Day 2

Besoknya kau bangun dan mendapati Hajime yang sibuk di meja kerjanya. Kau lirik jam digital yang terletak di meja kecil di sebelah kasur.

Jam 6 pagi. Kau lirik lagi Hajime yang terlihat kehabisan ide. Dengan pelan kau sibak selimutmu dan menghampiri Hajime, lantas memeluknya dari belakang.

"Tolong lepaskan." ucap Hajime dengan nada datar dan dingin. Benar-benar seperti menolak keberadaanmu.

Kau pun akhirnya melepaskan pelukanmu. Tanganmu berhenti saat menyentuh pundak Hajime, lantas mulai memijat pundak pria itu. Hajime pun tak menolak saat kau mulai memijatnya.

"Bang, kamu serius waktu bilang mau cerai?" ucapmu membuka percakapan.

"Memang aku terdengar seperti bercanda saat itu? Perceraian bukan perkara enteng yang bisa dibuat bercanda." kau pun menunduk masih dengan tangan yang sibuk memijat pria berstatus suamimu itu.

Plak!

Dengan keras kau pukul punggung Hajime membuatnya terkejut sambil mengaduh kesakitan. Hajime pun berbalik dan lagi-lagi terkejut, tapi dengan cepat ia kembali menatapmu datar. Sebisa mungkin kau tahan air matamu. Agar tidak tumpah di depannya.

"Padahal aku udah punya rencana buat 5 tahun kedepan,"

Hajime menatapmu heran, "Tanpa membicarakannya padaku? Pantas sekali bukan jika aku memintamu untuk bercerai, kau saja sudah tak perduli denganku dan memilih memutuskan semuanya sendiri."

Bangsad nak cewe belom selesai ngomong maen mutusin ae. Awas lu bang masuk rumah sakit abis ini. batinmu sambil menatap kesal Hajime yang seenaknya menyimpulkan.

"Bang, goblok banget sih jadi orang? Rencana kayak gitu gak mungkin lah langsung diomongin semua, pasti bakal diomongin secara bertahap!" Hajime tampak terkejut saat kau mengatainya.

"Aku saja bisa memberitahu rencanaku untuk seminggu kedepan kenapa kamu tak bisa?" balas Hajime masih dengan nada dan mimik yang datar dan tenang.

"Emang apa rencanamu, bang?"

"Makan, kerja, kuliah, ngurus perceraian kita, trus ngeduda." jawab Hajime tanpa pikir panjang. Entah kenapa tiba-tiba kau merasa kesal.

"Gusti masih inget cerai ini orang kenapa kok gak inget aja sih?? Sini bang aku pukul dulu kepalamu sapa tau mendadak amnesia kayak di tam en jupri." hilang sudah rasa sedihmu setelah berdebat dengan Hajime.

Entah kenapa setiap kali kau berdebat dengan Hajime semua perasaanmu seolah menguap. Karena jelas yang kalian ucapkan sungguh receh dan tidak menghibur. Air matamu pun sudah tak menunjukkan tanda-tanda akan kembali terjun bebas.

Tanpa kau ketahui Hajime mengangkat kedua ujung bibirnya sedikit agar kau tak sadar akan perubahan kecil itu. Hajime sebenarnya juga masih sayang dan cinta kepadamu, entah apa yang kau lakukan sehingga membuat Hajime ingin cerai denganmu Hajime pun berbalik kembali memunggungimu.

"Sudahlah daripada kau ribut terus lebih baik buatkan aku sarapan." Hajime mulai sibuk menuliskan sesuatu di kertas yang ada di mejanya.

"Dikira aku pembantumu apa?!" tanyamu masih kesal.

"Yah, karena aku belum resmi bercerai denganmu aku akan mengganggapmu sebagai pembantuku." jawab Hajime asal.

"Wouf, Wouf!" teriakmu kesal sambil keluar kamar.

Blam!!

"Dia masih saja memakai kode itu saat mengatai seseorang." gumam Hajime sambil terkekeh lucu. Istrinya itu masih selucu biasanya, seolah-olah tak ada masalah yang menimpanya.

***
Saat kau selesai menata sarapan di meja makan, Hajime keluar dengan agak tergesa-gesa. Kau yang melihat Hajime tak berbelok sama sekali ke meja makan lantas berusaha menghentikan Hajime untuk sekedar meminum kopinya.

"Bang! Mau kemana?! Ini sarapannya gimana?" tanyamu saat Hajime dengan tergesa-gesa memakai sepatunya.

"Aku berangkat." pamit Hajime lantas berlari keluar rumah.

"Hati-hati dijalan!"balasmu setelah itu mendecak sebal menatap sarapan untuk porsi 2 orang dan kini kau sendiri di rumah. "udahlah kumakan semua aja stress aku lama-lama kepikiran ucapan si babang kemarin!"

Dengan itu kau pun dengan kesal, marah, sedih dan perasaan lainnya yang bercampur jadi satu pun melahap habis 2 porsi sarapan seperti sedang kesurupan setan lapar. Gila memang kekuatan perempuan saat mereka stress apalagi kau adalah tipe-tipe perempuan yang gampang stress dan melampiaskan pada pola makanmu. Beruntung saja lemak tak menggunung di bawah kulitmu.

Kau pun menatap Kuro yang daritadi diam sambil melihatmu asik sarapan dengan kesurupan. Baru sadar jika Kuro belum memakan apapun selain bermain. "Ya ampun, Kuro maafkan aku!! Aduh aku lupa kamu sama Hajime-kun lengket kaya kecoa di lem cap gajyah!" dengan segera kau pun mengeluarkan beberapa sayuran kesukaan Kuro dan menaruhnya di depan kelinci besar itu.

"Nee, Kuro ... menurutmu apa nanti Hajime-kun pulang dengan bekas lipstik ya di bajunya? Atau mungkin malah parfum wanita? Atau alkohol?" tanyamu mulai bermonolog di depan Kuro yang sibuk sarapan.

"Yah, apapun itu aku berharap Hajime-kun tidak jadi menceraikanku. Tapi, pasti nanti aku akan bertanya kenapa? Hm, kalau begitu mari merayu Hajime-kun dengan makan malam! Ya, makan malam yang enak!" dengan semangat kau pun berdiri. Kuro sendiri nampak tak peduli dan masih sibuk memakan sarapannya. Dasar seperti bapak dan anak saja! Sama-sama mengabaikanmu!

Kau pun akhirnya sibuk mencari resep makanan dan mulai mempraktekkannya. Membuat menu pembuka dan menu penutup khusus untuk hari ini. Memasaknya sendiri tentu sebuah tantangan untukmu. Sempat terbesit untuk meminta bantuan Yoru, sayang hari itu Yoru sibuk. Pilihan terakhir jatuh pada Aoi. Beruntungnya dirimu hari ini, hari libur Aoi kau bisa mendapat bantuan dari mama Gravi itu.

Kau pun mematikan kompor lantas menunggu datangnya Aoi sambil menonton tv. Sekitar 20 menit kemudian Aoi datang dengan beberapa bahan tambahan ditangannya. Kau pun langsung menyambut Aoi dan mulai memasak lagi setelah jeda 20 menit.

***

Makan malam sudah tertata dengan rapih diatas meja. Rasanya seperti sedang merayakan sesuatu dilihat dari banyaknya makanan diatas meja. Kau pun bertos ria dengan Aoi karena berhasil membuatnya denga segala kehebohan yang sempat terjadi.

Tiba-tiba ponsel Aoi berbunyi. "[Name]-san, aku pamit terima telpon dulu," kau pun menggangguk mengijinkanmu untuk menerima telpon itu. Dengan segera Aoi menerima telpon yang ternyata dari Kakeru.

"Moshi-moshi, Kakeru? Ada apa?"

"Ano nee, kapan kau pulang? Hari ini hari liburmu kan, Aoi-san?"

"Ah, aku akan pulang sekarang." balas Aoi.

"Yatta! Nee, Hajime-san datang ke dorm saat kau pergi tadi. Hajime-san ingin makan malam buatanmu katanya." Aoi menatapmu dengan raut wajah yang susah dijelaskan. Kau pun balas menatap Aoi bingung.

"Ah, ya. Tunggu saja aku akan pulang sebentar lagi, Jaa matane." Aoi pun memutuskan telponnya dan langsung memelukmu.

"Ano, ada apa Aoi-san?" tanyamu bingun dengan sikap Aoi yang tiba-tiba.

Aoi pun melepaskan pelukannya lantas memegang kedua bahumu sambil memasang senyumnya yang terlihat agak dipaksakan. "[Name]-san kau makanlah dulu aku akan menemanimu," Aoi mendorongmu agar duduk di kursi.

"Hah? Tapi aku mau makan sama Hajime-kun! Kau kenapa tiba-tiba begini?" tanyamu heran.

"A, itu ...."

"Jujur saja apa yang tadi dikatakan Kakeru, Aoi-san." paksamu sambil memegang kedua lengan Aoi. Aoi pun memalingkan wajahnya darimu, mungkin takut khilaf.

"H-hajime-san sedang berada di dorm dan sepertinya takkan pulang untuk makan malam ...." jawab Aoi masih memalingkan wajahnya.

Sebegitu bencikah Hajime sampai enggan pulang untuk sekedar makan malam dan sarapan. Mungkin tak lama lagi Hajime takkan pulang ke rumah sampai tiba waktunya kalian berpisah. Kau pun mengusap air matamu yang akan terjun. Lantas kembali tersenyum sambil menaruh kedua tangan dipinggang.

"Begini saja, makanan yang disini Aoi-san bawa sebagian besar ke dorm. Toh juga kita masaknya terlalu banyak, hehe." putusmu sambil mulai memasukkan masakanmu ke dalam kotak bekal besar. "nanti langsung kau pindahkan masakannya ke piring mereka dan menaruh sisanya di panci."

Aoi berjalan menghampirimu, "[Name]-san apa kau yakin? Bukannya tadi tujuanmu memasak untuk Hajime-san?" tanya Aoi sambil membantumu.

"Kamu bilang apa sih? Tentu saja tidak apa. Hajime-kun ada di dorm dan Hajime-kun tentu saja memakan masakanku walau dia mungkin tahunya kau yang memasaknya." kau masih sibuk menata masakanmu di dalam kotak makan itu.

Kau pun memberikan kotak makan itu ke Aoi, "Pergilah, kasian anak-anak asuhmu kelaparan, mama Aoi."

Setelah itu Aoi pun pamit pulang. Setelah kepergian Aoi, kau langsung jatuh terduduk memeluk kedua lututmu lantas menangis. Bahkan sampai Kuro berlari dan menatapmu bingung. Sadar sedang ditatap kau pun menatap balik Kuro lantas tersenyum dan mulai mengelus kepala kelinci besar itu.

"Saa, Kuro mari kita makan dan tidur."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top