01. I Like Him For No Reason


Jatuh cinta sepihak. Bertepuk sebelah tangan. Atau mungkin.. Friendzone? Apakah kalian pernah mengalaminya? Atau bahkan sering?

Aku hanya ingin bertanya, apakah jatuh cinta pada seseorang memang se-menyakitkan ini? Maksudku jatuh cinta sepihak. Mencintainya secara diam-diam, karena takut dengan fakta bahwa orang yang kita sukai juga tengah mencintai sosok lain. Jika bukan karena alasan itu, bagiku mengungkapkan perasaan adalah suatu hal yang mudah. Mungkin menerima tanggapannya mengenai perasaan itu juga yang membuatku ragu, aku takut orang yang kusukai tengah berasa dalam fase yang sama sepertiku ─menyukai seseorang yang sayangnya orang itu bukanlah aku atau lebih parahnya dia telah memiliki kekasih.

Itu adalah tanggapan jika ia tidak bisa menerima perasaanku karena ada hati lain yang ingin ia dapatkan atau ingin ia jaga. Lalu bagaimana jika tanggapannya bahwa ia juga menyukaiku? Bahwa selama ini ia juga mempunyai perasaan yang sama denganku? Bahkan ketika ingin mengungkapkan perasaannya ia juga memiliki ketakutan seperti diriku, bahwa aku tengah menyukai orang lain. Tapi apakah itu mungkin? Sosok yang selalu diidam-idamkan banyak gadis itu tidak mungkin menyukaiku yang bahkan kehadirannya jarang disadari. Aku bukan gadis yang cantik, bukan juga gadis yang berprestasi atau pintar bergaul. Aku hanya gadis pemimpi, yang memiliki mimpi setinggi langit tetapi tak pernah berusaha menggapainya kecuali membuat rencana yang tak pernah terealisasikan.

Ketika aku menaruh rasa pada lelaki itu, aku tidak pernah mencari tahu latar belakangnya terlebih dahulu. Dan itulah kesalahanku. Aku tidak pernah mencari tahu apakah ia memiliki sosok yang ia sukai? Apakah ia anak yang populer? Dan apakah ia telah memiliki kekasih? Harusnya hal itu ku lakukan sebelum menaruh rasa secara diam-diam dan lama-kelamaan rasa itu berubah menjadi diri yang tumbuh dalam hatiku, lalu menyakitiku secara perlahan. Rasa sakit ketika mencintainya muncul begitu aku sadar bahwa seseorang yang kusukai ternyata anak yang populer, dengan kata lain bahwa yang menyukainya bukan hanya diriku. Tapi itu bukanlah hal utama yang membuatku merasa begitu tersakiti ketika mencintainya seorang diri, aku lebih sakit dengan pemikiran bahwa ia juga tengah menyukai seseorang dan aku tak bisa menjadi orang tersebut.

Orang yang kusukai itu adalah..

"SEPTIHAN!"

Teriakan tersebut membuyarkan lamunanku, aku mengerjapkan mata dan melihat ke sekitar ku. Ternyata aku masih berada di tribun lapangan basket outdoor, dan aku merutuki kebiasaan bermonolog didalam hatiku yang selalu tidak tahu tempat. Seperti saat ini, didalam hatiku penuh dengan kalimat-kalimat yang tak bisa ku ungkapkan padahal orang yang ku bicarakan dalam hati ada tepat di depanku. Ia adalah orang yang namanya di teriakkan tadi, Septihan Nawangga.

Lelaki yang belum satu tahun ku kenal tetapi kami sudah dekat seperti telah berteman selama bertahun-tahun, dan sayangnya dalam waktu singkat itu juga aku telah menaruh rasa padanya. Aku jatuh cinta pada Septihan, sepihak.

"Gue kira lo udah pulang duluan."

Aku menoleh ke samping kananku, pada orang yang baru saja datang dan mendudukkan dirinya di sebelahku. Rachael Zoeyea atau lebih sering di panggil Zoey, gadis itu salah satu teman dekatku dari SMP yang sayangnya ketika telah memasuki SMA kami jarang bertemu lagi karena berada di jurusan yang berbeda. Aku di jurusan Sastra Indonesia, sedangkan Zoey berada di jurusan IPA.

Siang tadi gadis itu menagih janjiku padanya minggu lalu tentang menginap bersama di rumahku selama hari libur yang kebetulan hari ini telah hari Jum'at yang artinya 2 hari besok adalah hari dimana kami bisa beristirahat dari pelajaran untuk sementara waktu, tetapi minggu ini tentu berbeda karena aku tak akan menghabiskan hari libur ku seorang diri.

Ketika kami berdua telah berencana bahwa saat pulang sekolah akan langsung ke rumah Zoey untuk mengambil pakaian gantinya lalu ke rumahku, tetapi rencana itu gagal saat orang yang ku sukai ─Septihan, memintaku untuk menemaninya latihan basket hingga sore. Belum sempat menjawab, Zoey sudah lebih dulu mengiyakan ajakan Septihan dengan berkata bahwa seharusnya lelaki itu tidak perlu izin jika ingin membawaku kemanapun seraya tersenyum jahil. Selain diriku sendiri, Zoey juga mengetahui perasaanku terhadap Septihan. Bahkan gadis itu yang membuatku menyadari perasaan tersebut, salah satu keuntungan berteman dengan Zoey adalah karena gadis itu pandai menyimpan rahasia. Alasan yang membuat pertemanan kami langgeng hingga saat ini, dan aku harap hingga tua nanti pun pertemanan ini masih bertahan.

Dan disinilah aku berakhir, menemani Septihan berlatih basket bersama teman-temannya yang hanya beberapa yang ku kenal. 3 jam menemani seraya duduk di tribun bersama tas anak-anak itu entah mengapa tidak membuatku merasa bosan, justru aku malah senang bisa melihat Septihan yang ketampanan nya bertambah berkali-kali lipat ketika sedang bermain basket dengan wajah penuh keringat.

"Lo masih kesel ya karena masalah tadi?" Tanya Zoey ketika melihat ku yang hanya melihat lurus pada Septihan dan teman-temannya yang tengah berlatih basket.

Lagi-lagi belum sempat menjawab gadis itu kembali berbicara, "Eh harusnya sih enggak ya, kan dengan ini lo bisa liat crush lo sepuasnya."

Lanjut Zoey dengan senyum menyebalkan dan alis yang naik turun, tangannya juga mencolek daguku membuatku langsung menepis nya pelan dan berdecak kesal.

"Diam ya kau babi!" Bentak ku pelan seraya melotot kesal, yang sayangnya hal itu justru malah membuat membuat Zoey semakin berisik dan membuat anak-anak yang tengah berlatih basket itu berhenti lalu menoleh ke arah kami.

Tawa keras Zoey yang puas melihatku yang kesal malah membuatku malu, karena Septihan juga melihat ke arahku dan tersenyum geli.

"Diem, bikin malu orang aja ya!" Ucapku seraya menutup mulut Zoey dengan tanganku agar gadis itu berhenti berisik.

"Mana saya peduli, kan yang malu elo bukan gue." Balas Zoey setelah melepaskan tanganku yang menutupi mulutnya.

"Dasar anak setan." Gumamku setelah mendelik kesal, lalu terdiam kaku setelah melihat Septihan dan teman-teman dekatnya tengah berjalan ke arah kami berdua.

"Pantesan tempat yang tadinya kayak gak ada penunggunya ini tiba-tiba berisik ternyata karena ada nenek lampir, kecil-kecil suaranya kek toa ya." Celetuk salah satu dari 3 teman dekat Septihan, aku tahu itu bukan untukku makanya aku hanya tersenyum tak peduli.

Sedangkan Zoey yang tahu itu untuknya, gadis itu tentu tak terima. "Diem lo, sat!" Sentak Zoey seraya melotot dan membuat nyali lelaki itu menciut, sadar bahwa Zoey sedang tidak ingin bercanda.

Terdengar tawa renyah dengan suara berat dari Septihan yang langsung membuatku menoleh, ini suatu hal yang langka. Septihan memang sering tersenyum untuk memamerkan senyumannya yang sangat manis, tetapi lelaki itu jarang tertawa atau sekalinya tertawa malah terkesan terpaksa. Dan itu berlaku padaku juga, karena.. Aku memang bukan siapa-siapa nya yang pantas lelaki itu spesial kan.

"Kalo dilihat-lihat Harsa sama Zoey ternyata cocok juga ya."

"Gue setuju sama Melvin, kalian cocok karena sama-sama mirip setan."

Aku dan Septihan tertawa mendengar ucapan Melvin dan Jordan, sedangkan Harsa dan Zoey merengut kesal. Tom & Jerry itu sangat anti jika di cocok-cocokkan seperti itu, terlebih lagi Zoey menyukai.. Salah satu di antara Melvin dan Jordan.

"Yang mirip setan itu bukan gue, tapi Nata." Balas Harsa yang entah mengapa suasananya tiba-tiba langsung berubah, mereka langsung diam dan melirik ke arah ku secara bersamaan. Apa? Kenapa mereka malah terlihat tidak suka ketika Harsa memanggilku seperti itu? Aku saja tidak keberatan loh dipanggil seperti itu, aku tidak terganggu dengan sebutan yang aku sendiri bingung mengapa mereka bisa memanggilku seperti itu. Ekspresi Septihan juga langsung berubah datar tetapi ia terlihat berusaha menyembunyikan tatapan dinginnya padaku, salah satu alasan mengapa aku tidak mau menjadi orang yang peka adalah aku bisa mengetahui suasana hati yang mereka sembunyikan.

Suasana yang tiba-tiba menjadi hening itu dihentikan oleh Septihan, ia tersenyum tipis lalu mengusap kepalaku.

"Aku ganti baju dulu, kamu sama Zoey ke parkiran duluan aja ya." Ucap Septihan masih mengusap lembut kepalaku.

Tak ingin membuat suasana hatinya semakin memburuk tanpa alasan, aku tersenyum dan mengangguk semangat.

"Jangan lama ya, sore gini Mama pasti udah pulang." Balas ku mengingatkan lelaki itu bahwa sekarang waktu telah menunjukan pukul 4 sore dan aku belum pulang juga, apalagi aku sama sekali tidak izin ataupun memberi tahu orang rumah bahwa aku akan pulang terlambat. Wahh aku baru mengingat hal itu, ya mau bagaimana lagi mungkin setelah pulang ke rumah aku hanya harus mendengarkan omelan Bang Juna yang lebih cerewet dibandingkan Mama.

Septihan tidak membalas, ia malah terdiam seolah baru mengingat hal itu. Aku sendiri bukannya tidak sengaja atau lupa untuk meminta izin pulang terlambat, tetapi aku sengaja tidak izin karena Septihan yang menyuruhku. Lelaki itu tahu jika Bang Juna pasti tidak akan mengizinkanku pulang terlambat apalagi bersama laki-laki, dan hal itu pernah atau bahkan sering terjadi. Dimana Bang Juna tengah memergoki aku dan Septihan ketika kami tengah jalan bersama, ia sangat marah karena aku berkata akan pergi bersama Zoey tetapi malah bersama laki-laki.

"Iya."

***

Acara menginap di rumahku pun akhirnya terjadi, meskipun harus tertunda karena aku diwajibkan untuk mendengarkan omelan Bang Juna terlebih dahulu. Cukup memalukan karena 2 jam lelaki itu mengomeliku di hadapan Zoey yang tiba-tiba menunjukan wajah tak bersalah, ia malah ikut mengompori Bang Juna dengan bercerita aneh-aneh tentang diriku dan Septihan. Hingga tepat jam 09 malam kini aku dan Zoey sudah berada di dalam selimut yang sama, memakai piyama kembar berwarna hitam dengan motif beruang, selain menonton film bergenre thriller di TV kami juga saling bertukar cerita. Dan kini bagian Zoey yang bertanya dan aku yang menjawab dengan cara menceritakannya secara detail.

"Udah berapa lama lo kenal Septihan?" Tanya Zoey seraya menatapku penuh antusias.

Aku memutar bola mata malas, "Please Zoey, why does it have to be about Septihan?"

"Karena tentang lo, yang menarik itu cuman hubungan lo sama dia. Selebihnya membosankan, seperti yang lo bilang." Balas Zoey dengan santainya. Sungguh, dulu aku mengapa mau berteman dengan manusia seperti ini?

"Sialan, nyebelin banget punya temen!"

Zoey mengangguk-anggukkan kepalanya, "Yes, that's me. Don't change the subject, now tell me how you got close and since when?"

Aku menghela nafas, sepertinya Zoey tidak akan mau mengalah. Entahlah, jika mengingat tentang Septihan, terkadang aku meragukan perasaanku sendiri. Apakah aku benar-benar menyukainya atau tidak? Atau apakah selama ini ku hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat? Tetapi sahabat macam apa yang merasa cemburu ketika melihat Septihan tersenyum kepada gadis lain? Tetapi sahabat mana juga yang memiliki hak untuk cemburu? Padahal statusnya hanya sahabat, bukan orang yang berhak melarang lelaki itu tersenyum kepada orang lain. Jangankan melarang, memiliki rasa cemburu saja rasanya sudah tak pantas.

"Heh!" Sentak Zoey seraya menyenggol lenganku pelan, membuatku tersadar dari lamunanku. Huhh, lagi-lagi.

"Cerita dong, kok malah bengong."

"Aku kenal dia dari kelas 10 semester 2, waktu itu dia ngajakin ke sekolah bareng. Akhirnya malah deket sampai sekarang, dan.. Aku malah naruh rasa sama dia." Ucapku dengan mata mengarah ke film yang tengah terputar tetapi pikiranku bukan berisi tentang film tersebut.

"Oke, pertanyaan kedua. Kenapa dia pake aku-kamu, bukannya cuman temen?" Tanya Zoey seraya meledek ku, gadis itu masih saja tak percaya jika aku dan Septihan tidak memiliki hubungan apa-apa.

"Ck, aku juga gak tahu. Dari awal ketemu udah gitu, dan keterusan sampai sekarang. Dan aku sama Septihan tuh emang cuman temen, harus berapa kali aku bilangin sih?!" Tanyaku lama-lama emosi, aku baru tahu jika Zoey ternyata se menyebalkan ini.

Lagi-lagi Zoey tertawa terbahak-bahak melihat diriku yang kesal karena tingkahnya, "Okay-okay, sorry. Yang terakhir ini, eumm.. Kenapa lo bisa suka anak itu?"

Aku terdiam, bukannya tak mau menjawab.. Tetapi aku juga tak tahu jawabannya. Kenapa? Kenapa harus Septihan yang kusukai? Tentu tak hanya kali ini aku mendapatkan pertanyaan itu. Sering kali aku bertanya hal itu pada diriku sendiri, tapi sampai kini aku tak pernah menemukan jawaban untuk pertanyaan itu.

"I don't know, I like him for no reason."















─Bersambung..

Mau move on setelah berniat uncrush, eh malah susah karena pas nulis ini pasti inget anak itu:)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top