- 27 -
— Alasan kedua puluh tujuh —
***
Ting tong!
Bel sudah kesekian kalinya berbunyi, tetap saja tidak ada jawaban.
Ting tong! Ting tong! Ting tong!
[name] tersulut emosi. Dipencetnya bel rumah Aomine dengan penuh amarah, tidak peduli jika itu artinya merusak belnya. Dia menunggu lama, ingin melihat apakah bunyi beruntunnya berefek atau tidak.
Hening.
[name] mencak-mencak sendiri. Siapa yang seenaknya menyuruh datang pagi-pagi dan sekarang sama sekali tidak menyambutnya?
Sabar, [name], sabar... pacarmu sendiri ini...
Sekali lagi dengan urat sabar panjang maksimal, [name] menekan bel dengan lemah lembut.
Ting tong!
.
.
.
. . .
Cukup. [name] lelah. Kalau tuan rumah tidak menyambutnya, tidak ada salahnya kan tamu menyelonong masuk seenaknya? Oh, jangan khawatir, [name] akan masuk dengan cara legal. Sebagai uhuk—calon menantu yang telah direstui—uhuk, tentu saja [name] memiliki kunci duplikat rumah Aomine.
Gadis itu merogoh tas selempangnya. Dia mencari-cari kunci berhias gantungan semangka di antara tumpukan barangnya.
Voila!
Diangkatnya kunci perak tersebut dan mulai diutak-atik. Kalau tidak salah, beberapa hari yang lalu Ibu Aomine memberikannya padanya—kalau [name] tidak memegang kunci duplikat di situasi seperti sekarang, skenario terburuknya adalah dirinya akan pulang kembali ke rumahnya dan melangsungkan beberapa hari ke depan tanpa tanda-tanda keberadaan Aomine.
Putar-putar ke kanan dua kali, cklek! Bagus, [name] kini resmi diberi gelar sebagai seorang kekasih yang menyelundup masuk ke dalam rumah pacarnya sendiri (walaupun legal).
[name] berjengit masuk. Melepas sepatunya lalu berjalan melewati lorong dan ruang tamu, sebelum akhirnya [name] menemukan ruangan yang dicarinya. [name] yakin seratus persen pacarnya itu berada di dalam. Dari kondisi kamar dan bau-baunya, [name] tahu betul yang ada di hadapannya ini adalah kamar tidur seorang Aomine Daiki.
Meninggalkan segala rasa khawatirnya di awal, sang gadis tersulut emosi lagi untuk yang kedua kalinya setelah berhasil memasuki kamar milik Aomine.
Satu kata, mengerikan.
Segala macam buku tersebar, kertas-kertas berserakan di mana-mana, dan sampai jam segini, pendingin ruangan masih dinyalakan. Pantas saja jemari kaki [name] merasakan hawa dingin dari luar kamar, ternyata ini toh penyebabnya.
[name] menjangkau remote AC yang dilihatnya berada di paling atas tumpukan majalah dan dengan segera dia mematikan alat elektronik itu. [name] berjongkok, dia meraih segala macam kertas yang memenuhi ruangan dengan tidak etisnya. Tak perlu diragukan lagi, tumpukan kertas yang tengah berada di dekapannya berasal dari bermacam-macam urusan.
[name] menghela napas. Tahun ini umurnya memasuki angka tujuh belas, tapi sepertinya Aomine Daiki tidak bisa melepaskan kebiasaan buruknya. Sungguh, bagaimana Aomine Daiki bisa bertahan jika [surname] [name] tidak ada di sisinya? Payah.
Sembari menggumamkan kata-kata yang sanggup membuat dirinya tenang, [name] lanjut merapikan buku. Rata-rata bukunya adalah buku pelajaran. Aomine bersungguh-sungguh membenci pelajaran rupanya, sampai-sampai tega membiarkan buku-buku tersebut nampak tidak elok lagi.
Buku matematika tertekuk di sejumlah halaman dan lembar-lembar terakhirnya berisi coretan tidak bermutu. Buku paket bahasa inggris diberi garis bawah dengan bolpoin pada kata-kata yang diasumsikan [name] sangat tidak bermakna artinya.
Keadaan yang paling parah menimpa buku IPA. Ketika [name] menganggkat buku tersebut, dia mencium bau menjijikkan menguar dari kertas bersampul biru tua. Baunya mirip seperti susu basi. Dan setelah diteliti dan dibuka, ternyata tinta bolpoin dari separuh lebih halaman menghilang. Oke, tidak masuk akal memang, tapi apa faedahnya menyimpan buku yang isinya tidak bisa dibaca?
Hampir seperempat jam, [name] malah menghabiskan waktunya guna membersihkan tempat kumuh tersebut. Enak saja semua dilakukannya secara cuma-cuma, [name] bersumpah akan memaksa Aomine menjajakannya es krim berperisa kesukaannya nanti.
Ah, jika diingat-ingat kembali... ke mana gerangan si panther hitam kebanggaannya?
[name] yang tersadar mulai melirik-lirik curiga pada buntalan selimut yang sedari tadi tidak bergerak dari posisinya. Mendekat, [name] menepuk-nepuk buntalan empuk itu lalu dengan sekuat tenaga menarik selimut yang membungkus objek yang dicarinya.
Berharap kejutan menimpa, [name] terpukul keras oleh kenyataan yang didapatinya. Aomine Daiki, 16 tahun, dipergoki pacarnya sendiri masih santai-santai terlelap di kasur nan nyaman tercinta.
Kampret.
[name] tahu detik itu juga, urat sabarnya putus di tengah jalan.
"Daiki bego! Kampret, sialan, bangun dasar kebo!!"
[name] mencubit buas lengan dan pipi Aomine. Kedua matanya yang menyorotkan tatapan maut menambah kesan horor dari dirinya yang sekarang. Namun sia-sia, kendati cubitan [name] semakin kasar, insan hitam tersebut tak kunjung bangun juga.
Menjeda kelakuan sesaat, [name] menyumpah serapahi Aomine tanpa sensor. Hampir dua tahun pacaran, tidak ada habisnya perilaku Aomine yang mampu jadikan [name] seorang nenek sihir dadakan karena ulahnya yang sembrono.
Nyatanya begitu juga dengan Aomine. Entah telinganya itu sudah tidak dibersihkan selama berapa tahun, bentakan dan suara tinggi [name] yang ditujukan padanya juga tidak menghasilkan efek. Aomine menghiraukannya dan tetap mendengkur manis di ranjang.
Aish, baru sepersekian detik tadi [name] merasa dirinya menjadi pacar yang baik, dan sekarang pikirannya itu sudah kendas entah ke mana. Lelah, [name] ikut-ikutan membaringkan tubuhnya di ranjang, masih mendelik kesal pada sang pacar.
Mengerjap sekali, tahu-tahu sebelah tangan Aomine berpindah ke tengkuknya—menarik kepala si gadis mendekati dirinya.
Cup!
Oh-uh, apa yang barusan terjadi?
Aomine membiarkan netra birunya mengintip dari balik kelopak mata, tak lupa seringai tipis menghiasi paras tampannya.
"Morning kiss~"
[name] menyentuh dahinya yang jadi pelampiasan sifat jahil Aomine di pagi hari. Dalam gerakan berikutnya, kedua tangan [name] menangkup wajah Aomine.
"Alasan kedua puluh tujuh, terkadang kebiasaan tidurmu yang menjengkelkan menghadiahiku keuntungan," [name] melirihkan suaranya di bagian akhir, tidak ingin sang kekasih mengetahui bahwa dia bagaimanapun menyukai Aomine apa adanya.
Sayangnya, Aomine tidak tuli dalam urusan seperti ini. Pemuda itu balik menyentuh tangan kiri [name] yang belum beranjak dari tempatnya seraya berujar, "Heh, kalau begitu mau dilanjutkan, hmm? Tidak buruk juga melakukannya di pagi hari," tawarnya tersenyum miring.
[name] tersipu hebat menanggapinya, "Bodoh!"
Tolong, Aomine, berhentilah menggoda pacarmu sendiri karena dia mungkin saja akan mengidap penyakit jantung di usia muda akibat perbuatanmu.
***
yak, kenapa saya update jam segini astagaaa—tapi yaudah gapapalah daripada saya ngegantungin pembaca lebih lama lagi wkwkwk.
enjoy the new chapter! ♡
» Yuzutsu «
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top