04. Just Friend

Hari-hari berjalan seperti biasanya, sama seperti 3 hari lalu. Nata dengan moodnya yang mudah berubah, tetapi 3 hari terakhir mood nya sama ─hampa. Nata benar-benar seperti julukannya ─hantu, karena selalu melamun dan jarang berbicara. Tidak ada lagi raut ceria di wajahnya, ia seolah kehilangan semangat hidup. Hal yang sama padahal berbeda lainnya adalah gadis yang kini selalu bersama Septihan bukan lagi Nata, melainkan Chelsea si murid baru yang sudah dikenal oleh semua warga sekolah karena sikapnya yang friendly.

Semuanya berubah semenjak 3 hari lalu, dimana tidak ada lagi jemputan pagi sekali dari Septihan. Tidak ada lagi jemputan ke kelasnya untuk mengajak ke kantin dan makan bersamanya juga teman-temannya. Tidak ada lagi pesan-pesan spam yang mengingatkannya untuk makan atau sekedar menanyakan apakah Nata memiliki PR. Handphone Nata rasanya terlihat begitu flat tanpa notifikasi pesan dari Septihan, karena anak itu satu-satunya teman chat Nata yang bertahan cukup lama dari teman-temannya yang lain. Karena Septihan selalu memiliki topik obrolan yang menyenangkan, dan Nata nyaman untuk mengikuti alur dari topik tersebut.

Tapi sekarang dalam sekejap semuanya berubah, satu hal lainnya yang berubah adalah jemputan saat pulang. Dulu, saat ia belum mengenal Septihan. Biasanya Bang Juna yang menjemputnya meskipun tak setiap hari selalu bisa menjemputnya, hingga ia mengenal Septihan dan kebiasaan itupun berubah. Dengan terpaksa karena Juna juga sibuk dengan kuliahnya, akhirnya ia mengijinkan Septihan untuk menggantikannya mengantar-jemput Nata. Padahal saat itu Nata sempat menolak karena ia bisa naik angkutan umum, tapi Juna tak mengijinkannya.

Masalah berangkat bersama yang tidak lagi terjadi, Juna sudah tahu itu. Tetapi yang ia tahu bukanlah alasan yang sebenarnya. Nata berbohong dengan berkata bahwa Septihan mulai 3 hari yang lalu harus berangkat bersama adiknya sendiri, dan Nata pun membujuk Juna agar ia diizinkan berangkat sekolah dengan naik bis. Melihat adiknya yang terus memohon akhirnya Juna mengijinkan dengan syarat jika ada apa-apa harus langsung menghubungi Juna. Nata tentu langsung menyetujuinya karena itu syarat yang mudah.

Dan kini, masalah pulang sekolahnya. Juna tahunya Nata masih diantar pulang oleh Septihan karena di jam Nata pulang ke rumah Juna masih di tempat kerja sampingannya. Tapi hari ini Juna sedang tidak bekerja, ia ada di rumah. Dan Nata takut jika kakaknya mengetahui bahwa ia dan Septihan sudah tidak lagi dekat seperti dulu. Bisa-bisa Juna kembali mengomelinya 24 jam dan setelahnya kembali overprotective, melarang Nata dekat dengan lelaki manapun karena semua lelaki itu sama saja termasuk Juna sendiri.

"Nata?"

Nata menoleh saat mendengar ada yang memanggilnya dari belakang, tiba-tiba ia merasakan sesak di dadanya saat tatapannya bertemu dengan tatapan dingin Septihan yang berjalan bersama teman-temannya. Kenapa lelaki itu masih ada di sekolah? Padahal 3 hari kemarin selalu pulang lebih awal.

"Lo belom pulang juga?" Tanya Melvin kembali. Entah hanya kebetulan atau apalah, tetapi disaat yang bersamaan dengan Septihan yang terlihat menjauh dari Nata secara tiba-tiba. Lelaki bernama lengkap Leonardo Melvin ini juga tiba-tiba terlihat sok akrab dengan Nata, tetapi Nata tidak terganggu dengan itu. Meskipun ia masih bingung, karena biasanya Melvin tidak pernah berbicara padanya seperti teman-teman Septihan yang lain kecuali Harsa.

Selain Melvin dan Septihan, di sana ada juga Jordan, Harsa, Darrell, dan Chelsea satu-satunya perempuan di antara mereka.

"Aku.. Nunggu Bang Juna." Jawabku pelan seraya kembali menunduk dan kembali menatap ujung sepatuku.

Melvin terdiam sejenak hingga akhirnya ia mengangguk-angguk mengerti, meskipun ia masih heran karena.. Bel pulang sekolah telah berbunyi dari 30 menit yang lalu tetapi Nata masih menunggu kakaknya? Kakaknya masih belum kesini dari tadi atau Nata belum lama menghubungi kakaknya?

"Yaudah, kita duluan ya." Pamit Melvin ragu tetapi ia tetap melanjutkan langkahnya menuju tempat motornya terparkir, ia ragu meninggalkan Nata sendirian karena sekolah sudah terlihat sepi.

"Babay, Nataa~" Pamit Harsa yang hanya diangguki pelan oleh Nata.

Septihan dan teman-temannya telah pergi, di parkiran yang dekat dengan halte bis itupun kini hanya tersisa Nata seorang diri. Yang masih menunduk entah menunggu apa, karena sebenarnya Juna tidak akan menjemput gadis itu karena tidak Nata hubungi. Nata hanya takut diinterogasi ini-itu lagi oleh kakaknya, ia baru saja merasa bebas karena tidak lagi dikekang oleh kakaknya.

Hingga suara motor yang mendekat membuat Nata mendongak untuk melihat siapa yang datang, tapi setelahnya ia malah terdiam kaku. Untuk apa lelaki itu balik lagi kesini?

"Bang Juna belom gebukin gue yang udah telantarin adeknya gitu aja, berarti dia belom tahu kalo kemarin gue lepas tugas dari janji gue."

Nata menatap heran lelaki di depannya yang terus nyerocos dengan wajah datar. Ngomong apasih? Gak jelas! Batin Nata.

"Apalagi? Mau nungguin jemputan gaib? Ayo pulang." Ajak Septihan seraya melirik jok motor di belakangnya, meminta Nata untuk segera naik.

"Gak usah, gue naik bis aja." Ketus Nata seraya berniat meninggalkan Septihan yang telah siap dengan motor yang entah sejak kapan berubah menjadi motor kesukaan Nata. Motor Ninja. Tak lupa Nata juga mengubah cara bicaranya karena refleks, entah kenapa tiba-tiba ia merasa kesal dengan lelaki di depannya ini.

Tetapi belum satu langkah, lengan Nata sudah di tahan oleh Septihan. "Nggak usah bandel, jam segini bis udah gak ada."

"Yaudah, berarti naik angkot." Balas Nata masih ketus seraya melepaskan cengkraman tangan Septihan pada lengannya, tidak terasa sakit tetapi entah mengapa Nata enggan untuk dekat dengan lelaki itu.

"Ck, gak usah keras kepala Natasha. Soal kemarin nanti aku ceritain, sekarang kamu naik dulu. Udah sore banget ini." Bujuk Septihan yang akhirnya dituruti gadis itu, jika bukan karena kakaknya yang akan mengomel jika ia pulang telat, tidak mau sekali ia pulang dengan lelaki ini.

Selama dalam perjalanan, tidak ada yang membuka suara sama sekali. Nata yang biasanya berpegangan erat pada pinggang Septihan atau bahkan memeluknya karena Septihan yang membawa motornya seolah mengajak Nata cepat mati. Tapi kali ini hanya memegang ujung jaket Septihan meskipun membuatnya agak ketakutan karena motor Septihan kali ini membuat tubuhnya terus condong ke arah lelaki itu, bahkan Nata melihat ada yang berboncengan menggunakan jenis motor yang sama dan mereka berpelukan sangat erat. Melihatnya saja sangat menjijikan, tetapi Nata sadar diri karena ia pernah bahkan sering melakukannya saat Septihan masih menggunakan motor lamanya. Bahkan ketika keduanya hanya berstatus sebagai teman.

Beberapa menit yang lalu, di parkiran tetapi di tempat yang berbeda dengan tempat Septihan yang sibuk membujuk Nata agar pulang bersamanya.

"Mereka emang sedeket itu, ya?" Tanya Chelsea bingung dengan sikap Septihan yang baru ia ketahui, ketika Nata lebih diprioritaskan daripada dirinya yang kini dititipkan kepada Jordan.

"Bahkan satu sekolah ini tahunya mereka itu pacaran, katanya sih bestcouple di angkatan kita." Jawab Darrell malas.

"Padahal aslinya?"

"Just friend." Ucap Melvin, Jordan, Harsa, dan Darrel secara bersamaan. Membuat Chelsea terkekeh pelan, karena 4 lelaki itu mengatakannya begitu mudah dengan wajah datar seolah mengejek Septihan. Untungnya lelaki itu sedang tidak ada disana.

"Cuman temen tapi emang sedeket itu?" Tanya Chelsea masih penasaran dengan hubungan Septihan dan Nata, 4 lelaki itupun mengangguk secara bersamaan.

"Tapi semenjak aku pindah, kayaknya mereka gak sedeket itu. Bahkan, aku gak pernah lihat mereka deket banget kecuali pas di kantin waktu itu." Ucap Chelsea bingung, apakah hubungan sahabatnya dengan gadis bernama Natasha memang serumit itu?

"Selain bestcouple, mereka juga dijulukin ttd. Teman tapi dekat, awalnya kayak ngejek gitu sih. Kek pertanyaan, temen? Tapi kok deket gitu? Tapi sekarang mereka malah kek penumpang kapal ttd ini." Harsa menjelaskannya secara singkat, padat, dan jelas.

"Waduh, sampai ada perkapalannya ya."

"Tapi, semuanya pasti sadar kalo saat ini hubungan mereka gak lagi baik-baik aja." Ucap Melvin tiba-tiba.

"Semuanya sadar hal itu kecuali Septihan yang udah mah gak peka eh cowok lagi." Ucapan Harsa lagi-lagi membuat Chelsea merasa lega karena orang yang tengah dibicarakan tidak ada disini, ia juga merasa kasihan karena telinga Septihan pasti terbakar karena sedang menjadi bahan gibah.

























─Bersambung..

bwa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top