[3] Angan Lalu, Paham Tertumbuk
Semuanya jadi terasa janggal. Semenjak kepergian Joy di istirahat pertama tanpa pengawalannya, cewek itu terus-terusan merenung. Beberapa kali Anin mendapati Joy memandang kertas ulangan harian dengan tatapan hampa, seakan-akan tubuhnya kini tak ubahnya hanya boneka kayu.
Anin jadi khawatir dibuatnya. Ia sama sekali tidak bisa fokus dengan soal-soal kimia di genggaman tangannya. Hingga bel pergantian pelajaran berbunyi, Anin hanya mampu mengerjakan sepuluh soal dari total dua puluh soal yang ada. Berkebalikan dengan kertas ulangan Joy yang secara ajaib telah terisi penuh. Meskipun begitu, Anin tidak mau melempar kesalahan sepenuhnya yang ia perbuat kepada Joy karena itu semua murni keteledorannya.
Anin berpikir bahwa di jam pelajaran berikutnya, Joy berubah kembali menjadi Joy yang tidak hanya menggumam setiap menjawab pertanyaan Anin. Bahkan kali ini Anin tidak perlu repot-repot mencari pertanyaan yang tepat bagi Joy, sebab cewek itu akan tetap menjawabnya dengan gumaman pelan.
Saat bel istirahat kedua berbunyi, Anin makin merasa aneh dan terabaikan oleh Joy. Biasanya Joy akan menanyainya untuk pergi ke kantin atau tetap di kelas. Jika Anin ingin pergi ke kantin, Joy akan bersedia menemaninya. Begitupun sebaliknya jika Joy yang meminta kepadanya. Tapi kali ini Joy hanya diam seribu bahasa sebelum meninggalkan Anin sendirian di dalam kelas dengan alis yang saling bertaut.
Tiba-tiba sebuah ide menyangkut pada sebelah otak kiri Anin. Anin akan melakukan sebuah misi rahasia. Misi di mana ia akan bermertamorfosis menjadi agen CIA gadungan dan mengendap-endap di belakang Joy untuk mengamati setiap inci pergerakannya.
Di menit kedua, Anin mendapati Joy menghampiri Aldo di kelasnya. Selang tiga ribu enam ratus detik, Aldo keluar dari kelasnya. Mereka mengobrol di ambang pintu kelas. Joy dengan wajah kelewat serius, memonopoli obrolan mereka. Sementara Aldo, ia tetaplah menjadi siswa yang penuh canda.
Sebetulnya Anin ingin memperpendek jarak di antara mereka bertiga. Semata-mata untuk mendengarkan pembicaraan mereka berdua—Joy dan Aldo. Sayangnya, Anin tidak menemukan tempat untuk bersembunyi di dekat Joy dan Aldo. Lagipula dia juga sudah terlalu nyaman berada di tempat persembunyiannya saat ini, yakni di balik pintu masuk kelas XI MIPA 2 alias kelas Anin sendiri.
Terhitung tiga menit kemudian, Joy dan Aldo angkat kaki dari depan kelas Aldo. Mereka menuju ke gedung sekolah paling utara yang kerap dijuluki sebagai gedung 'sesepuh' karena gedung itu dikhususkan untuk kelas XII.
Dari balik tembok, Anin dapat melihat bahwa Joy dan kadal buntung kelas kakap itu sedang mengadakan pembicaraan dengan beberapa murid kelas XII. Tak banyak yang dapat Anin dengar. Dari keseluruhan pembicaraan yang terjadi, ia terus-terusan mendengar kata 'Ketua WDA'. Lantas Anin mengerutkan dahi. Untuk apa Joy menyebut-nyebut perihal Ketua WDA kepada kelas XII?
Bahkan selama Joy menjabat sebagai anggota kedisiplinan, Joy tidak pernah mengungkit-ungkit WDA saat mengobrol dengannya. Atau memang semua yang berkaitan dengan WDA itu hanya boleh dibicarakan dengan sesama anggota WDA?
Anin menggelengkan kepalanya.
Atau memang karena Joy belum sepenuhnya percaya dengan Anin yang notabenenya merupakan teman Joy sejak SMP.
Anin menggelengkan kepalanya sekali lagi. Mengenyahkan segala pemikiran negatif yang mulai bergelantungan di dalam dirinya.
Ia lalu mengikuti kembali pergerakan kedua insan yang menjadi targetnya. Di perhentian berikutnya, Joy dan Aldo menuju ke lantai dua gedung sayap kiri. Tepatnya di depan ruang karawitan.
Sesampainya di sana, mata Anin melebar. Ia segera menutup wajahnya dengan kedua tangan yang jari-jarinya masih terbuka di area mata. Wajah Anin kini tak ayal sukses menjadi semerah buah stroberi masak yang baru dipetik dari kebun. Benaknya pun terus mengumandangkan berbagai macam serapah kagum, lantaran adegan yang dipertontonkan dua insan berbeda gender di depannya.
Seperti halnya pada film barat bergenre romantis, saat ini tubuh Aldo memunggungi Anin dan menunduk ke wajah Joy. Anin yakin bahwa dua orang itu sengaja mencari tempat sepi untuk memanjakan diri satu sama lain. Mengingat watak Joy, Anin tau bahwa sahabatnya itu tidak mungkin memamerkan kedekatannya dengan Aldo di depan umum.
"Jadi gosip Joy yang backstreet sama Aldo itu bener?" batin Anin sembari menelan salivanya kelu.
Merasa dirinya tidak etis jika diam-diam melihat kemesraan dua sejoli yang seharusnya menjadi privasi, Anin akhirnya pergi dari sana dengan pikiran semrawut. Dia memilih kelasnya sebagai tempat berlabuh.
Karena merasa bosan jika hanya berdiam diri di kelas dengan menggulir HP-nya, Anin akhirnya membuka aplikasi browser. Ia iseng membuka website resmi SMA Wamsakarta. Bagi Anin, ini merupakan pengalaman pertama baginya membuka satu per satu kategori yang ada pada website resmi SMA Wamsakarta.
Tujuannya hanya satu. Anin ingin mengetahui seluk-beluk WDA— Wamsakarta Discipline Association.
Anin lalu mengetikkan kepanjangan WDA di kolom telusuri. Namun yang ia temukan malah kalimat 'Nothing Found' Dengan di bawahnya terdapat tulisan 'Sorry, but nothing matched your search criteria. Please try again with some different keyword'. Tak patah semangat, Anin mencoba mengetikkan nama-nama yang berhubungan dengan WDA. Akan tetapi hasilnya nihil.
Kemudian Anin mulai menekuri satu per satu kategori yang ia buka di website SMA Wamsakarta sampai ke akar-akarnya. Nahas, Anin tetap tidak menemukan apa-apa perihal WDA.
∆∆∆
Langit yang sedari biru cerah kini tergantikan dengan warna kelabu. Sang bagaskara tampak kalah bersaing dengan arak-arakan awan kumulonimbus hingga berakhir menciptakan sulur-sulur cahaya yang semakin menipis di atas sana. Sudah pasti hujan segera menghujam bumi tanpa malu-malu.
Betul saja.
Baru saja Joy dan Anin hendak melangkahkan kaki keluar dari lobi sekolah, hujan mengguyur begitu derasnya. Tidak perlu waktu semenit, genangan-genangan air sudah tercipta di lekukan paving. Sesekali petir menggelegar hingga memekakkan telinga dan membuat siapa saja memilih meringkuk di pojokan. Tampaknya Anin menjadi salah satu dari orang-orang itu.
Kala petir kembali menggelegar, Anin langsung menutup kedua telinga dan matanya rapat-rapat. Melihat hal itu, Joy merangkul pundak Anin.
"Kita kembali ke kelas aja," ajak Joy, yang tak lupa memberikan senyuman terbaiknya kepada Anin.
Seketika binar cerah terpantul di kedua bola mata Anin. Dia menyadari bahwa Joy telah kembali menjadi dirinya sendiri. Ada perasaan haru tersendiri di benaknya kala melihat senyuman Joy yang begitu menenangkan.
Tapi Anin buru-buru menggelengkan kepala. "Gak. Gue langsung cabut aja. Gue belum selesai bikin makalah penelitian biologi."
Kali ini Joy yang menggeleng cepat. "Kalau begitu, aku juga."
"Gak boleh. Lo kudu tetep di sini sampai hujannya reda."
"Kamu juga tetep di sini sampai kita berdua bisa pulang bareng-bareng."
"Lo di sini dan gue pulang. Atau gue telpon Om Genta buat jemput lo di sekolah sekarang juga," ujar Anin dengan memberikan penekanan di setiap kata.
Anin kemudian mengeluarkan HP-nya dari saku rok abu-abu. Ia menggulir HP demi mencari nama Om Genta di daftar kontak aplikasi garis. Joy yang melihatnya, langsung menarik paksa HP Anin.
Dengan bibir menekuk, Joy memasang ekspresi memelasnya. "Please."
Anin mengembuskan napas pasrah. "Oke oke. Serahin HP gue sekarang."
Sesaat mendengar perintah itu, Joy langsung mundur dan memasukkan HP Anin ke dalam saku roknya.
"Gue mau beritahu Resti kalau kita mau kerja kelompok bareng dia di rumahnya."
Joy tetap kukuh mempertahankan jarak di antara mereka berdua yang semakin lama semakin menjauh.
"Yaudah kalau gitu, lo yang nge-chat Resti pake HP gue. Bilang ke dia 'Resti, kuy bikin laporan penelitian biologi di rumah lo. Btw, gue juga ajak Joy.' setelah itu kirim stiker paling unyuk ke dia. Udah?"
Joy mengangguk seusai dia memang telah selesai melakukan semua pinta Anin. Selang beberapa menit, sebuah pesan persetujuan masuk. Dengan begitu, Joy berakhir mengembalikan HP Anin dengan damai dan tenteram.
Namun kedamaian itu tidak bertahan lama saat Anin ngotot menyuruh Joy untuk memakai jaket hoodie-nya. Mereka berdua saling menubrukkan jaket tak berdosa itu ke masing-masing tubuh mereka.
"Lo kudu pakai jaket gue, Joy. Kalau lo gak mau, fix gue bakal hubungi Om Genta buat jemput lo se-ka-rang."
Akhirnya Joy memilih mengalah. Cewek itu mengenakan hoodie Anin yang pas dengan ukuran tubuhnya. Di parkiran sepeda khusus murid, Joy dapat melihat bahwa tidak hanya dirinya dan Anin lah yang berani menerobos hujan. Banyak dari mereka yang memilih pulang dengan tubuh basah kuyup, ketimbang harus mendekam di sekolah sampai hujan reda.
∆∆∆
Rumah Resti terbilang cukup dekat dari SMA Wamsakarta. Bermodalkan sepeda ontel, Joy dan Anin sampai di sana hanya dalam lima belas menit.
Baru saja mereka dipersilakan masuk ke ruang tamu, total ada dua belas toples berisi kue kering dan snack berjejer dengan rapi di atas meja tamu. Di pinggirnya, ada dua macam minuman—air mineral dan teh kotak— yang tersusun di rak minuman. Sempat tebersit di benak Joy. Daripada disebut dengan kerja kelompok, situasi ini lebih cocok jika Resti mengadakan acara syukuran di rumahnya.
"Bentar. Gue ambilin laptop sama referensi buku dulu," ujar Resti sambil lalu menyibak gorden pembatas ruang tamu dan masuk ke dalamnya.
Merasa ada kesempatan, Anin memberanikan diri untuk bertanya. "Lo gak apa-apa?"
Joy menoleh kepadanya dengan menaikkan alis. Melihat itu, Anin langsung menambahi, "Dari tadi gue lihat lo ngelamun terus. Ada masalah?"
"Gak ada."
"Apa ini ada hubungannya dengan WDA?"
"Apa?"
"Yah, lupakan."
Seusai mengatakan itu, suasana menjadi senyap. Anin membuang muka ke salah satu toples terdekatnya. Dari sana ia mencomot nastar dan memainkan HP-nya. Sementara Joy mencerna pertanyaan Anin barusan yang pura-pura tidak ia dengar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top