11 - Hai pelakor

Aku akan mendalami semua hal yang menjadi bahan ketertarikanmu. Aku ingin memantaskan diri, supaya bisa selaras denganmu, supaya kamu betah berada di sampingku, dan supaya kamu bisa mengandalkanku.

~Christian Sammy Chen~

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Ludy selalu keluar dari kamar setiap pukul tujuh pagi untuk membawa sampah ke tempat pembuangan. Tidak ada yang istimewa sampai saat Sam mengajaknya menurunkan berat badan. Sejak kala itu, rutinitas hariannya pun berubah menjadi menyenangkan.

Saat membuka pintu, ia selalu menemukan sebungkus sarapan tergantung di handle-nya. Tanpa berpikir panjang atau bertanya kepada orang lain, ia pun bergegas membawanya masuk. Pesan dari Sam cukup membuatnya yakin bahwa makanan itu adalah darinya.

"Kalau kau nemu makanan tergantung di pintu kamarmu, makan aja. Itu sarapan yang udah disesuaikan jumlah kalorinya."

Selanjutnya, seperti biasa ia akan mengirim pesan kepada Sam untuk mengucapkan terima kasih. Meski ia tahu, Sam tidak akan membalasnya. Kesibukan di hari kerja membuatnya tidak bisa diganggu gugat. Ia kembali tersenyum, merasa Sam sebegitu perhatian sampai bersedia meluangkan sedikit waktu untuknya.

Ia mengambil gelas, lalu mengisinya dengan air minum hingga penuh.

"Sebelum makan, minum air putih dulu. Kalau lambung udah terisi, makan sedikit akan terasa penuh."

Ia kemudian mengambil sebuah piring kecil, dan memindahkan makanan itu ke atasnya.

"Secara psikologis, piring kecil akan membuatmu merasa cepat kenyang. Kau bakal ngerasa sudah ngabisin satu piring penuh makanan, yang kalau ditaruh di piring lebar sebenarnya hanya berisi separuhnya saja."

Setelah makanan dan minuman itu tersaji, Ludy pun duduk bersila di lantai. Kamarnya tidaklah luas, jadi ia harus pandai berimajinasi membayangkan ruangan yang sebenarnya tidak ada. Ia menyatukan tangan di depan dada, memaksakan senyum, lalu menutup mata. Mulutnya berkomat-kamit membaca do'a.

"Jangan lupa tersenyum. Senyum bisa mengubah makanan yang rasanya hambar jadi nikmat. Jangan lupa juga berdo'a. Ucapan syukur akan membuat makanan menjadi berkat."

Ia pun mulai menyendok sepotong tumis daging, lalu dikunyah hingga benar-benar lembut baru ditelannya.

"Kalau makan, kunyah sampai lembut. Itu akan mempermudah kerja sistem pencernaanmu. Dan juga, perbanyak protein. Karena proses pencernaan protein lebih lama daripada karbohidrat. Selain itu, dalam mencerna protein, juga butuh energi. Kau sebagai dokter, harusnya sudah tahu ini."

Hanya dalam hitungan menit, makanan itu sudah dilahap habis oleh Ludy. Diraihnya buah apel yang masih ada dalam kantong, lalu dipindahkannya ke atas meja.

"Konsumsi buah sebagai camilan. Untuk orang yang sebelumnya rajin ngemil, pasti nggak mudah untuk memutus kebiasaan itu dalam sekali tekad."

Ludy bangkit berdiri. Ia lalu membuang bungkus makanan itu ke tempat sampah, kemudian mencuci peralatan sarapannya. Setelah itu, ia kembali menghampiri dispenser dan memenuhi lambungnya dengan air putih.

"Minum air putihnya juga jangan dikurangi. Atau kau akan kecewa, karena saat badanmu ikut menyusut, kulitmu juga ikutan keriput."

Ludy menggerakkan badannya beberapa kali, lalu melakukan pemanasan. Setelah dirasa cukup, ia menghampiri treadmill yang sudah sebulan ini dipinjamkan Sam dari ruang fitness pribadinya. Itu adalah cara Sam untuk membuat Ludy tetap berolah raga tanpa harus keluar kamar. Sam paham benar, permasalahan itu telah membuat Ludy menarik diri dari pergaulan. Ia tidak mau bertemu dan berhubungan dengan siapa pun, kecuali dirinya.

"Berdasarkan hukum kekekalan energi, energi itu tidak dapat dimusnahkan. Ia hanya berpindah. Jadi, energi yang kau konsumsi, pindahkan dalam bentuk aktivitas biar nggak numpuk jadi lemak."

Setelah hampir tiga puluh menit Ludy melakukan olahraga kardio, ia pun mematikan treadmill-nya, lalu merebahkan diri di atas ranjang sesaat setelah menyeka keringat dengan handuk.

Dengan malas, ia meraih botol minum yang tergeletak tak jauh darinya, sambil tangan kirinya memencet remote yang membuat televisi di depannya menyiarkan berita yang disukainya. Namun, alih-alih menonton acara itu, pikiran Ludy justru melayang ke saat ia berada di rumah Sam pagi itu.

"Sejak kapan aku belajar ilmu gizi?

"Sejak aku tahu kau tertarik dengan ilmu kedokteran.

"Bukan hanya gizi. Asal kau bilang kau suka bintang, aku bakal belajar astronomi. Aku akan menghafal semua nama benda langit, serta fenomena alam yang terjadi di dalam tata surya ini.

"Jika kau tanya tentang korupsi di Indonesia, aku akan belajar ilmu politik dan hukum negara, agar kau bisa nyaman bertukar pendapat dengan orang yang tepat.

"Dan, jika kau bilang BTS itu tampan, aku akan belajar bahasa Korea. Aku bakal nerjemahin apa pun postingan dan artikel tentang boyband itu, agar kau bisa menjadi orang pertama yang tahu perkembangan mereka.

"Aku akan mempelajari semua hal yang menjadi bahan ketertarikanmu. Karena aku ingin menjadi orang yang kau datangi, saat kau merasa kesulitan.

"Aku hanya ingin memantaskan diri, supaya bisa selaras denganmu, supaya kau betah berada di dekatku, dan supaya kau bisa mengandalkanku."

Ludy menekan remote-nya secara acak, membuat TV-nya berganti saluran dengan cepat. Tidak ada satu pun acara yang bisa mengalihkan perhatiannya.

"Dasar play boy. Perempuan mana yang nggak jatuh ke pelukanmu? Aku beruntung sudah tahu trikmu ini dari awal," gumam Ludy pada diri sendiri.

Getar ponsel membuat Ludy mengalihkan perhatiannya. Sebuah pesan muncul dari orang yang membuat mood-nya semakin memburuk.

Daniel :

'Aku sayang sama kamu.'

***

"Aku duduk di sini. Kau senam sana! Buat perutmu nggak bergerlambir lagi," kata Sam sambil mencubit perut Ludy.

"Kamu mau istirahat?"

"Aku capek," kata Sam sambil membuka botol air putihnya.

Ludy mendecih. "Payah. Padahal masih seperempat putaran."

"Hei! Aku sudah lelah bekerja semingguan penuh."

Ludy tidak menjawab. Ia dengan malas berjalan menjauh dari Sam dan bergabung dengan para wanita yang sedang melakukan senam aerobik. Saat acara car free day, acara semacam ini memang selalu dilakukan di beberapa titik. Biasanya itu adalah kegiatan rutin para instruktur senam untuk mempromosikan diri mereka sendiri. Namun, ada juga yang merupakan program pemerintah kota.

"Elo?"

Ludy menatap orang yang berteriak di sebelahnya. Seorang wanita berusia seperempat abad tengah menatap Ludy dengan marah.

"Pergi lo dari sini!"

"Kamu kira ini tempat pribadimu?" balas Ludy tak kalah kerasnya.

"Gue datang lebih dulu. Jadi elo yang harus nyingkir! Gue males ya, lihat wajah pelakor kayak kamu!"

Ludy menganga tidak percaya. Atas dasar apa dirinya dihadiahi gelar 'perebut pacar orang'?

"Jauh-jauh sana. Nggak tahu malu banget, udah berani ngrebut calon suami orang, sekarang malah nyolot," tambah teman yang lainnya.

"Apa kamu bilang?" balas Ludy sambil mendorong gadis itu. "Aku? Justru temenmu ini yang ngrebut pacar orang!"

"Eh! Hati-hati ya lo kalau ngomong!" jawab gadis itu.

"Jaga ya mulut, Lo!" tambah temannya.

"Kamu yang nggak tahu malu! Udah ketahuan zi-"

Perkataan Ludy terputus saat tangan gadis itu menarik rambutnya, membuat perkelahian khas wanita pun terjadi. Dalam waktu singkat, keduanya sudah terlibat aksi dorong-mendorong dan jambak-menjambak. Dalam sekejap, mereka menjadi pusat perhatian. Sam yang menyadari hal itu pun bergegas berlari dan melerai keduanya.

"Dasar, per*k nggak tahu di-"

Perkataan Ludy kembali terputus saat ada tangan membekap mulutnya. Kedua gadis di depannya langsung terdiam. "Pak Sam?"

Sam tersenyum, lalu menarik Ludy menjauh dari mereka.

"Jangan seperti itu. Kau akan menyesalinya," ucap Sam sambil melepaskan rangkulannya.

"Menyesal apanya? Yang aku lakukan ini benar! Bahkan harusnya aku perlakuin dia lebih buruk lagi!"

"Kau merasa benar? Percayalah, apa pun keputusan terbaik yang kau ambil saat marah, adalah keputusan terburuk yang kau ambil saat tenang. Jadi, mengalahlah, dan jangan mempermalukan diri sendiri."

"Mempermalukan diri gimana? Harusnya dia yang malu, bukan aku. Dia yang udah ngrebut Daniel!" teriak Ludy dengan nada tinggi. Ia marah seakan tindakannya belum bisa membuat Sam mengerti. Ia kecewa, orang yang ia percaya akan melindunginya nyatanya tidak membelanya.

Merasa makian saja belum cukup untuk mengekspresikan perasaannya, Ludy pun melampiaskannya dengan tangis. "Dia itu lont* selingkuhannya Daniel."

"Oh, jadi dia orang yang kau bicarakan dulu. Harusnya kau senang, mantanmu dapat orang yang levelnya lebih rendah darimu."

"Kamu nggak ngerti," protes Ludy sambil terisak.

"Apa yang harus aku ngerti? Pengkhianat bersatu dengan pengkhianat?" balas Sam sambil menatap tajam pada Ludy. "Kau itu hanya menyiksa diri karena memperjuangkan orang seperti dia."

"Tapi-"

"Sekekeh apa pun kau membeberkan semuanya, orang lain tetap akan nganggap kau gila. Karena pada akhirnya, yang dinikahin Daniel itu dia, bukan kau!"

"Hah?"

"Wanita itu bekerja di kantorku. Dan dia sudah ngurus surat cuti untuk pernikahannya bulan depan. Dan ... kalau kau marah, nggak perlu kau umbar seperti itu. Jadilah berkelas, dan balas dendamlah dengan cara yang cerdas!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top