PART 8: Flu
Terasa dingin, kenyal dan bergerak-gerak.
... bentar-bentar. Jisoo tiba-tiba merasakan yang lain, selain bibirnya dilumat, ia seperti merasakan ada sesuatu yang bergerak halus di balik hoodienya. Terasa dingin bersentuhan dengan kulit tubuhnya yang lain.
“Pak, stop!” serunya menyudahi ciuman dingin mereka. Jisoo menarik napas dalam-dalam, Christian sempat menatapnya bingung.
Jisoo meringis sebelum merampas ponsel yang terdengar berdering berkali-kali. “Bobby,” lirihnya segera menerima panggilan.
“Iya, di situ gubuk tua pokoknya. Oh, oke-oke kita keluar,” penyelamat sudah tiba, “Bobby udah jemput, Pak.” Sambil menenteng kedua tas berisi peralatan syuting, penyebab mereka tertinggal rombongan.
“Ayo, Pak!” Ia lebih dulu keluar menemui Bobby. Alasan saja supaya Jisoo segera keluar dari zona tak nyaman. Untung banget Bobby nelpon di waktu tepat—bisa kebablasan mereka kalau tim penyelamat datang telat.
Melihat Jisoo masuk mobil lebih dulu, Bobby lantas menengok belakang. “Chris mana?”
“Tuh!” Jarinya menunjuk pria yang sedang lari di tengah guyuran air hujan.
Begitu Christian masuk mobil, Bobby langsung bertanya, “Nggak ada yang ketinggalan, ‘kan?”
“Gak ada,” jawab Jisoo singkat. “Acnya matiin aja Bob, dingin.”
“Jok belakang ada selimut,” kata Bobby menunjuk jok belakang tanpa menoleh.
Jisoo asal meraup selimut, memberikan satu selimut yang lebih tebal kepada Christian, sementara dia memakai selimut berukuran sedang bergambar teletubies. “Ini milik Sowon, bukan?”
“Huh?” Reaksi Bobby tanpa kaget, namun dia berusaha tidak menampakan. “Oh, itu dia ngasih tadi pas gue mau jemput kalian,” alibinya.
“Oh, kirain,” balasnya pendek.
Sunyi. Tak ada obrolan di sana. Bobby fokus menyetir, Christian tak bersuara duduk duduk tenang di depan, sementara Jisoo masih terpikirkan rasa dingin, kenyal, dan bergerak-gerak. Pikirannya secara tidak sadar mereplay kejadian itu berulang kali sampai membuat pipinya panas.
...
“Hacuuuuw!!”
Melihat kondisi Jisoo bersin terus menerus membuat Exy iba. Teman sekamarnya ini mendadak berguling di kasur berjam-jam sambil bersin tanpa henti.
“Lo beneran gak mau makan?”
Jisoo hendak menyahut namun rasa gatal hidung mengalihkan, hingga membuatnya bersin lagi.
“Gue bawain aja?”
Ia menggosok bagian bawah hidung kemudian menjawab, “Lo makan duluan aja bareng lainnya, gue mah gampang bikin mie bisa.”
“Dih, orang sakit malah makan mie!”
“Hehe, gak apa-apa, Ex, udah biasa flu makan mie.”
“Seriusan lo gue tinggalin?”
“Iya.”
“Yaudah, gue ke bawah makan dulu,” pamit Exy meninggalkan Jisoo seorang diri di kamar bersama kegiatan bersin-bersinnya.
Jisoo memang lemah. Tubuhnya paling gampang kena flu efek hujan-hujanan. Biasanya di kontrakan Soojoo berperan sebagai ibu memberinya obat flu, membuatkan mie kuah, setelahnya menyuruhnya tidur. Maklum, anak kontrakan sama kayak anak kost walau sakit makan tetap mie.
“Ini kenapa dingin banget sih,” gumamnya beranjak dari kasur. Jisoo mengenakan celana panjang training dan atasan kaus hitam biasa. Dua hoodienya ia cuci supaya besok bisa kering. Sayang sekali, Jisoo sangat membutuhkan hoodie-hoodienya. “Pinjam Seungyoon aja deh!” pikirnya keluar kamar mencari lelaki si pengoleksi hoodie.
Di depan kamar Seungyoon, ia berteriak sambil mengedor pintu berulang kali. “Yoon, pinjam hoodie!”
Seungyoon keluar dengan rambut berantakan dan mata setengah mengantuk. “Apa, huh? Gue ngantuk nggak usah ganggu!”
“Pinjam hoodie. Dingin banget.”
“Punya lo?”
“Basah semua.”
Seunyoon menguap lebar. “Yodah, tunggu bentar.” Masuk lagi mencarikan hoodie pinjaman untuk Jisoo.
Selagi menunggui Seungyoon, ia menengok ke lantai dasar. Lantai dasar tampak ramai dengan para kru berkumpul di satu ruangan. Jisoo bisa melihat Exy bersama Christian dan lainnya tengah berdiskusi santai sambil menikmati makan malam. Berbeda dengan Jisoo yang terkena serangan flu—daripada lainnya kena virusnya lebih baik dia memilih aman berdiam di kamar sambil menunggui hoodie pinjaman.
“Jis!”
“WHOAAAAKH!” teriaknya agak kaget dan melompat mundur. Dia kaget bukan karena panggilan Seungyoon melainkan Christian yang mendadak mendonga sehingga mata mereka secara tidak sengaja bertemu. Jantungnya hampir lepas tak terkendali.
“Lo napa, sih?”
“Gue kaget, Tolol!” dengusnya menyentuh dada menenangkan. “Ngagetin aja, huh!”
Seungyoon mengangkat bahu tak peduli. “Nih, hoodie pinjaman lo.”
“Baik banget si—haaciaauuuuw!” Bersinnya tak sengaja mengenai Seungyoon.
Seungyoon tersentak. “Jorok banget sih, lo!” kesalnya menjauh tiga langkah dari Jisoo. “Flu nggak usah bagi-bagi dong!”
“Gak sengaja. Gak usah emosi dong!”
“Sampai gue kena flu, lo gue teror!”
Jisoo mendengus. Dasar lelaki tukang teror!!!!
“Hih, virus.” Jisoo mengumpat tatkala melihat reaksi Seungyoon yang terbilang menyebalkan. Harusnya orang sakit didoain biar sembuh bukan digituin. Dasar manusia tidak pekaan!
...
_
_____________
Ian: kamu sakit?
_______________
Jisoo seketika diam berpikir, mengingat-ingat siapa gerangan pemilik nama ‘Ian’ yang tersimpan di kontak nama ponselnya. “Oh, si Bos!!!” Ingatnya kemudian.
_______________
Jisoo: gak kok
Ian: itu tangan kamu pegang obat
_______________
Kepalanya menengok tangan kiri yang memegang obat flu pemberian Seungyoon. Mendadak Seungyoon baik hati mengetuk pintu kamar dan memberinya obat. Katanya, biar virus tidak menyebar ke kru lain cukup pada Jisoo saja.
________________
Jisoo: kok Pak Chris tahu?
_________________
Memang ya, bosnya ini maha tahu segala. Dia pegang obat di dapur saja tahu, padahal di sini sendirian.
________________
Ian: karena saya di belakang kamu
________________
“Eh?” Saat menoleh belakang, ia tidak mendapati sosok Christian Yu. Tidak ada siapapun kecuali dirinya di dapur sendirian. Kenapa jadi mistis gini, sih?
________________
Jisoo: gak ada Bapak di belakang saya! gak usah nakut-nakutin Pak!
_________________
“Siapa yang nakutin kamu?” seru seseorang di samping yang tak lain ialah Bapak Christian Yu yang terhormat.
Jisoo mendengus kesal sambil memegang dada menenangkan. “Selain galak Pak Chris hobi buat jantungan!” omelnya.
“Kamu saja kurang teliti,” balasnya tersenyum singkat. Jarang-jarang si bos mau senyum sama kacung.
“Pak Chris ngapain ke sini malam-malam?”
“Saya tidak boleh kemari?”
“Bukan gitu, saya cuma nanya!” ucapnya mengalihkan kecurigaan.
“Pertanyaan kamu mengandung pernyataan ketidakbolehan,” responnya sambil menarik satu gelas lalu menuangkan air putih ke gelas kosong tersebut. “Saya ke sini mau ambil air minum. Masih tidak boleh?”
“Oh, boleh kok.”
“Yasudah,” ucapnya berbalik namun terhenti di depan Jisoo. Tiba-tiba tangannya menyentuh dahi Jisoo dan bergumam pelan, “Kamu demam.”
“Huh? Nggak kok.” Jisoo ikut merasakan hawa tubuhnya yang terasa normal tidak demam hanya flu saja.
“Oh, yasudah,” ucapnya sambil melepas sentuhan dan berjalan keluar tanpa mengerti efek sentuhannya itu mengakibatkan Jisoo teringat kejadian di gubuk tua.
Tuhka, pipinya panas. Sialan memang Christian Yu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top