirannya.

“Junmyeon! Sebenarnya ada apa denganmu?” pekik [Name] saat Junmyeon menghempaskannya dengan lembut ke kursi penumpang.

Tas belanjaan yang dipegang langsung di lempar ke kursi belakang. Ia tidak peduli apakah mugnya selamat atau tidak. Tatapannya hanya terfokus pada [Name] yang terlihat bingung.

“Apa yang sudah kulakukan sampai kamu ngeliat aku kayak gitu?” tanya [Name] dengan nada sedikit takut. Pasalnya, Junmyeon tidak pernah menatapnya dengan tatapan seperti ini.

“Kamu gak percaya sama aku? Apa aku sangat meragukan bagimu?” tanya Junmyeon. Alih-alih membentak, suaranya terdengar begitu lirih. [Name] tidak bisa menahan diri untuk merasa terluka mendengar suara Junmyeon.

“Apa maksudmu?”

“Aku sudah melihat foto yang diunggah di Instagram beserta dengan komentar buruk yang mereka katakan tentangmu. Itukah alasan kamu gak mau aku manjain kamu?” Junmyeon meraih tangan [Name], menggenggamnya erat seakan itu adalah hal terakhir yang mampu membuatnya bertahan. “Kumohon jangan dengarkan mereka.”

Dada [Name] terasa sesak. Genggaman tangan Junmyeon begitu hangat sampai ia ingin menangis. Ditambah dengan cemooh yang baru saja ia dapatkan, [Name] tidak bisa menahan air matanya lebih lama lagi.

“A-aku gak ngomong karena gak mau kamu bereaksi kayak gini. Aku gak mau kamu ngerasa sakit karena aku, terlebih mereka adalah penggemarmu,” [Name] menjelaskan dengan suara parau berusaha menahan agar tangisnya tidak semakin pecah.

Junmyeon menangkup wajah [Name]. Ibu jarinya mengusap pipi [Name], menghapus jejak air mata yang tidak mengurangi pesona gadis itu di matanya.

“Gimana bisa aku gak ngerasa sakit saat kamu terluka, Jagiya. Kamu itu hidupku, kamu adalah separuh diriku. Apa yang kamu rasain pasti juga aku rasain,” salah satu tangan Junmyeon bergerak mengusap tengkuk [Name]. “Bayangkan jika sesuatu terjadi sama aku dan kamu gak tahu apa-apa. Gimana perasaan kamu?”

[Name] terdiam. Membayangkan dirinya berada di posisi yang diucapkan oleh Junmyeon, bagaimana jika ia tahu ada yang salah dengan kekasihnya, tapi ia tidak mengatakan apapun padanya.

“Sakit, kan? sesak rasanya ketika tahu orang yang kamu cintai menderita sendirian?” Junmyeon menyentil dahi [Name] pelan. “Jangan dengarkan orang yang membencimu. Mereka gak tahu siapa dirimu yang sebenarnya, mengerti?”

[Name] mengangguk.

“Aku berjanji gak akan beliin kamu sesuatu sampai kamu yang minta dengan syarat kamu harus cerita semua yang kamu rasain sama aku tanpa harus kuminta, setuju?” Junmyeon mengangkat wajah [Name], memaksanya beradu tatap. “Jangan melanggar janjimu, ya?”

“Baiklah. Terima kasih karena sudah melakukan ini padaku, Junmyeon.”

“Apapun akan kulakukan untuk orang yang kucintai, Jagiya.”

Sekarang, aku penasaran dengan alasan kalian suka sama EXO. Apa sih yang bikin kalian tergila-gila sama EXO?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top