Empat.
"Mereka bilang saat kamu bertemu cinta dalam hidupmu, waktu serasa berhenti, dan itu benar."
--Big Fish--
____________________________
Hari kedua PKKMB, aku berangkat lebih pagi dari sebelumnya. Sarapan hanya sebatas roti segigit dan susu kotak yang sempat ayah bawa dari dalam kulkas. Jam 4 dini hari aku sudah berada disana dan antrian sudah panjang, aku turun jauh dari area yang di tentukan.
Aku berlari dengan rok span ku ini. Dari jauh saja aku sudah dengar suara teriakan-teriakan dari korlap dan tatib. Aku mengingat nyanyian yang memang wajib aku tahu, dan sayangnya aku tidak bisa mengingat nyanyian tersebut, ingin nangis rasanya apalagi saat anak BEM yang sedang memberikan cap pada nametag semua mahasiswa baru, ia menyuruh kami untuk bernyanyi supaya tidak kedinginan.
Banyak yang tumbang, mungkin karena mereka nervous. Banyak sekali para korlap bagian merapikan barisan wajah mereka yang tegas dan terkesan galak.
Dan setelah berdiri cukup lama aku merasakan sakit perut, mungkin asam lambung ku naik, aku tidak terbiasa makan terlalu pagi seperti tadi. Aku terus memegang perut untuk meredakan rasa sakit. Aku mendengar seseorang yang berada disampingku menanyakan kondisi ku, hanya bisa mengangguk saja, yang tidak ingin mengambil risiko amukan para korlap.
"Kalau ada yang sakit bilang!" ucapan tegas tersebut terdengar merdu ditelingaku, terdengar seperti suara yang pernah hadir ditelingaku. Suara yang tidak asing, namun aku tidak bisa mengingat wajah tersebut. Tanpa disadari pria tersebut mendekatiku lalu bertanya dengan lembut.
"Apa kau sakit?" tanyanya dengan seulas senyum yang tidak pernah aku lupakan, senyuman yang membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.
Bunda aku bertemu dengan masa depanku di masa depan ini bun.
Suaranya mengembalikan ku ke alam sadar. Aku menggeleng, melihat lengannya yang melingkar kain biru yang bertulisan 'Ketua Pelaksana'.
Ini berita baik, aku melihat masa depanku lagi setelah setahun berlalu, aku tidak menyangka jika masa depan ku satu kampus denganku saat ini. Betapa bahagianya hati ini bisa mengaguminya kembali.
Saat ini giliranku yang maju berbaris diantara maba lain, aku mendengar suara tegas yang memberitahu kami yang harus melakukan 5'S.
"Kalian tahu! Apa itu 5'S?!" suara tersebut membuatku merasakan sakit kepala bagian belakangku kambuh.
"Siap tahu!" jawab kami.
"Apa saja!" Suara tegas tersebut terus terdengar semakin kencang.
"Siap! Salam, sapa, senyum, sopan, santun."
Setelah berada di pos pertama kami berlari ke pos kedua dan kami ditekankan untuk bernyanyi dengan berlari membuatku kembali merasakan perut sakit ditambah kepala yang pusing. Walaupun aku mendengar suara-suara yang mengatakan jika ada yang sakit harus lapor. Tapi aku tidak melakukannya, aku masih kuat dan aku bisa melakukannya hingga akhir namun tiba-tiba keseimbangan ku hilang bertepatan saat aku melihat wajah Kenan yang sedang memarahi barisan ku.
Yang aku ingat suara semakin tidak terdengar dan pencahayaan semakin meredup. Aku bangun setelah 20 menit terkapar, terbangun di sebuah ruangan dengan oksigen yang menempel di hidungku, apa aku separah itu hingga hidung dipakaikan masker, kenapa bukan oksigen alami yang aku dapatkan.
Pintu UKS terbuka lebar menampakan sosok tegas namun tersirat ke khawatiran dari wajah yang tegas itu.
"Udah sering kali di singgung, kalau enggak kuat bilang!"
Kenan marah kepadaku yang membuatnya khawatir. Maaf bang, aku enggak tahu bakal tumbang kaya gitu.
Sungguh perih melihat Kenan yang terus membuang nafasnya kesal. Tiba-tiba pintu diketuk bertepatan dengan pintu yang terbuka setengah menampilkan perempuan yang memakai seragam sama seperti Kenan.
"Kenan, waktunya tatib tiga menit lagi."
"Oke tunggu." Setelah kepergian perempuan tersebut Kenan menatapku, "Adek, abang tinggal ya, kalau udah mendingan ikut gabung sama yang lain."
"Adek mau ikut sekarang bang," rengekku.
Kenan melotot, lalu ia berkata dengan nada dingin yang tidak aku sukai. "Kalau mau gabung nanti aja kalau abang udah beres, sekarang waktunya marah-marah. Kamu mau kena marah tatib lain?"
Sontak aku menggeleng cepat, "Yaudah diem aja disini, nanti kalau beres juga abang kasih tahu."
Setelah mengatakan hal tersebut suara sirine terdengar begitu jelas membuatku gemetar takut apalagi dengan suara teriakan yang menggelegar bahkan terdengar hingga ruang UKS yang sedang ku tempati.
Bun, suara abang gede banget bun. Adek takut.
Hanya butuh 10 menit Kenan datang dan menyuruhku untuk kembali ke barisan. Kenan juga menyuruh temannya yang lain untuk membantuku ke barisan. Aku hanya menunduk saat bertatapan dengan Kenan, suara kerasnya masih terdengar jelas ditelinga.
Adek takut bun.
Setelah aku ikut berbaris, aku baru sadar jika si-MC itu Dava, kakakku yang garingnya subhanallah itu.
Entah kenapa orang-orang tertawa saat Dava setiap mengucapkan hal-hal yang sudah kebal untukku tertawa. Aku mendengar jika orang disebelahku menyukai Dava karena humoristis, kalau boleh jujur nih ya kalau udah kenal deket sama Dava itu bawaannya suka ingin melempar apapun yang kita pakai kearahnya.
Istirahat tiba, panitia membagikan makan siang untuk kami, kami menyebarkannya dengan saling bergilir memberikannya ke depan.
"Makannya habisin nya, sampahnya kebelakangin," teriak Dava yang memang bagian provokator itu.
"Siap ka!" teriak kami bersama.
"Enggak nawarin kita-kita nih?"
Ngode ya kak? Kasian jomlo sih. Adek laknat emang aku itu, hehehe.
"Kak makan," ucap kita serempak.
"Iya terimakasih," balas Kak Nadin yang aku tahu yang menemani Dava menjadi MC.
Aku membuka buku panduan yang diberikan saat hari pertama, aku membesarkan mata saat melihat setelah makan akan ada tata tertib kembali. Tidak bosan apa marah-marah. Tidak kasihan melihat kita yang selesai makan harus tersedak karena kaget mendapatkan suara sirine keras. Tidak kasihan melihat kita stres atau terkena penyakit jantung.
Makan masih ditenggorokan bisa-bisa harus keluar lagi jika begini caranya, perut juga tidak akan menerima dengan mudah. Bunda, kalau tahu kaya gini adek enggak mau kuliah bun, nikahin adek aja kalau harus gini bun.
"Kamu kebelakang ya, kata Kenan." Bisik mentorku.
Aku menggeleng, "Enggak usah kak." Aku tersenyum lalu melihat dari jauh jika Dava juga menyuruh ku pergi kebelakang mengikuti orang-orang yang memakai pita di lengan kirinya, yang aku ketahui jika mereka memiliki penyakit dan mereka di jauhi dari ketertiban ini. Tapi aku? Berpita saja tidak, masa iya harus ikut kebelakang, bisa-bisa yang lain curiga dan cemburu sosial kepadaku.
Dan beberapa detik suara sirine benar-benar terdengar jelas. Teriakan yang menyuruh kami untuk menunduk dan berteriak untuk maju bagi orang yang mendapatkan masalah saat pagi tadi.
Teriakan tersebut membuatku terus berucap. Astagfirullahalazim, Allahu akbar, innalillahi.
Kuatkan jantungku, kalau gini terus harus minta bunda stok yakult. Sayangi jantungku minum yakult tiap hari.
"Bundaaaaaaaaa adek mau pulang," rengekku dalam hati, jika benar-benar merengek bisa mati aku disini.
****
Ini dia Tatib Kenan. 🖤🖤🖤
MC Dava yang banyak inceran maba-maba. ❤❤❤
Ini dia ketua pelaksana ❤❤❤❤❤💞❤❤❤❤❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top