Bagian 4. Keanehan
Author POV
Tempat Misterius. --.--
Disuatu tempat di dimensi lain terlihat beberapa roh yang tengah berbaris seperti upacara bendera hari senin, di depan mereka ada pembina upacara yang adalah seorang pria berambut hitam mengenakan kemeja putih serta jas hitam dan kacamata hitam yang dia kenakan.
"Hari ini aku akan menjelaskan kepada kalain bila rencana penyerangan kita akan ditunda selama 2bulan lama..." serunya.
Setelah dia memberitahukan itu terdengar beberapa roh yang tengah berdiskusi sampai dia menghentikannya. "DIAM!!!" teriaknya.
"Kita tidak bisa menjalankan rencana kita bila tiga 'tombak' kita sedang terluka, maka dari itu aku perintahkan kepada kalian untuk menyerang secara individu. Jika ada yang membuat kelompok pastikan hanya ada lima anggota saja..." beritahunya.
Sekali lagi beberapa roh terlihat berdiskusi membuat si pria menjadi geram.
"DIAM!!!!"
Ikh POV
Kantin. 09.35
Aku duduk di kursi kantin sekolah, kantin kami tidak terlalu besar hanya sepanjang 8meter saja dengan empat meja sepanjang 5meter dan kursi memanjang ke pojok dengan panjang 5meter sama. Aku berada di barisan kedua, duduk sendirian memakan roti selai coklat dan susu putih yang dingin.
Tepat di depanku duduk Kunti yang setia menungguku menyelesaikan makanan ini.
"Kenapa kau datang ke sini, bukankah kau harus jaga rumah?" tanyaku dengan cara berbisik agar tidak terlalu terdengar.
"Dirumah sepi, jadinya aku datang ke sekolah deh..." jawab santai.
Aku mempercepat memakan rotiku.sebelum aku memuntahkannya bersama susu akibat melihat wajah Kunti yang menyeramkan itu..
"Ikh..." panggil seorang perempuan disamping kiriku.
Aku mengalihkan pandanganku ke kiri dan mendapati Huda yang berdiri sembari tersenyum ke tempatku.
"Yo Huda, ada apa?" sahutkuu bertanya.
Huda tidak menjawab pertanyaanku, dia berlari kecil ke tempatku dan berhenti disamping kiriku. "Ikh, Lutfi ingin mengajakmu untuk pergi ke pusat pembelanjaan. Bukan Lutfi saja tapi aku dan Bariyah juga ikut. Apa kau ingin ikut juga, Ikh?" beritahunya menawarkan dengan lembut.
"Hmmm.... Bisa.." jawabku membuat mata Huda berbinar.
"Kapan?" tanyaku.
"Malam ini jam 8 malam, nanti jam kurang 8 aku akan datang ke rumahmu..." jawab Huda bersemangat.
"Kalau begitu sampai jumpa jam 8 kurang.." seruku.
Huda berjalan keluar dari kantin, aku mengalihkan pandanganku ke Kunti dan dia.... Menatap tajam Huda.
"H - Hei Kunti, a - ada apa denganmu?" tanyaku takut.
"Gadis itu.... Dia berbahaya..." jawab Kunti dengan nada menyeramkannya, padahal nada malasnya lebih baik.
"Huda berbahaya? Pfft... Jangan bercanda..." kataku sambil terkekeh kecil.
"Aku serius Ikh.."
"Ayolah Kunti. Huda adalah gadis polos yang baik, dengan ukuran dada 'A'..." cetusku mencoba untuk tidak terlalu menganggap perkataan Kunti serius.
"Kau harus mendengarkanku Ikh.." pinta Kunti, kali ini nada suaranya berubah menjadi khawatir.
"Hentikan Kunti.." bentakku. "Aku mau kembali ke kelas dulu..." lanjutku seraya berjalan pergi meninggalkan Kunti sendirian dikantin.
Kost Ikh. 19.51
Aku benarkan lengan kemajaku dan aku lipat kebelakang karena terlalu panjang dengan ukuranku. Malam ini aku memiliki janji dengan Huda untuk pergi bersama Lutfi dan Bariyah, tentu saja dengan penampilan yang baik. Aku mengenakan kemeja biru malam lengan panjang, celana jeans hitam, sepatu olahraga putih dan tidak ketinggalan kacamata penyamaran untuk jaga - jaga jika aku bertemu dengan teman SD lamaku.
Setelah selesai merapikan pakaianku, mataku bergerak ke seluruh ruangan mencari sosok roh yang selalu menghantuiku.
"Kira - kira Kunti dimana ya? Mulai dari tadi sore dia belum pulang. Apa dia marah?" batinku bertanya.
Tok... Tok... Tok...
"Ya, tunggu!" kataku membalas suara ketokan pintu.
Aku berjalan ke pintu dan membuka pintu rumah kost-ku. Tepat di depanku berdiri Huda dengan kemaja putih vanila lengan pendek, celana jeans biru malam, sepatu jalan biasa dan jaket biru malam yang memiliki tiga kancing besar di depannya.
"Wah~~kau cantik sekali, Huda.." pujiku.
Entah kenapa aku melihat muka Huda memerah saat itu.
"Ada apa, Hud?" tanyaku bingung.
"B - Bukan apa - apa..." jawabnya pelan.
"Apa aku salah bicara?"
Biip.. Biip.. Biip..
Ponselku bergetar tanda ada pesan yang masuk.
"Tunggu sebentar.." pintaku kepada Huda.
Aku ambil ponselku dan membuka pesan yang terkirim itu.
Dari : Kevinar Lutfi
Aku dan Bariyah akan menunggu kalian berdua di depan rumahku. Jangan sampai terlambat.
"Apa itu dari, Lutfi?" tanya Huda.
"Benar, dia ingin kita segera menyusul mereka..." jawabku seraya menyimpan ponselku.
"Ayo Ikh, kita pergi..." ajak Huda lembut.
Aku membalasnya dengan senyuman terbaikku. Aku keluar dari kost dan mengunci pintu kost.
"Ayo.." ajakku.
Baru satu langkah.... Tiba - tiba saja aku merasakan sesuatu yang tidak enak.
Benar sekali. Sebuah tong sampah terbang disamping kanan Huda, aku yang melihat itu tanpa pikir panjang langsung menerjang Huda dan membawanya jatuh ke bawah. Kami berhasil menghindari tong sampah itu tapi aku melihat Huda seperti kesakitan.
"Huda, kau baik - baik saj---" pertanyaanku terhenti setelah merasakan ada 'benda' aneh yang aku pegang ditangan kiriku.
Refleks tangan, aku kuatkan sentuhanku dan mendengar suara Huda memekik. Tidak. D - Dia mendesah.
Aku baru sadar 'benda' apa yang aku sentuh ini, sementara Huda memandangku, mata kami berdua saling bertemu sampai...
Duag...
Mungkin karena refleks atau insting perempuannya. Huda menendang perutku dengan lutut kirinya, aku terpental ke belakang sembari memegangi perutku.
"T - Tendangan macam a - apa itu??" batinku sembari menahan sakit.
Huda yang menyadari apa yang baru saja dia lakukan mendekat ke tempatku.
"M - Maaf Ikh. S - Soalnya kau yang salah k - karena m - memegang---"
"---i - iya, Huda. A - Aku minta maaf.." maafku memotong kalimat Huda.
"Aku juga minta maaf..." kata Huda pelan, dia sepertinya merasa bersalah tapi yang salah disini adalah... AKU.
Aku bangkit dari jatuhku pura - pura sakit yang ada diperutku sudah menghilang walaupun kenyataannya bertambah sakit.
"A - Apa tidak sakit?" tanya Huda cemas.
"Kau lihat sendiri, kan. Aku baik - baik saja..." jawabku semangat seraya memukul perutku.
"ARRGHHH!!"
Kini mukaku berkeringat hebat, dan aku memaksa untuk tersenyum agar Huda tidak merasa bersalah. Aku membantu Huda untuk bangun dari berlututnya, kami berdua membersihkan debu yang menempel di pakaian kami.
"Anginnya kuat ya..." seru Huda.
"Ya, kau benar.." sambungku seraya melihat keadaan sekitar yang sepi dan angin bertiup kencang.
"Ayo Ikh. Aku takut membuat mereka menunggu lebih lama lagi..." ajak Huda yang menarik tangan kananku tiba - tiba.
Tangannya sangat hangat membuatku merasa nyaman berada di dekatnya. Kami berlari kecil dipertigaan jalan lalu belok ke kanan. Dipertigaan aku melihat Kunti diseberang sana seolah telah menunggu kami atau memperhatikan kami.
Kunti menatap kami berdua tajam. Tidak. Lebih tepatnya Huda.
Apa sebenarnya yang ingin kau lakukan, Kunti?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top