10 Seconds'

Seorang gadis berjalan tergesa-gesa menuju lift, kakinya mengetuk lantai seakan tak sabar menanti jarum lift yang tak kunjung menuju lantai yang dia pijaki sekarang. Tangan kanannya membawa dengan susah payah gaun pengantin berwarna putih dengan gemerlapan beberapa berlian. Tangan lainnya memegang ponsel. "Yang benar saja," gadis berambut panjang itu mengeluh.

Dentingan lift akhirnya berbunyi. Dia lekas menjepit ponsel diantara bahu dan dagunya sambil terus berbicara, acap kali wajahnya berubah masam dan geram. Tangan kirinya yang menganggur ikut serta membawa gaun putih yang sedari tadi dibawanya. Tidak boleh kotor. Tidak boleh sobek. Itu hal yang ditanamkannya dalam hati sehingga dia mengecek kesehatan gaun pengantin itu berulang kali.

"Kau tidak boleh pergi."

Bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Sosok lelaki menatapnya tajam dengan nafas yang terengah-engah.

"Kumohon kau jangan pergi. Atau kau akan mati."

Gadis itu sedikit meronta ketika pemuda yang diambang pintu lift itu menggenggam pergelangan tangannya erat lalu menuntunnya kembali ke lorong kantornya. Ponsel yang sedari tadi dipegangnya terjatuh. Setelan tuxedo itu tampak basah, menandakan bahwa lelaki di depannya berlari sekuat tenaga menuju kantornya hanya untuk menyeretnya seperti ini.

Hari ini bila tidak salah adalah hari pernikahan Andromeda Levich dengan Amanda Jenn.

Andromeda adalah lelaki ini dan ketua pelaksana wedding organizer adalah gadis yang kini tengah diseretnya, Mia Nathania.

Skenario macam apa lagi ini. Ditambah dengan kata-kata yang muncul dari mulut Andromeda, "Kau akan mati. Jadi jangan pergi, Mia." seakan membuatnya menjadi skenario paling konyol.

Gadis itu tertohok, berteriak dalam diam. Dia memanggil beberapa satpam untuk menenangkan Andromeda yang seperti kesetanan menahan Mia untuk tidak datang ke pernikahannya. "Hentikan. Nona Jenn akan menyesal soal ini," ujar Mia sedikit berteriak.

Namun, Andromeda tak mau ambil banyak peduli. Wajahnya yang bercucuran keringat bercampur dengan mimik ketakutan hampir menangis membuat lelaki bermata cokelat itu semakin konyol dan tampak seperti orang gila. Dia mencoba meronta dari genggaman satpam yang kini menahannya.

Mia melenggang pergi.

Memasuki lift.

Dan Andromeda semakin kesetanan saat jarum di lift perlahan menuju lantai dasar. Dia berhasil kabur dan berlari menuju tangga darurat. Satpam gelagapan mengejarnya bak dia adalah buronan yang harus diamankan. Keringat mengucur. Nafas setengah-setengah. Jantung yang terpacu. Dan hati gelisah yang tak bisa dia ungkapan lagi.

Andromeda berlari ke tengah lobby bertepatan dengan Mia yang sudah keluar melalui pintu masuk kantornya.

Pukul 10.00 A.M. 22 April.

"Kumohon-"

Ada suara lengkingan yang keras diikuti dengan pecahnya kaca depan kantor.

"-Mia." dan sedikit isakan pedih Andromeda.

Ada mobil yang tersangkut di depan kantor Mia's Wedding serta gaun putih disana, bercampur dengan genangan darah sang pembawanya.

Pemuda itu ingat betul bagaimana dia mengagumi sosok itu. Gadis berambut hitam bergelombang, matanya yang sedikit sipit khas orang Asia dan badannya yang mungil. Dia suka apapun yang ada dalam gadis itu.

Andromeda jatuh cinta kepada Mia.

Itulah skenario yang dia yakini selama ini.

Pukul 09.00 A.M. 22 April. Dia terlempar lagi di keadaan dimana kini Amanda sedang mendengus kesal. Beberapa pelayan mengeratkan korsetnya di dada Amanda sampai gadis berambut pirang itu sedikit mengaduh.

"Oh. hai, Dear," gadis berambut pirang itu melemparkan sebuah senyuman ke pemuda berambut kecoklatan.

Andromeda menyambutnya dengan sebuah senyuman. Dia ingat sebelumnya dia akan berlari keluar ruangan dan mencari sosok Mia. Dia lalu berbalik, duduk di kursi sambil menyematkan jemarinya ke rambut cokelatnya yang kini menjadi berantakan.

Dia masih enggan percaya bahwa kesetiaannya kepada Amanda runtuh hanya karena akhirnya dia sadar bahwa selama ini pemuda itu tak bisa kabur dengan sosok gadis berambut hitam. Tuhan mungkin sedang mempermainkan perannya, akhirnya dia bertemu lagi dengan istrinya yang dia cari lima generasi.

Jantungnya seakan meledak, rindu yang dipendamnya selama ini seakan meronta ingin dilampiaskan. Memeluk tubuhnya erat dan menciumnya berulang kali.

Jane-

Mia-

Pukul 10.00 A.M. 22 April.

Seorang berlari tergopoh-gopoh menuju ruangan mempelai wanita. Beberapa detik kemudian, ada suara teriakan tertahan. Orang-orang mulai berdatangan dan mempertanyakan apa yang sedang terjadi. Andromeda menunduk, semakin menarik helaian rambutnya. Di benaknya, tergambar jelas bagaimana Mia yang membawa gaun putih mengkilap untuk Amanda berubah menjadi merah dan berbau anyir.

Memang, kematian adalah hal yang tidak bisa dihindarinya.

-bahkan untuk seorang penjelajah waktu seperti Andromeda.

Dia tidak rindu dengan dunianya, maka dari itu dia memutuskan untuk tinggal di dunianya yang sekarang. Dunia dimana dia akhirnya dipertemukan dengan sosok gadis yang fotonya berada di saku jeans belelnya di kehidupan yang akan datang. Dia, pemuda berambut hazel bernama Andromeda Levich sudah berulang kali mencoba berlari dari kehidupan yang lain hanya untuk mencari sosok berambut hitam yang dulu menemani harinya. Dia terus menunggu dan mencari hingga di kehidupan kelima inilah akhirnya dia menemukannya.

Jane Levich kini bernama Mia Nathania.

Dia melihat lengannya, ada angka 003/100 yang samar disana. Kemampuannya meloncat waktu tinggal tiga kali kesempatan lagi. Saat di angka 005/100 dia memutuskan untuk memilih Amanda, hidup di dunia ini sebagai seorang Andromeda yang baru dengan Amanda Levich. Namun seketika angannya runtuh setelah bertemu dengan Mia, seseorang yang mengatur pernikahannya dengan Amanda.

Dia-Mia-adalah-ah tidak salah lagi-seorang Jane yang berada di dunia itu.

002/100.

Dia melompat dimana satu tahun sebelumnya, dimana dia belum bertemu dengan Amanda. Akan lebih baik seperti ini dan mendatangi sebuah gedung wedding organizer.

"Aku mencintaimu."

Ucapan tak masuk akal itu membuat seseorang di balik meja berkedip tak percaya. "Maaf. Apa saya mengenal Anda?"

"Mia, menikahlah denganku."

Raut wajah wanita itu berubah menjadi ketakutan, dia mencoba tegar walau bisa dia rasakan punggungnya bergetar. Tangannya menggenggam erat pangkal lacinya, seingatnya dia pernah menyimpan sebuah pistol di dalamnya. "Apa kita pernah bertemu?"

Mata hitam itu beradu dengan mata cokelat pemuda di depannya.

"Andromeda Levich, suamimu masa depan," Andromeda mendekat dan Mia semakin waspada. "Maaf membuatmu takut, tapi tolong pikirkan baik-baik Mia. Ada waktu setahun untuk merubah segalanya."

Mia mengeryit heran saat pemuda itu telah keluar dari ruangannya. Yang dilihatnya barusan hanyalah sekedar orang iseng yang kalah dalam permainan Truth or Dare atau apalah itu. Namun mata hazel pemuda tadi berlawanan dengan apa yang dia pikir, entah mengapa tatap mata yang bersungguh-sungguh itu terus muncul di kepalanya. Layar handphonenya berkedip, sedikit menghilangkan kegugupannya. "Hello," ada jeda sedikit, "Ah, tentu saja aku akan senang hati makan malam denganmu," jeda, "Um-tentu," pipinya sedikit bersemu.

"Ya. Love you too, Michael."

Kali ini bukan Mia yang terbunuh, melainkan Andromeda.

Tidak ada yang bisa membunuhnya kecuali rasa sakit yang tengah dia rasakan saat melihat Mia tertawa bahagia selain dengan dirinya. Bergandeng tangan dengan lelaki selain dirinya. Berciuman dengan lelaki selain dengan dirinya. Dan menikah dengan lelaki selain dirinya-

Benda itu melingkar manis di jari manis Mia dan pemuda yang memasangkannya bukan dia-Andromeda-namun seorang yang bahkan tak dia kenal sebelumnya.

Senyum Mia merekah. Entah mengapa hati Andromeda malah merintih.

Akankah dia menghancurkan momen indahnya? Sebut saja Andromeda maniak atau apalah itu, tapi walau begitu dia tak tega bila senyum bahagia Mia hilang sekali lagi. Mungkin kali ini dia akan berhenti. Benar-benar berhenti. Dan membiarkan dirinya mati perlahan di dunia ini tanpa pernah memiliki Jane sekali lagi.

002/100

Pukul 10.00 A.M. 23 April.

Kematian memang bukan sesuatu yang bisa diubahnya. Sombongnya Andromeda yang berpikir bisa merubah kehendak-Nya. Sekalipun dia mempunyai alat yang dapat membuatnya menjelajah waktu tapi kematian bukanlah sesuatu yang bisa diubahnya. Tak akan pernah.

Dan obituari yang dibacanya di surat kabar pagi ini membunuhnya dua kali. Ada nama Mia disana, ditulis sebagai Mia Anderson, meninggal di kecelakaan maut kereta yang menuju ke London pagi hari sebelumnya. Pukul 10.00 A.M. 22 April.

Sebut saja Andromeda maniak atau apalah itu.

Karena dia benar-benar sudah gila gara-gara gadis ini.

001/100

Pukul 09.55 A.M. 22 April.

"Biar kubawakan kopimu," Andromeda menyapa seorang wanita bermantel yang sepertinya kesulitan membawa barangnya. Rambut hitam gelombangnya dibiarkan menjuntai, tangannya membawa koper besar dengan tambahan tas jinjing berukuran sedang yang diletakan diatas kopernya.

"Ah. Terima kasih," ujarnya. Bibir tipisnya yang dipoles dengan sedikit liptint tersenyum manis. Dia lalu mengecek ponselnya. Sekiranya sudah cukup, Mia menatap pemuda di sampingnya. "Yak. Terima Kasih," dia kembali menerima kopinya.

Ada jeda yang cukup panjang di keduanya. Mia tidak menggubris pemuda di sampingnya, pemuda di sampingnya juga hanya menatap lurus ke depan.

Perhatian. Mohon untuk berada di belakang garis karena kereta tujuan London akan tiba sebentar lagi.

"Di dunia ini, ada yang rela menjelajahi waktu hanya untuk bertemu dengan seseorang yang berharga," ujar pemuda.

Mia lantas melihat pemuda disampingnya, mata hitamnya melekat pada dagunya yang tegas dan mata hazelnya yang menatap lurus.

"Dalam sepuluh detik ini, sepuluh detik sisa waktuku ini, tak pernah aku tak memikirnya. Jane, istriku sangat mirip denganmu."

Mia masih terpaku.

"Dan aku sangat mencintainya. Bahkan sampai saat ini," mata hazel itu menatap lekat mata hitam yang tengah menatapnya. Dia tersenyum, "Semoga kamu selalu bahagia, Nona."

Mata hitamnya menatap lesu sarapan paginya. Lantas pandangannya dia arahkan ke headline surat kabar yang tengah dibaca suaminya.

"Mia? Apa kau yakin kau baik-baik saja?"

"Umm," dia mengangguk pelan.

Pemuda berambut hitam menghampirinya, mengusap punggungnya pelan. "Semua akan baik-baik saja. Itu hanya kecelakaan. Pemuda itu memang bunuh diri karena disinyilarin pernikahannya dengan kekasihnya batal."

Mia mengangguk pelan.

Pukul 09.00 A.M. 25 April.

Mia masih hidup dan headline pagi ini menunjukan.

Aksi Bunuh Diri Pemuda Menyebabkan Jadwal Kereta ke London Batal

"Dalam sepuluh detik ini, sepuluh detik sisa waktuku ini, tak pernah aku tak memikirnya. Jane, istriku sangat mirip denganmu. Dan aku sangat mencintainya. Bahkan sampai saat ini. Semoga kamu selalu bahagia, Nona," -Andromeda Levich


♦  e n d ♦

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top