Perfect by MeTrollGirl


Song : Dollhouse by Melanie Martinez
.....................................................................

Hey girl, open your walls, play with your dolls
We'll be a perfect family

Hugo memarkirkan mobilnya di depan pekarangan rumah besar nan mewah tersebut. Ia mematikan mesin mobil, kemudian mengetuk-ngetukkan sol pantofelnya dengan gugup. Setelah mengecek kerapian jas putih dan memastikan tatanan rambutnya sempurna, ia pun turun dari mobil dan melangkah menuju rumah tersebut. Tangannya yang berkeringat dingin bergerak untuk menekan bel yang terpasang di dinding. Beberapa saat kemudian seorang gadis berparas ayu membukakan pintu, menyajikan sebuah senyuman manis kepada Hugo.

"Ah, akhirnya kau datang juga, Hugo. Mari, masuklah," gadis itu menyingkir dari depan pintu, memberikan jalan masuk bagi tamunya. Setelah itu, ia menutup pintu dengan perlahan.

Hugo mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dindingnya dicat putih bersih. Lantai marmer berwarna cokelat terang yang dipijaknya ini benar-benar bersih, tanpa noda setitikpun. Perabotannya ditata dengan sedemikian rupa. Semuanya tampak terletak pada tempatnya, semuanya tampak sempurna. Sebuah foto berukuran besar yang mengabadikan kebahagiaan keluarga di rumah menambah kesempurnaan yang ada.

Di salah satu sisi dinding ruang keluarga terdapat foto dua anak dari Keluarga Ellingson, yaitu kakak beradik Isaac dan Victoria Ellingson. Mereka tampak sangat akur, seperti yang diberitakan media. Jarang sekali ada kakak beradik berbeda gender yang rukun seperti mereka.

"Kalian akur sekali," gumam Hugo. Iris birunya menatap foto tersebut lekat-lekat.

Victoria kembali tersenyum. "Yah, begitulah."

Setelah itu mereka berdua berjalan beriringan menuju ruang makan. Meja makan telah tertata dengan rapi, lengkap dengan dua buah lilin di tengah-tengah, dua gelas wine serta hidangan yang kentara sekali baru selesai dimasak. Melihat itu, Hugo mengernyitkan dahi.

"Bukankah kau bilang bahwa kita akan makan malam bersama keluargamu, Vic?" tanyanya kebingungan. Victoria menggeleng, raut wajahnya tampak menyesal.

"Maafkan aku, Hugo, tetapi mereka sudah makan terlebih dahulu..." gadis itu berdeham, "...dan mereka sedang tidak dalam kondisi bagus."

"Baiklah, tidak masalah," Hugo tersenyum manis. Ia benci melihat gadisnya bersedih. " Tapi bisakah aku menemui mereka, sekedar untuk mengucapkan salam?"

Gadis berambut merah itu nampak ragu. "Apa kau yakin?" ia bertanya.

Hugo mengangguk. "Tentu saja, sayang, mengapa tidak?"

Melihat kesungguhan terpancar dari kedua mata kekasihnya, bibir Victoria pun melengkung, membentuk sebuah senyuman. "Baiklah kalau begitu," ujarnya riang sebelum menggandeng tangan pria-nya menuju ke bagian belakang rumah.

Uh-oh, she's coming to the attic, plastic
Go back to being plastic
No one ever listens, this wallpaper glistens
One day they'll see what goes down in the kitchen

Victoria mengajak Hugo ke dapur. Pria bermata biru tersebut mengira keluarga gadis tersebut sedang duduk-duduk di dapur, namun dugaannya salah. Victoria menariknya ke sudut ruangan, tempat dimana sebuah pintu kayu kecil berwarna cokelat dipasang. Bau tak sedap menguar ke udara, membuat Hugo mengernyitkan dahi. Spontan ia menutup hidungnya dengan satu tangan.

"Bau sekali! Ada apa di dalam, Vic?" ia bertanya dengan raut wajah bingung.

"Keluargaku ada di dalam," gadis berambut merah tersebut menyahut dengan wajah datar. Jari-jemarinya yang lentik bergerak membuka handle pintu cokelat tersebut. Seketika bau anyir menyergap, membuat Hugo mual. Matanya terbelalak melihat pemandangan yang terpampang di depannya.

Hey girl, open your walls, play with your dolls...
We'll be a perfect family

Di dalam terdapat dua orang pria dan seorang wanita. Dari wajahnya Hugo tahu bahwa mereka adalah ketiga anggota Keluarga Ellingson. Ketiganya ada dalam kondisi mengenaskan. Sebuah umpatan meluncur mulus dari mulut Hugo. Ia terjengkang, lalu terjatuh dengan posisi duduk. Kedua irisnya memancarkan sorot ketakutan. Ia menatap gadisnya dengan penuh tanda tanya. Victoria membalas tatapannya dengan tatapan datar.

Places, places, get in your places
Throw on your dress and put on your doll faces
Everyone thinks that we're perfect
Please don't let them look through the curtains

"Mungkin semua orang termasuk kau berpikir bahwa kami sempurna, tetapi dugaanmu salah besar," Victoria menggeleng. Dicengkeramnya bahu kekasihnya kuat-kuat, kemudian ditariknya pria tersebut masuk ke dalam ruangan mengerikan tersebut. Hugo meronta-ronta. Ia tak menyangka kekasihnya bisa sekuat itu.

"Kakakku," Victoria menunjuk ke arah Isaac yang tewas dengan dada terbelah. Lidahnya terpotong, kedua bola matanya menggantung sampai di pipi. "Ia memang tampak baik-baik saja, tetapi di balik semua ini, ia merupakan salah satu konsumen sekaligus pengedar ganja terbesar di kota ini."

Victoria beralih kepada sosok Nyonya Ellingson. Ia tewas dalam keadaan perut terbelah dan usus terburai. Satu matanya telah hilang. "Ibuku. Beliau seorang sosialita yang baik, ramah, dan murah senyum. Namun tak seorangpun tahu bahwa ia seorang alkoholik."

Kemudian gadis berambut merah itu menunjuk ke arah sesosok pria yang tak lain dan tak bukan merupakan sang kepala keluarga, Tuan Daniel Ellingson. Dari ketiga mayat yang ada, ia terlihat paling mengenaskan. Tubuhnya ditelanjangi. Alat kelaminnya dipotong, hilang entah kemana. Dada hingga perutnya dibelah. Organ-organ tubuhnya berserakan dimana-mana.

"Ayahku dikenal sebagai seorang hakim yang adil, baik, dan menyayangi keluarganya. Tapi apa kau tahu bahwa ayahku seorang peselingkuh berat? Setiap malam ia selalu membawa setidaknya satu pelacur ke rumah. Ia juga sering menyakiti ibu sehingga ibu depresi. Sudah tak terhitung berapa kali beliau mencoba membunuh ibu, dan untungnya akulah orang yang berhasil membunuhnya.

"Aku tak ingin keluargaku terlihat sempurna dari luar saja. Kami harus sempurna dari dalam juga. Oleh karena itu, aku ingin memperbaiki mereka semua," Victoria menunjuk ke arah tiga karung berisi dakron dan perlengkapan menjahit. Mata Hugo semakin melebar.

"Kau gila, Vic!" makinya kepada gadis tersebut. Victoria terkekeh pelan.

"Merekalah yang membuatku gila," ujarnya dingin. "Aku muak dengan semua kepura-puraan yang mereka ciptakan untuk mengelabui media. Maka dari itu, kutunjukkan pada mereka kesempurnaan yang sesungguhnya!"

Victoria mengeluarkan sebilah pisau dari saku gaun putihnya. Seringaian lebar menghiasi wajah cantiknya. Ia menatap kekasihnya dengan penuh pemujaan, sementara tangannya menghunus pisau tajam tersebut.

"Dan malam ini juga, aku akan menjadikanmu seorang kekasih yang sempurna bagiku, Hugo Hurricane..."

D-O-L-L-H-O-U-S-E,
I see things that nobody else sees...
.........
END

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top