[The Ethereal] Verstanden, Danke.
About 3rd chapter's conflicts on old version. Part of main plot, made for fun.
Enjoy.
Niall menyapukan pandangannya pada sekeliling—selama berpijak di atas balkon—sembari mengawasi tiap-tiap relawan yang saat ini akan lulus dari Akademi Militer Acxerpa. Satu-satunya hal yang tentu tidak terlalu payah bagi sang tabib adalah menunggu. Kadang terpikir sejenak ia bisa bercanda sedikit soal bakal berguna kalau gejala Inktears Allen mendadak kumat. Matilah aku, pikirnya. Berhubung sang pangeran pun berdiri mendekati batas balkon, dia ingin absen.
Sayangnya, pemuda pembelot itu—Allen—sedang tidak menghendaki candaan. Juga, tidak peduli.
Sorot Allen menungkik tajam ke bawah seolah semua kesalahan gerak latihan para relawan bisa ia catat tanpa terkecuali, lebih-lebih hal tersebut sangat menjengkelkan untuk dijelaskan. Seusai memperlihatkan hilang minat secara keseluruhan, termasuk untuk Niall sendiri, ia berakhir membalikkan badan dari balkon.
Bukan hanya mereka, akademi pun secara rahasia dihadiri oleh Pangeran Trias.
Niall bergantian melirik dalam diam terhadap kedua Putra Mahkota di sana. Ketika semua orang sadar, dia bisa menjadi saksi atas tindak tanduk dari para raja baru—bahkan terlampau tergambar seperti berusaha bunuh diri di tengah-tengah monster politik. Tentu, tidak ada yang terlalu menyukai mereka sebagai bangsawan.
Namun, bukankah kepalsuan adalah sesuatu yang lumrah? Semua tempat berhak damai pada masanya.
"Anggaplah rumah sendiri." Timpal Trias, kemudian di hadapannya ia menarik kursi dan duduk lebih dulu sebelum mempersilakan Allen untuk mengikutinya. Pemuda berdarah mortal itu coba-coba lancang padanya, tetapi si lawan bicara tak peduli. Dalam hati pun dia justru mendengkus geli.
"Anggap rumah sendiri." Allen pelan-pelan menggeret kursi sewarna saga sambil berucap, menggiringnya pada pembatas balkon. Lalu, pemuda tersebut menginjak dan menduduki pembatas balkon hingga Niall benar-benar hampir lupa untuk tidak menyelak. Membayangkan Allen jatuh dari balkon hanya karena tak mau kalah duduk lebih tinggi daripada Trias sungguh sangat memalukan. Apa yang akan ia katakan pada Raja Korm kalau saja hal itu terjadi?
Belum selesai sampai di sana, setelah itu ia malah mendapati Allen melirik padanya dan kelepasan terkekeh.
Ada tatapan jangan ikut campur di dalam sorot sang komandan. Begitulah. Setidaknya memaki dalam hati tidak pernah menjadi hitungan krusial bagi Allen kalau Niall melakukannya hingga sepuluh kali. "Bagus kau tidak secerewet Axer," tambah Allen, hampir bergumam. "Kami saling punya tamu ... dan semisal aku memang terjatuh dari tempat ini, mengapa tidak kauhitung saja menjadi selangkah bagi menteri-menteri Ayahanda?"
Aku jaga diri atau tidak, hasilnya sama saja, bukan?
Harfiahnya, aku tidak akan mati.
Belum.
Kini giliran Trias yang tergelak sarkastik. "Terdengar seperti kau memang siap berbuat apa saja," sikap ledek Trias makin menjadi. Beruntung tidak ada orang lain di sekitar sana, pikir Niall. Meski begitu, Allen tetap saja terkekeh kecil sampai hampir membungkuk sempurna.
Trias menyandarkan punggung cepat, "Lagi pula, sampai nanti, tidak ada yang menginginkan semuanya berakhir adil."
"Ada waktu di mana terlihat bodoh akan membawamu pada hasil yang kauinginkan," di antara pembicaraan yang abstrak itu sekelebat bayang tentang ruang-ruang Ethereal muncul begitu jelas. Allen menggantungkan kalimatnya, menjamu Kartu ASnya baik-baik dalam kepala, kemudian menyimpan dalam diam kembali di hadapan sang sekutu. "Kau mau coba?"
Trias bergeming.
Selang beberapa detik ia menghirup lebih banyak udara. "Dan seharusnya kau tampak takut."
Dia tahu Allen memiliki sesuatu. Trias bahkan peduli soal pembersihan, sebagai harga dirinya menjadi Putra Mahkota, pula beserta sisi polos yang ia hinakan dari sang rekan. Namun, dalam waktu bersamaan ia seakan diajari untuk menerima dan menghapus bagian tersebut tanpa harus merasa sulit. Lalu, Trias mendongak kembali seusai kesekian kali memalingkan wajah—memandangi sekitar.
Sekarang Allen seolah-olah memperlihatkan raut agak takut dengan kondisinya sebagai penerus langsung.
Entah itu karena kalimat Trias.
Atau ia bermaksud memperlihatkan keadaan Trias? Seperti refleksi cermin bagi sang pangeran? Mengejeknya sambil bergurau?
"Yang Mulia Trias," ujar Allen. "Sewaktu-waktu kau atau aku pasti jatuh dari ketinggian." []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top