Valentine's Day by AstKazu
Song: Valentine's Day by Linkin Park
..................................................................
Tidakkah kau ingat denganku?
My insides all turned to ash, so slow ...
Aku melihatmu dari sini sepertinya tak mengingatku lagi.
And blew away as I collapsed, so cold
A black wind took them away, from sight
And held the darkness over day, that night
Di sini aku melihatmu bersenda gurau dengannya. Sangat bahagia seakan kau dan dia hanya ada berdua di dunia ini. Makan bersama di sebuah restoran, berjalan beriringan bergandengan tangan ketika udara malam kian menyengat kulit tangan kalian, dan seolah kalian berasumsi kalian akan selamanya begini.
And the clouds above move closer
Looking so dissatisfied
But the heartless wind kept blowing, blowing
Melihatmu setiap hari seperti itu, bukankah dulu aku yang ada di sisimu?
I used to be my own protection,
Aku berusaha menghentikan pengintaian setiap harinya. Aku berusaha melindungi hatiku yang terasa rapuh ketika kau bahkan tak pernah sekali pun mengingatku.
but not now
Cause my path has lost direction, somehow
Aku tak tahu lagi harus pergi ke mana selain mengikutimu setiap harinya.
A black wind took you away, from sight
And held the darkness over day, that night
Malam ini aku merasa aku tidak lagi boleh mengalah.
And the clouds above move closer
Looking so dissatisfied
Dalam dingin aku berusaha melawan arus. Malam segelap hatiku, segelap mata hatiku yang buta, segelap langkahku yang penuh rasa ingin menyusulmu namun segalanya menghadangku.
And the ground below grew colder
As they put you down inside
Kau tahu betapa menyakitkannya hal ini?
But the heartless wind kept blowing, blowing
Angin terus membisik sayup-sayup menyetujui apa yang akan kulakukan di malam indah ini.
So now you're gone, and I was wrong
I never knew what it was like, to be alone
Siapa yang menyangka bahwa katanya cinta sejati akan terpisah? Ya, kau bilang seperti itu padaku. Semakin aku percaya kita tak akan terpisah.
Dan malam ini aku sendiri melangkah masuk ke dalam rumahmu.
On a Valentine's Day, on a Valentine's Day ...
Betapa lucunya aku menemukan kau masih menyimpan kaset berisi video kita masih bersama.
On a Valentine's Day, on a Valentine's Day ...
Kau juga menggantung lukisan yang telah kubuat semalaman untuk menghadiahi ulang tahunmu ketika itu.
On a Valentine's Day, on a Valentine's Day ...
Aku pun tertawa lirih bahagia. Mondar-mandir di rumahmu untuk menghias rumahmu dengan untaian tali kertas warna-warni di setiap sisi tembok, kemudian menebar balon berwarna merah dan putih di ruang keluarga. Kuukir namaku dan namamu di pintu rumahmu, aku pun menorehkan dindingmu dengan nama-namamu menggunakan cat berwarna merah.
(I used to be my own protection, but not now) ...
Masih ingatkah hari ketika kita masih bersama di malam Valentine? Aku memberimu cokelat, tetapi kau malah menatapku dengan sendu.
(Cause my mind has lost direction, somehow) ...
Aku bertanya, kenapa?
On a Valentine's Day, on a Valentine's Day ...
Kau hanya menangis di depanku. Kau berkata kau ingin mengakhiri segalanya tentang bersamaku. Di malam dingin itu. Malam penuh keromantisan, namun malam penuh duka untukku.
(I used to be my own protection, but not now) ...
Aku terdiam.
(Cause my mind has lost direction, somehow) ...
Aku sudah mati malam itu.
Tidakkah kau ingat denganku?
***
Tercenung menatap gagang pintu, wanita karir bermabut pirang gelombang pendek itu menatap pada pintu rumahnya yang terbuka. Gagang pintunya rusak, seperti dibobol oleh penjahat.
Ia pun ketakutan. Siapa yang masuk ke rumahnya?
Tadinya ia berpikir akan menelepon polisi untuk langsung menyidik rumahnya. Namun sayangnya rasa penasaran malah menguasainya, apalagi ketika mendengar suara familier dari seorang laki-laki. Suara serak basah dan rendah itu, memanggil namanya lewat speaker.
Shailene.
Tubuh perempuan itu membeku, matanya membelalak terkejut.
Apa yang kau bawa itu? tanya seorang wanita membalas panggilan dari sang laki-laki. Itu adalah suara wanita itu sendiri. Suara Shailene.
Shailene kontan membuka pintu tetapi ia langsung terkejut ketika mendapati rumahnya telah dihias sekaligus dicoreng oleh seseorang. Cat merah mengotori nyaris seluruh dinding dengan namanya, membuat kesan menakutkan tetapi Shailene tetap menelusuri masuk. Ia pun menoleh pada televisi yang tidak ditonton siapa pun.
Dia ingat kapan persisnya kejadian video itu. Dia memperhatikan. Tapi dia tidak pernah tahu laki-laki itu ternyata merekamnya diam-diam di suatu sudut.
Cokelat, kata laki-laki itu dengan nada datar, terlihat dari samping. Namun Shailene sangat ingat laki-laki itu tersenyum tulus biarpun suaranya terdengar menyeramkan. Selamat hari Valentine, lanjutnya.
Shailene menutup mulutnya dengan tangan bergetar. "Ben ...," bisiknya, "apa kau di sini?"
Namun tak ada respons selain video yang terus berputar. T-terima kasih Ben ..., jawab Shailene yang ada di televisi dengan getir, tapi aku tidak bisa menerimanya.
Kenapa?
Aku ... aku ingin mengakhiri hubungan kita sampai sini.
Jantung Shailene berdegup kencang ketika mendengarnya. Apa yang dia pikirkan saat itu? Mengapa dia begitu kejam?
A-apa? Tapi kenapa? Shailene, jawab aku! mohon Ben meraih tangannya.
Shailene di televisi langsung menepisnya, dia berbalik, sebelum akhirnya berkata, maaf Ben. Aku hanya ... aku hanya ..., namun ia langsung berlari.
S-Shailene! Ben pun segera meraih kamera tersembunyinya dan mematikan videonya. Keheningan pun menguasai rumah Shailene.
Selain isak Shailene yang menjadi-jadi. Iya, dia memamg ingin mengakhiri hubungannya itu hanya karena dia bosan dengan Ben. Tapi kenapa ia baru menyadari, malam Valentine, harusnya dia tidak melakukannya saat itu.
"Ben ... keluarlah. Jika kamu benar ada di sini," mohon Shailene.
Suara keresak terdengar di belakang. Rupanya Ben sedari tadi tak sebenarnya sembunyi. Ia ada di balik tanaman palsu di pojok ruangan. Ia mengenakan hoodie hitam menggunakan tudung jaketnya, menatap dengan suram dan menakutkan.
"Ben, maafkan aku ... aku tidak tahu kamu sampai sebegininya karena ...."
Namun Ben tak membalas apa-apa, dia hanya mendekat sambil mengeluarkan sebilah pisau dari saku jaketnya.
Shailene menghentikan perkataannya dan melangkah mundur. Ben ... akan membunuhnya?
"Ben ...."
Ben semakin mendekatinya hingga hanya terpisah setengah meter lagi. Begitu Ben sampai tepat di depannya, dia hanya diam menatap lurus-lurus pada Shailene.
"Aku ingin kau tidak lagi mencintai pria lain," katanya.
"T-tapi Ben ... aku ... aku sudah terlanjur mencintai Steve lebih dari apapun," isak Shailene tak berani mengambil langkah mundur lagi.
"Maka biar aku yang menghentikannya," ujar Ben dingin, siap dengan pisaunya.
"Tidak akaaaan!" jerit Shailene.
DOR!
Tubuh Ben tiba-tiba ambruk dan darah terciprat pada wajah Shailene. Shailene berteriak sekencang-kencangnya dan baru menyadari ia baru saja menggenggam pistol, ia menjatuhkannya dengan gentar begitu pun tercengang. Tidak, dia tidak sama sekali ingat mengeluarkan benda itu selain saat ....
Oh, benar. Dia bahkan sudah mengeluarkan pistol ketika mendapati pintu rumahnya terbuka, bahkan mengokangnya untuk berjaga-jaga.
"Ben ... Ben ...!" dia berlutut di hadapan Ben, menarik tubuh Ben yang sudah terkulai lemas. Keningnya bolong mengalirkan darah merah pekat menuju wajah dan membasahi lantai.
"Ben! Sadar, Ben! Sadar!"
Namun tentu saja tak akan ada jawaban darinya. Kini hanya tersisa raganya yang tak lagi bernyawa.
"Tidak, Beeen!!!" jerit Shailene sekencang-kencangnya.
.........
END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top