PART 24: Ribut terus


Siang itu kru mendadak panik kena serangan afternoon shock. Gara-gara si boss ikut rombongan bus kacung  biasanya dia ter-istimewakan pakai mobil barengan rombongan bos-bos, lah ini tumbenan sebus sama kacung.

Para kacung otomatis bingunglah, ini boss kesambetan apaan tiba-tiba merakyat. Lebih panik lagi Jisoo. Why not? Bapak Yu ini milih duduk tidak jauh dari tempatnya dan kebetulan Jisoo hari ini nempel sama Seungyoon.

Modyaaaaaar.

Begitulah mata itu selalu mengawasinya, Jisoo auto was-was.

___________
Jisoo: udah Pak gausah dilihatin
_____________

Panggilan “Pak” tetap ia pakai meski statusnya on the way dari kacung soon to be nyonya Yu.

Tak ada balasan pesan dari pemilik kontak nama Ian. Jisoo meringis lalu mengabaikan mata-mata itu dan memilih bergelanyut tiduran di lengan Seungyoon.

“Yoon, nina boboin gue,” pintanya sambil menepuk paha Seungyoon pelan. Beda lagi sama si Bapak Yu sudah pasang ekspresi hulk dan mata melotot horor.

“Nih, earphone.” Seungyoon memasangkan earphone ke telinga Jisoo. Dari awal jadi kacung, Jisoo emang deket sama Seungyoon. Bah, dulu-dulu mah sering banyak gosip dia sama Seungyoon. Lah wong, ke mana-mana berdua sebelum Jisoo akrab sama kacung lainnya, after that, baru kelihatan social butterfly-nya Jisoo.

“Gak usah mesra gitu, dilihatin Boss!” kata Jeonghan dari bangku belakang.

Jisoo mendongak, ikut memperhatikan si boss yang diam-diam masih memperhatikan dia. “Hilih, gue sama Seungyoon gak ada apa-apa. Iya, kan, Yoon?”

“Hmm.”

“Hati-hati banyak yang sirik. Ntar lo di PHK tau rasa.”

Ya, bagus dong di PHK langsung nikah sama boss. Bagusnya di Jisoo, tidak bagusnya pada Seungyoon.

Jisoo cukup tersenyum sebelum balik menyederkan kepala di lengan Seungyoon dan tidur. Kebiasaan satu ini memang sulit dihilangkan. Ke manapun perjalanan, Jisoo selalu memilih tidur. Tidur enak daripada memandang titisan Hades yang sedang kepanasan.

...

Lima hari ke depan mereka berada di puncak syuting, masih dengan proyek sama. Sampai villa semua kru beres-beres perlengkapan; Exy membagi kamar untuk kru perempuan, laki-laki tugasnya Seungyoon. Ngomong-ngomong soal Exy, squad kacung minus Jisoo masih mencurigai Exy sebagai tunangan Pak Chris. Ren masih doyan ribut belakang mengosipkan Exy, apalagi saat Exy jalan berdua sama si boss, Ren lamgsung lambe turah, sedang Jisoo bagian nyengir.

Semuanya masih dirahasiakan.

“Jis, lo sekamar sama gue,” kata Sowon sambil menyeret kopernya.

“Gak jadi sama Exy?”

“Gak.”

“Oh,” ia menambahi, “oke.” Lantas menyusul Sowon mencari-cari kamar mereka. And then violla! Kamar mereka berada di titik warning. Tak jauh dari kamarnya, pojokan kanan itu kamar si boss.

Kampret! Ini pasti Christian sengaja biar mereka dekatan. Huh! Tahu gitu, mending kemarin gantungin saja sampai kontrak kerjanya habis.

“Oi, Jis!” Bobby tiba-tiba nongol di depan pintu kamar. Jisoo sama Sowon noleh belakang barengan. “Ikut gue bentar.”

“Beres-beres, nih.”

“Penting.”

“Ntar aja, deh,” rengeknya, baru mau menikmati kamar malah diganggu. “Sekarang, nih?”

“Ya.”

Ia berdecak dengan malas-malasan menyusul Bobby. “Won, keluar dulu,” pamitnya dan Sowon mengiyakan. Akan tetapi, diam-diam mereka—Bobby sama Sowon—saling lempar pandangan uwuuu.

Penting maksud Bobby itu, dia dikunci di kamar si boss. Bisa ditebakan, Bobby sekongkol sama Christian. Baru sampai villa sudah terkurung di kandang Hades. Jisoo cemberut sambil melihat isi kamar Christian yang tidak jauh berbeda dari kamarnya. Ukuran kamar sama, mungkin sedikit lebih lebar, dan hanya ada satu kasur, berbeda dengan kamarnya terhuni dua kasur.

Si pemilik kamar keluar dari kamar mandi. Pas masuk Jisoo sudah tahu Christian sedang mandi terlihat dari suara shower. Pria itu tampak lebih fresh, bau harum tercium indra penciumannya. Ah, Jisoo hapal sama bau shampoo ini.

“Boleh minta shampoonya lagi gak?” Ya Tuhan pertanyaannya, sungguh manusia berjenis perempuan bernama Jisoo ini antik sekali.

Christian tak menyahut. Dia berlagak tak peduli, sok-sokan sibuk buka laptop, duduk tenang di kursi goyang yang jaraknya agak berjauhan sama Jisoo.

“Kalau dicuekin ngapain dikurung? Gak enak banget.”

Masih belum ada sahutan darinya.

“Hallo, Bapak Christian Yu. Di sini ada manusia butuh kepastian bukan kacang!” omelnya melipat tangan di dad. Jisoo mendengus tercuekin. “PAAAK!” teriaknya marah.

Ya maap kalau Jisoo ngegas. Dia sebel dicuekin.

Akhirnya perhatian manusia Yu itu teralihkan dari laptop. Mulanya ia pikir diperhatikan, realitas pria itu beralih ke ponselnya.

“Dih, kok nyebelin sih, Anda!” Ingin rasanya memaki-maki. “Berotot tapi baperan,” sindirnya sengaja memperkeras suara biar sekalian telinganya panas.

“... malu Pak sama otot.”

“Saya sedang berpikir,” akhirnya ada suara muncul.

“Mikir sih, mikir. Nggak usah cuekin saya juga dong, Pak!”

Christian memandang Jisoo lama. Lama sekali sampai membuat gadis itu cemberut lucu. Seperdetik kemudian, ia menyusul duduk dan tanpa memberi peringatan langsung menidurkan kepala di paha Jisoo.

“KOK MAIN ENAK, SIH!” protes Jisoo galak.

Christian tidak peduli protesan calonnya ini. “Saya lelah.”

“Saya juga lelah.”

“Empat hari ini saya hanya tidur empat jam,” kemarin ada gosip kalau Christian, Bobby, dan beberapa kru menginap di kantor selama empat hari merampungkan proyek satu bulan lalu yang mendadak hilang (entah bagaimana data itu bisa hilang) yang Jisoo dengar, berkas proyek lima bulan lalu hilang dan terpaksa para direktur mengedit ulang berkas dalam empat hari dan dengar-dengar mereka tidak tidur selama itu.

Merasa simpati, ia pun mengelus kepala Christian memberikan ketenangan supaya pria-nya ini terlelap tidur.

“Jisoo?”

“Ya?”

Pandangan mereka saling mengunci. Jisoo tenggelam dengan sepasang mata coklat milik Christian. “Before I fall a sleep. Saya mau cium kamu.”

“Hih!” dengusnya tanpa sadar menjambak rambur tebal Christian sampai membuat pria itu terduduk dan mengaduh sakit. “Maaf, Pak, sengaja.”

“Lagian salah Bapak mendadak mesum.”

Kepala Christian masih pusing kena jambakan Jisoo, seriusan.

“Tidak usah marah kalau tidak mau,” ucapnya sambil mengelus kepalanya.

“Ya maaf,” balasnya pelan. “Kan salah Pak Chris juga.”

“Berhenti memanggil saya Pak, Jisoo.”

“Gak bisa. Udah biasa manggil Pak,” akunya.

Christian mendesah. “Jadi, suami kamu masih mau manggil Pak?”

“Hm, gak tahu. Mau gimana lagi, udah terbiasa.”

“Mulai sekarang biasakan manggil selain Pak.”

“Ya kali, saya manggil Hades,” ucapnya mengaku horor dengan permintaan si boss.

“Jisoo!”

“Udeh deh, Bapak gak usah minta aneh-aneh. Katanya lelah? Istirahat saja nggak usah ngoceh.”

Ya Tuhan, belum jadi Nyonya Yu saja sudah seperti ini. Bagaimana kalau sudah jadi Nyonya Yu? Sosok Jisoo memang tak terduga, Christian tidak salah memilih.

“Kamu yang banyak ngoceh dari tadi.”

“Malah nyalahin!” Tuh kan jadinya saling ngotot. “Tidur sana tidur. Saya lagi gak ada nafsu buat di cium Bapak.”

“Berhenti manggil saya Bapak, Jisoo.”

“Terserah saya, Pak!”

Perdebatan ini tidak akan berakhir cepat kalau mereka sama-sama ngotot.

Christian mencoba sabar. Ditambah kepalanya makin terasa berat. Jisoo ada benarnya, dia memang harus tidur sebelum kepalanya meledak sakit.

“Ya udah, saya tidur,” katanya mengakhiri perdebatan dan memilih kasur sebagai tempat istirahat daripada di sofa yang ada Jisoo semakin berang.

“Pak!” panggilnya mengejar Christian.

“Apalagi?”

“Ingat-ingat ini ya, Pak,” kata Jisoo mulai berjinjit meraih kedua sisi kepala si boss lalu mencium dagunya, as always. “Ini spot favorite saya,” akunya mengaku senang usai mencium dagu si boss yang selalu jadi spot terbaiknya.

“Bibir?” godanya malah membuat Jisoo mendengus.

“Gak usah nawar!”

“Oke,” sahutnya tersenyum. “Saya juga punya spot favorite, Jisoo.” Tangannya menahan pinggang Jisoo. Beberapa ciuman bibir menyentuh dengan kening, kelopak mata, kedua pipi, hidung dan terakhir bibirnya.

“... spot favorite saya,” jelasnya.

“Dasarnya Pak Chris mesum, favorite saja semua.”

“Hmm, after married, semua di kamu adalah spot favorit saya, Jisoo.”

“Udah diem gak usah ngoceh, katanya mau tidur? Nanti omongannya nambah ngelantur, lho,” bujuknya mendorong-dorong tubuh Christian mendekat ke kasur.

Christian terjerembab di kasur usai Jisoo mendorongnya. “Tidur berdua sini.”

“Tuhkan, tuhkan,” ia mulai heboh menuding si boss yang tertawa lepas melihat reaksi Jisoo, “Pak saya—”

“Hanya tidur, Jisoo,” ucapnya menarik dan mendekap tubuhnya. “Kalau kamu berekspektasi lain, tunda dulu, itu nanti.”

“Sssst, diam!” balasnya menutup mulut Christian dengan telapak tangannya. “Sleep, okay?” ucapnya sembari menjauhkan kedua tangannya pelan-pelan lalu memeluk Christian dan menenggelamkan kepalanya di dada pria tersebut.

“Oke, Love.” Bisikan itu terdengar lembut, berefek besar bagi Jisoo. Ia mendadak kena serangan jantung dan pipinya bersemu merah.

Kan, kan, jadi uwuuu.


































»»»

Diam-diam mereka berbagi kamar dan kasur bersama. Bobby rebahan sambil memandang Sowon penuh sayang diikuti gerakan tangan mengelus-elus perut Sowon.

“Kamu mau ngaku kapan sama orang, Bob? Kasihan anak kita nanti, lho.”

“Sabar ya istriku, sebentar lagi kok tunggu si Boss dulu,” katanya sambil memuja-memuja sang istri yang semakin hari semakin cantik saja. Cantiknya bertambah terus apalagi sekarang mengandung, cantiknya makin menjadi, dan Bobby makin sayang.

×××

kalian baca tendae tau dong christian tiap manggil jisoo selalu love atau gak honey, gak pake lainnya tapi aku lebih suka christian manggil jisoo ‘love’ hehe, yang belum jisoo kan? besok jangan terheran-heran panggilan jisoo ke christian selain pak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top