PART 20: Date?

“Ini masih pagi, Bob. Perlu banget telfon?” omelnya menerima panggilan.

“Jisoo?”

“Hm, apa?”

“Jisoo?”

“Iya, ini gue Jisoo!” Emosinya mencak-mencak di kasur. Masih jam setengah lima Bobby sudah menelfon. “Buruan ngomong gue ngantuk!”

“Coba cek hape lo.”

“Buat apa, Bangsat?!” Sudah terlanjur emosi, Jisoo menurut permintaan Bobby mengecek ponsel. Demi Zeus dan simpanannya, Jisoo serasa mau bunuh diri pagi ini. Kepalanya berdenyut-nyut merasakan adrenalin begitu hebat luar biasa.

“Jis?” Suara Bobby bagai udara lewat melalui speaker ponsel masuk dari telinga kanan keluar ke kiri. “Udah sadar, hape siapa yang lo pegang?”

Pon-sel. Pon-sel.

Yang jelas ponsel di genggaman ini bukan miliknya. Dari wallpaper sudah memjelaskan sekali kalau ponsel itu bukan milik Jisoo. Mampus! Kepalanya semakin berdenyut-nyut menggila. Matanya melirik kanan kiri, memastikan tempat ia bermalam. Namun mendapati sosok pemilik punggung super kokoh sedang tidur pulas di sofa, membuat kepalanya pening. Ya Tuhan, Jisoo sekarang ingat semalaman dia ada di kamar si boss.

Mampus!

Otomatis dia gelagapan kebingungan. Ditambah fakta menyebalkan dia menerima panggilan Bobby, padahal yang ia terima bukan dari ponselnya sendiri melainkan ponsel si boss. Arti terburuknya si Bobby tahu dia sedang bersama si boss pagi ini.

ARGHHHHHHHHH!!!!

Jisoo ingin tenggelam saja ke Antartika. Reputasinya sebagai kacung baik-baik tercoreng sudah pagi ini. Dasar Bobby, sialan!

“Jis, lo masih di situ, ‘kan?” tegur Bobby. “Gausah pake ngeles, buruan keluar sebelum banyak orang tahu. Bangunin si boss, gue udah di depan kamarnya mau ngomong penting!”

Jisoo menelan saliva dalam-dalam, lalu menatap si pemilik rupa bak Dewa Yunani yang masih tidur pulas di sofa. Untung semalam si boss rela tidur di sofa, sementara dia menguasai kasurnya.

“Jis, buruan!” teguran kedua segera membuat Jisoo bangkit dari kasur dan bergegas menghampiri Christian. Jisoo sempat ragu membangunkan, terlebih ekspresi tidur si boss tampak nyenyak dan damai. Melihatnya saja sudah membuatnya terhibur. Tenang nan damai, bagaikan Hades mode malaikat.

Stop berfantasi, Jisoo. Posisimu sekarang emergency! Bangunin si boss buruan! Atau mau jadi bahan gosip?

Jisoo segera menggoyangkan lengan kokoh Christian. Tidak butuh lam membangunkan, si boss sekali goyang langsung bangun. Bagi Jisoo ekspresi si boss bangun tidur sangat menggemaskan. Hades versi winnie the pooh.

Emergency!” ucapnya cepat setelah yakin si boss berada di mode 100% bernyawa.

“Jisoo?” suaranya terdengar linglung. Pandangannya jelas menyatakan dia bingung dan heran. Christian sepertinya belum 100% bernyawa.

“Bobby ada di luar!” ujarnya to the point sambil menunjuk pintur kamar. “Dia tahu saya ada di sini, Pak.” Christian mendengar, tapi dia sedang mengumpulkan nyawa.

“... Bapak mau ke mana?” sahutnya menahan lengan Christian yang barusan hendak berdiri.

“Menemui Bobby,” jawabnya santai.

“Terus saya gimana?”

Tak ada jawaban, Christian malah mengenggam lengan Jisoo, mengajaknya ikut bersama menemui Bobby. Menolak pun percuma, toh, si boss tetap memaksa dia ikut.

Begitu pintu terbuka memperlihatkan sosok Bobby yang tersenyum lebar—lihat, betapa songongnya pria satu ini—dia begitu bangga karena sukses mempergoki dua orang yang sedang bermain petak umpet.

Jisoo menunduk tidak berani menatap Bobby. Dia menduga Bobby sedang menggoda dengan ekspresi menyebalkan. Lain halnya dengan Christian, dia terlihat tidak peduli perihal Bobby mempergoki mereka atau—well, dia sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Christian santai dan bersikap wajar.

“Jadi kalian—” belum selesai bicara Christian sudah membekap mulut Bobby dan melepas genggaman pada Jisoo, kemudian menyuruhnya segera kembali kamar biar Bobby jadi urusannya.

Jisoo merasa lega Christian mau menangani ke-emberan Bobby walau tidak sepenuhnya yakin si Bobby bisa menutup rapat perihal ini. Seenggaknya laki-laki itu dapat ancaman dari si boss.

...

Jisoo menghembuskan napas panjang,  proses syuting hari ini berat. Seharian mondar-mandir menuruti perintah boss. Kakinya tak pernah berhenti berjalan, selalu ada suruhan yang memaksanya berjalan. Hal itu tak hanya terjadi padanya, hampir semua kru ikut juga merasakan lelah yang begitu berat di hari terakhir syuting. Beberapa kru mengambil istirahat sepuluh menit sebelum mereka sibuk mondar-mandir bekerja, begitupun Jisoo, bersandar sambil mengambil napas sebanyak-banyaknya.

Saat jam istirahat diberitahukan, para kru bersorak gembira. Mereka bersemangat mengambil tempat untuk istirahat. Jisoo yang kala itu berdiri bersandar memilih berganti tempat mengusahakan dirinya jauh-jauh dari Bobby dan si boss. Cukup pagi tadi dia berada di titik malapetaka. Biarkan hari ini dia menikmati hari terakhirnya di London.

“Jisoo!”

“Hm?” Daniel merupakan artis yang berperan di film. Perannya bukan tokoh utama, seenggaknya peran Daniel masih menonjol. Dia juga artis yang terbilang sudah punya nama di industri entertaiment.

“Aku dengar kamu sendirian.”

“Hm, sendirian?” ucapnya tidak begitu mengerti arti 'sendirian' dari pernyataan Daniel.

I mean, single.”

“Ah,” gumamnya mengangguk paham. “Kenapa?”

Selama bekerja bersama Daniel, baru kali ini dia berani mengajak Jisoo mengobrol santai berdua. Laki-laki itu biasanya lebih dominan memperhatikannya. Mulanya Jisoo menganggap hal biasa, namun ketika teman-temannya bilang bahwa Daniel selalu memperhatikan, Jisoo mulai sedikit was-was. Bukan maksud besar kepala, hanya saja dia tidak mau terlibat skandal dengan artis.

Ewh, no!

Jisoo tidak mau main petak umpet sama media. Apalagi namanya jadi obrolan gosip dan bahan makian fans si artis—groooos, no!

Daniel belum juga berani menyampaikan kemauannya. Dia sedikit gugup berbicara dan Jisoo menyadari hal itu.

“Daniel!”

“Tunggu bentar, aku sedang berpikir,” katanya meringis malu. Jisoo maklum, sambil menunggu selagi mereka ada kesempatan mengobrol.

“Jis, Ren butuh bantuan lo!” Sayang sekali, Exy lebih dulu memanggil dan terpaksa mengagalkan aksi berpikir sang artis.

“Sekarang?”

“Buruan bantuin dia, sebelum kena amukan si Boss.”

“Oke,” sahutnya lalu beralih ke Daniel yang berekspresi hopeless. Jisoo meringis tidak tega. “Sorry. Tapi aku harus bantu Ren dulu.”

Daniel tidak berbicara apa pun, dia hanya tersenyum tipis sembari memberi akses jalan kepada Jisoo untuk pergi. Baru setelah dia pergi Daniel berdecak menyesal.

...

“Lo gak ikut lainnya jalan-jalan? Ini hari terakhir, lho,” kata Sowon—teman sekamar Jisoo selama di London. Sowon sudah rapi dengan pakaian ganti, dia juga berdandan cantik malam ini. Entah mau ke mana gadis satu ini, yang pasti dia hendak keliling London di hari terakhir seperti lainnya.

Di saat lainnya memilih hangout berkelompok, Jisoo memilih bersemedi. Harusnya tadi ikut Exy bersama rombongan si boss, Pak Samdi dan lainnya, sayang sekali ke-mageran Jisoo menguasai dirinya. Dia lebih memilih merebahan tubuh di kasur; meregangkan tulang-tulangnya yang remuk.

“Gue tinggalin beneran?”

Iya, Won,” gumamnya menoleh pun dia males, “jangan lupa pesan gue kalo mampir ke pusat oleh-oleh.”


“Semua anak juga lo pesanin begitu,” timpal Sowon.

Berhubung Jisoo mager, jadi dia menitip ke semua teman-temannya untuk membelikan apa pun yang berhubungan dengan London— bermodal jastip untuk buah tangan teman di rumah.


“Selamat beristirahat, Jisoo,” pamit Sowon membiarkan Jisoo beristirahat sepuasnya di kamar. Ke mageran seorang wanita sangat bermanfaat.

Ian: bisa keluar?

Ia menatap hampa sebaris pesan dari si boss. Niatnya mau read, tapi pesan masuk terbaru dari si boss membuatnya berjalan malas keluar kamar.

Ian: saya di luar kamar kamu

“Bapak mencari saya?” tanyanya membuka pintu dan sosok boss itu berdiri sambil menggulum senyum super kurang ajar ganteng.

“Saya tahu kamu lelah.”

“Lalu?”

“Saya mau mengajak keluar berkeliling London—well, a date... hmm, maybe?”

Yang tadinya ogah-ogahan merespon, kini kepekaannya menyatu dan mengolah apa yang barusan stimulus ia dapatkan. Jisoo segera menyentuh dahi Christian mencoba memastikan bahwa si boss sedang tidak demam atau terpengaruhi wine.

I'm okay, Jisoo.

Not sure,” jawab Jisoo memastikan lagi kondisi si boss. “Bukannya Bapak out bareng lainnya?”

“Yeah, awalnya.”

“Pak Chris minum?”

“Saya nggak minum. Saya nggak sakit. Saya sehat, Jisoo,” jelasnya menurunkan tangan Jisoo yang masih bersemayam di dahi. “Saya serius mengajak kam—”

“Bentar dulu!” potongnya. “Berarti saya yang nggak sehat,” sambil menyentuh dahi dan berlagak—I'm not okay!

“Jisoo!”

“Efek bergaul sama Pak Chris nih, saya jadi linglung begini,” akunya bodoh.

“Jisoo!”

“Ini beneran Bapak, ‘kan? Bukan zeus pura-pura jadi Pak Chris?”

Alisnya menarik sedikit ke atas menatap aneh Jisoo. “Are you okay, Jisoo?”

Absolulety not!” akunya menatap sebal Christian yang sudah membuatnya menggila hanya karena ajakan simpel. “Saya capek, saya lelah, saya mau istirahat—but damn! Bapak kenapa kemari, sih?”

“Jisoo, saya tidak memaksa. It's okay kalau kamu tidak mau.”

“No. No. No, ”menahan ucapan si boss, “Bapak gak bercanda?”

“Apa saya terlihat bercanda sekarang?”

“Hm, nggak.”

“So?”

“Pak Chris serius?”

“Then?”

Jisoo memainkan bola mata. “Hmm,” hanya terdengar gumaman panjang, “hmm, I dunno.”

Sejujurnya dia sendiri masih bingung. Ia mencoba mengingat-ingat kedekatan mereka akhir-akhir ini yang terbilang weirdo. Sudah berapa kali mereka berciuman? Ah, Jisoo semakin menggila mengingat itu. Namun melihat ekspresi si boss menungguinya, Jisoo tanpa sadar menjijitkan kaki mendekat si boss yang dominan lebih tinggi darinya. Ia mendaratkan ciuman singkat ke pipi Christian dan berakhir pipinya bersemi merah malu.

Christian pun tidak segampang itu membiarkan Jisoo lepas dari posisinya. Ia menarik pinggang Jisoo, memperpendak jarak mereka kemudian membalas mendaratkan ciuman singkat di dahinya. “Merasa baik, 'kan?” tanyanya menggulum senyum menawan.

Ia mendesis mengejek. “Memang hobi Boss itu suka buat kacung kena serangan dugun-dugun.”

Dugun-dugun?”

“Nggak perlu dijelasin. Nggak penting juga, ” katanya sambil menatap dagu runcing si boss yang tampak menawan sekali.

“Lalu apa?”

“Apanya yang apa?”

“Jisoo?”

“Saya ngantuk, Pak,” lirihnya mendorong pelukan Christian pura-pura tidak peduli. Akan tetapi  senyum di bibir tidak bisa berbohong. “Ingat ya, Pak. Ini masih di area para kacung. Awas ada Bobby kedua!” candanya lalu tertawa riang.

“Oke, saya mengerti.”

Jisoo mangacungkan jempol sambil tertawa puas. Christian pun ikut membalas acungan jempol Jisoo dan tertawa juga. Entah hubungan apa antara boss dan kacung satu ini.

×××

panjang sekali lah ini

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top