- Kesedihan -
Ritual Malam [Day]
Risa tahu bahwa dirinya memang pecundang. Tiada kawan, justru lawan semakin banyak dan membuatnya ingin menghilang.
Risa lelah. Letih dengan dunia, bahkan dengan Tuhan yang tak adil padanya.
Kenapa? Seberapa banyak dosanya di masa lalu sehingga ia harus punya kehidupan begini?
Tak dihargai sedikitpun. Dicela, dihina, dibully.
"Dunia ini kejam, Tuhan. Kau tau?"
Risa ingin marah. Namun, justru sesak makin melingkupinya.
'Percuma', pikirnya. Rasa marah tak akan membuatnya dihargai. Kesengsaraan justru semakin melingkupi. Lalu, apa yang mesti dia lakukan?
Risa hanya menangis di sepinya malam. Ditemani kepingan memori kelam yang sialnya terus terputar.
Sebentar saja.
Esok, ia kembali seperti sediakala.
_____________________
Cahaya [Lily]
Saat cahaya terakhir pergi, izinkan aku ikut menyusul.
***
"Kenapa kamu pergi tidak memberitahuku?" tanyanya dengan cemas.
"Aku sudah berakhir, tidak ada lagi alasanku hidup," sahutku sambil memberontak dalam pelukannya.
"Tenang Ly, ada aku di sini. Semua tidak berakhir, berhenti berpikir seperti itu," ucapnya sambil menepuk-nepuk punggungku.
"Al, kenapa mama meninggalkan aku sendiri? Apakah aku nakal? Kenapa dia harus secepat ini pergi?! Jelaskan!" ucapku dengan marah.
Aku kecewa dengan diriku sendiri, penyakit sialan ini harus merenggut jantung dari malaikatku. Mama memberikan dengan cuma-cuma demi aku. "Aku anak yang tidak berguna Al," ucapku dengan lirih dan langsung tidak sadarkan diri.
_____________________
[Adinda]
Gadis ceria yang memiliki sejuta masalah di hidupnya. Mulai dari masalah keluarga, kesehatan, dan pertemanan, semuanya dijadikan satu. Padahal di dunia ini tidak ada yang begitu sempurna.
Suatu hari, ketika gadis ini letih dengan semuanya, dirinya mudah lelah, makan tidak teratur, menurunnya berat badan, sering mual, dan muntah. Gadis itu tidak ingin memeriksa dirinya ke dokter, karena takut menghabiskan uang ibunya dan nanti ibunya menjadi marah kepadanya.
Bulan demi bulan ia lewati, masalah demi masalah yang selalu menghampiri dirinya, tanpa sadar penyakit itu sudah berbahaya. Hingga suatu hari dirinya sudah tidak kuat dengan penyakitnya, ia pun meninggal dalam keadaan sakit.
_____________________
안녕- [Nayla]
"Maaf."
Dari semua kata yang ingin kukatakan hanya kata itu yang lolos dari bibirku.
Suara alat-alat rumah sakit terus berdengung di sekililingku.
Rasanya kakiku tidak sanggup untuk melangkah mendekatinya.
Semua kenangan indah bersamanya berputar dengan cepat di kepalaku. Aku tersenyum sendu mengingatnya, namun tidak dengan kenangan terakhir itu ...
Jika saja, kau tak mengenalku.
Jika saja, aku tidak menghubungimu saat itu.
Jika saja, kau tidak menolongku saat itu.
Kau pasti tidak ...
"Mengapa ...?"
Bibirku bergetar. "MENGAPA KAU MENOLONGKU?!"
Suara mesin-mesin itu menyusut. Aku menutup erat kedua mataku. Entah sejak kapan tanganku meremas ujung bajuku.
Kau bahkan tidak berpamitan Choi Seungcheol. Jahat.
_____________________
[Sanry]
"CAN KENAPA! KENAPAAA!"
"Maaf ..."
"JAWAB AKU! JAWABB!"
"M-maaf ..."
"Tega. Kau sungguh tega."
Dan kini Candra hanya bisa menatap Baskara yang sedang menangis tersedu-sedu. Hatinya begitu hancur ketika melihat orang yang sangat ia sayangi harus menangis karenanya.
Disisi lain, Baskara hanya bisa bertanya alasan perpisahan mereka kepada Candra. Ia tak menyangka bahwa perpisahan ini datang begitu cepat.
Semua ini bukan keinginan mereka untuk saling meninggalkan. Tapi memang semesta sendirilah yang memisahkan mereka.
"Selamat tinggal Candra, berbahagialah," ucap Baskara sembari memeluk pelan batu nisan yang mengukir nama 'Candra'.
"Selamat tinggal Baskara, berbahagialah," jawab Candra. Lalu tubuhnya mulai menghilang secara perlahan.
_____________________
[Inees]
Namaku Callena, umurku 18 tahun dan aku ... seorang pengintai.
Ini bermula ketika aku berusia 9 tahun. Ayahku adalah seorang agen rahasia di sebuah organisasi gelap yang berada di bawah kekuasaan pemerintah. Ketika itu, kami menghadiri sebuah pesta aneh. Orang-orang yang menyeramkan dan terlihat aneh.
Ibuku yang notabenenya seorang pengusaha menolak datang dengan alasan pekerjaan. Saat itu dia selalu mengingatkanku agar tidak berinteraksi dengan seorang pria yang bernama 'Mick', sahabat karib ayahku, awalnya aku tidak mengerti dan mengabaikannya.
Tak lama setelah itu, aku secara resmi menjadi anggota di sebuah organisasi ini sejak berusia 16 tahun. Bersama dengan 'Red' teman sekelasku.
_____________________
[Keysya]
'I just wanna be happier.'
Satu kalimat yang selalu melengkapi kosongnya kertas diary-ku. Memiliki kenyataan bahwa kita tidak inginkan oleh semua orang tentu sakit, bukan?
Ada kurang lebih 7 miliar manusia di muka bumi ini. Tetapi mengapa rasanya hanya aku yang berdiri disini. Banyak orang-orang yang berada disekitarku, namun kenapa rasanya aku sendiri.
Aku selalu ingin seperti orang lain, yang bisa melakukan apa yang mereka inginkan. Terlebih lagi memiliki wajah yang selalu dipandang orang. Betapa beruntungnya dia. Saat ia menyukai seseorang, kesempatan untuk disukai balik oleh orang tersebut besar. Terkadang aku suka iri.
Lalu bagaimana denganku?
Huh, entahlah.
_____________________
Gone [Shifa]
Hamparan debu menyapu kakiku yang bertelanjang tanpa alas.
"Huh, capek sekali," gumamku pelan. Aku pun memutuskan untuk mendudukkan diriku di salah satu bangku yang tersedia di sana.
Aku melihat kantong yang sedari tadi ku genggam, hanya berisi 20 ribu. Dan, itu hanya bisa memenuhi kebutuhanku selama sehari. Belum lagi aku harus memberikan sebagian kepada adikku.
"Apa aku mencari pekerjaan lain saja, ya?" Aku berpikir keras untuk menemukan jawabannya, namun tiba-tiba saja seorang laki-laki menarik tubuhku dari tempat itu, "Lebih baik kamu mati! Hidupmu tidak berguna sama sekali!"
Aku memejamkan mataku membiarkan tubuhku terbawa mobil yang baru saja melewatiku.
_____________________
Apa salahku [Sukma]
Mereka bilang, aku ... pembawa sial. Apa maksudnya? Tiap langkah yang aku pijaki, tatapan sinis dan cibiran itu selalu menyertai. Kata mereka, mama meninggal karena salahku. Salahku yang terlahir di dunia ini.
Tidak ada yang peduli padaku bahkan ayahku sendiri. Aku hidup seperti di neraka. Namun, itu semua tidak dapat mengusik sisi simpati mereka. Aku sendirian, tidak pernah merasakan kasih sayang sejak aku keluar dari perut mama. Ayahku membenciku sehidup semati.
Bahkan saat terakhir kali dia bernapas, dengan kejam dia berguman 'anak pembawa sial' padaku sebelum matanya benar-benar tertutup untuk selamanya. Lagi-lagi aku yang disalahkan. Kenapa dunia ini begitu kejam?
_____________________
Wasted [Amelia]
Aku menyusuri halaman. Menunggu seseorang yang berjanji akan datang setelah tujuh tahun meninggalkanku dengan alasan menyelesaikan suatu hal penting. Kemudian aku beralih menatap bangunan panti asuhan yang sedikit usang, tempatku tinggal tujuh tahun ini bersama teman-teman yang bernasib mirip denganku.
"Ibu, kapan kau datang? Sekarang umurku sudah tujuh belas tahun. Aku menunggu janjimu."
Tak lama kemudian, mataku berbinar ketika melihat seorang wanita yang sangat familiar, namun detik selanjutnya aku menyerngit karena di belakangnya terdapat seorang pria dan anak perempuan yang sepertinya seumur denganku.
"Aku sudah menepati janjiku, berbahagialah dengan hidupmu," ucapnya sebelum pergi meninggalkanku.
Saat itulah aku menyadari kalau aku dibuang.
_____________________
Pergi [Reza]
Hujan masih membungkus seisi kota.
Tak ada lagi yang ku miliki, aku hanya terpaku melihat angin membawa semuanya pergi. Andai saja aku lebih cepat datang ke tempat ini, kebahagiaanku tak akan hilang untuk selamanya. Adik perempuanku yang malang, aku tidak dapat membayangkan bagaimana rasa sakit yang kau rasakan.
Kini tak akan ada lagi yang membangunkanku untuk sarapan, membuatkanku kopi hangat, dan memelukku erat ketika pulang. Senyum manismu t'lah hilang, aku yakin Tuhan akan memberikan tempat yang terbaik di atas sana. Tolong berikan aku kekuatan untuk menjalani sisa hidupku ini, selamatkanlah aku dari segala keburukan yang mungkin terjadi.
Selamat jalan, adikku.
_____________________
[Elvina]
Impian. Satu kata yang memiliki banyak makna. Definisi impian bagi orang-orang tentunya berbeda. Sama halnya denganku. Impian, bagiku ia adalah sesuatu yang ingin kugapai dan nikmati dalam jangka panjang.
Sejak kecil, aku sering bertanya-tanya kepada diriku sendiri, juga ke ibuku. 'Apakah sulit untuk menggapai suatu impian?' tanyaku pada saat itu. Disitu pula aku kecil, berpikir. Apa saja impianku? Apa yang ingin kugapai dalam hidup ini.
Ibuku selalu menjawab, 'Lakukanlah yang kamu inginkan dan tetap berusaha menggapai, ibu hanya mendukungmu dari belakang.' Disana aku dilanda kebingungan akan apa impianku dan apa saja yang harus aku lakukan untuk menggapai impianku.
_____________________
[Septi]
Ini tentang diriku yang berharap dan diriku yang diharapkan. Banyak orang bilang bunga akan layu jika tidak disiram atau layu jika terlalu banyak disiram, sama halnya dengan ku.
Aku hanyalah anak dari keluarga miskin yang lahir karena keegoisan orang tua, bunga mekar yang indah dan akan layu sebentar lagi. Semua orang bisa menjadi diri mereka sendiri, tapi aku di sini, menjadi boneka orang tua. Boneka yang diharapkan dapat menghasilkan uang, bahkan disaat boneka itu rusak atau kotor. Aku ternodai dan hancur, mengapa semua orang bisa tersenyum di dunia kejam ini?
Padahal mereka tahu bahwa mereka tidak akan selalu bahagia, seperti diriku ini.
_____________________
[Felicia]
Sedih? Apa itu? Bukan aku tidak pernah merasakannya, tapi aku sudah lupa dengan rasa tersebut. Semenjak kejadian di mana aku harus kehilangan kedua kakiku. Hari di mana aku seharusnya mendengarkan ibuku yang menyuruhku untuk tidak pergi malam itu. Saat di mana aku sangat menyukai pesta malam bersama teman-temanku.
Dengan pakaian yang bagus dan terbuka aku pergi tanpa mempedulikan teriakannya. Aku sudah berada di dalam mobil temanku dan menikmati perjalanan.
Tiba-tiba, rem mobilnya tak berfungsi dan masuk ke jurang lalu meledak. Aku berhasil keluar, tapi kakiku sempat terbakar dan harus diamputasi. Aku menangis tapi tak ada airmata yang menetes.
_____________________
[Syintia]
I'm not a good person. But not an easy person to hate.
Ketidaksengajaan berpapasan dengannya ketika langit mulai mengeluarkan isi, seolah membantunya menutupi deras tangis yang tersamarkan. Suasana dingin mencekam dan sepi seperti menjelaskan hidupnya.
Seingatku, itu pertemuan pertama antara kita berdua. Oh mungkin bukan pertama kali bagi dia. Melihat bagaimana reaksinya saat melihatku.
Semakin lama, semakin aku penasaran tentangnya. Tentang bagaimana bisa dia melewati hidup hanya bergantung dengan berjualan. Hidup seorang diri, tidak ada yang menopangnya. Selalu menyendiri diantara keramaian. Hal-hal yang baik seperti menjauhinya. Hidup dia sangat keras.
Dan pertanyaanku masih sama, dia membenciku karena kami berbeda?
_____________________
[Debin]
Mark Lee selalu punya caranya sendiri. Dirinya begitu religius, mandiri, dan tunak hati. Lidah bocah itu penuh dengan filosofi sederhana yang unik namun sangat berarti.
"Gue suka semangka," ucapnya tiba-tiba dan membuat alisku menyerit,"Lalu?"
"Semangka sama gue itu mirip, bahkan nyaris sama," jawabnya seraya tersenyum menatapku. "Lo lahir dari putik?"
Dia tertawa,"Bukan!"
"Jadi?"
"Banyak hal yang bisa gue lakukan untuk menyegarkan orang sekitar, sama 'kan kayak semangka yang besar dan segar?"
"... aneh!"
Bukan hiperbolis, tapi penyesalan pasti datang belakangan. Aku yang rasakan itu sekarang. Setelah sekujur tubuhnya mengawet karena formalin dalam peti dihadapanku, aku baru sadar kalau aku menyia-nyiakannya.
_____________________
[Eveline]
Setiap sihir memiliki balasan.
Apa balasan sihirmu? Tidak bisa bermimpi? Umur yang diperpendek?
Kalau balasan sihirku adalah ...
"Hendry~" Aku merasa namaku dipanggil oleh sesosok gadis yang asing.
"Ah ... Kamu lupa lagi ya?" Gadis itu nampak sedikit kecewa, namun dengan segera, ia memperkenalkan dirinya sekali lagi.
Tidak, bukan sekali. "Namaku Louisa, kekasih dan asistenmu." Sudah berkali-kali aku melupakannya.
"Jika aku melupakanmu sekali lagi, jangan ingatkan aku dan pergilah ..."
"T-tapi aku."
Satu detik berlalu. "Maaf, anda siapa?" Tanyaku.
Kulihat dia hanya tersenyum pahit.
"Aku adalah orang bodoh yang mencintaimu." Setelah mengatakan itu, aku tidak pernah melihatnya lagi. Dia pergi.
_____________________
Tunggu kisah-kisah selanjutnya ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top