[5] : Dia cowok melankolis
Asal kalian tahu, Deeka itu terlihat seperti cowok pemberani yang jago berantem.
Tapi, sebenarnya selera film dia itu... melankolis banget. Serius, dia tahu banyak sekali film bagus yang bisa membuat menangis. Aneh, kan? Aku juga berpikir itu aneh. Tapi, teman-temanku yang lain malah memujinya keren. Astaga. Apanya yang keren?
"Gue serius, film ini sedih banget. Lo pasti nangis, Beruang."
"Lo pas nonton ini nangis?"
"Nggak, lah. Gue kan cowok!"
"Terus, kenapa yakin banget, kalau gue akan nangis?"
"Soalnya, lo cengeng. Waktu itu, lo pernah nangis pas kucing lo mati. Dan lo juga pernah nangis pas nilai kimia lo dapat enam. Iya, kan?" Wah, dia punya daya ingat yang kuat. Kenapa otaknya itu tidak dipakai untuk pelajaran, sih?
"Nggak usah dibahas." Aku mendengus, dan memutar film di laptopnya. Kelas sedang tidak ada guru, dan tiba-tiba Deeka menarik kursi di sebelahku, lalu menaruh laptopnya di meja. Ia mengajakku menonton film sedih di laptopnya. So sweet? Haha. Sama sekali tidak. Karena saat film dimulai, sekelilingku jadi ramai. Hampir semua murid ingin ikut menonton juga. Saking ramainya, lengan Deeka dan aku sampai bersentuhan.
Bukannya risi, Deeka malah tersenyum kecil. "Seru kan, nonton film bareng gue?" bisiknya pelan.
"Seru apaan? Sempit, Dee."
"Makanya, kurusin badan lo." Dia malah sengaja menyenggolku.
"Gue udah merasa kurus. Sorry."
Selama film berlangsung, Deeka tidak memandang layar laptopnya. Dia malah memperhatikan wajahku. Aku sampai harus menahan air mata, karena malu jika Deeka melihatku menangis. Jujur, filmnya sangat menyedihkan. Dadaku sampai terasa sesak.
"Nangis aja gengsi." Deeka mencibir di sebelahku.
"Gue nggak akan nangis."
"Apa lo butuh bahu? Bentar, gue cariin bahu dulu."
"Nggak lucu, Dee." Aku mulai terisak, dan menutup wajahku. "Itu kenapa nasib ibunya kasihan banget? Padahal dia udah berjuang demi anaknya biar nikah...."
"Namanya juga film. Kalau berakhir bahagia terus, apa serunya?"
"Lo kok nggak nangis?!" Aku sungguh menganggap Deeka tidak punya hati. "Film ini sedih! Lo harusnya nangis juga."
"Muka lo lucu. Ekspresi lo lebih menghibur."
"Dasar orang aneh. Sana balik ke kursi lo!" usirku, sambil mendorong lengannya.
Setelah Deeka kembali ke kursinya, aku menangis lebih puas bersama Sandra. Namun, aku tidak sengaja melirik Deeka yang malah menertawakanku. Mulutnya terbuka tanpa suara, berkata, "Beruang cengeng."
"Bodo amat." Aku kembali memeluk Sandra. "Sedih banget, ya, San?"
"Iya, sialan Deeka. Keren banget sih punya film sesedih ini." Sandra juga masih menangis tersedu-sedu.
"Kenapa keren?"
"Hmm, jarang orang yang punya hobi ngoleksi film bagus dan menyedihkan. Apalagi cowok. Kebanyakan malah ngoleksinya film porno, kan?"
Aku mendengus. "Iya, dia emang beda dari yang lain."
"Jadi? Karena itu ya, lo suka sama dia?"
"Bukan." Aku menggeleng.
"Terus, karena apa?"
"Karena ... dia itu Deeka."
"So?" Sandra terlihat kebingungan.
Aku pun terkekeh. "Lo nggak akan ngerti, San."
"Lo aja yang pelit, nggak mau jelasin gue."
"Nah, tuh tahu."
Sejujurnya, aku pun tidak tahu alasan yang pasti. Apa karena Deeka baik? Deeka lucu? Deeka aneh? Deeka ... membuatku nyaman? Atau, karena hal baik lainnya. Yang pasti, aku menyukai semua yang ada pada Deeka. Bahkan, sifat malasnya itu aku juga suka. Tapi, jika dia rajin, mungkin aku akan lebih suka. Entahlah, aku juga tidak mengerti dengan diriku sendiri.
Aku terdengar sangat menyukainya, ya? Aku malu jika harus menunjukkan rasa sukaku secara terang-terangan. Aku takut ... semua orang akan mengejekku. Tapi yang lebih aku takutkan lagi, aku takut ... Deeka akan menjauh dariku. Kenapa?
Karena Deeka ... tidak mungkin memiliki perasaan yang sama denganku. Dia hanya menganggapku sebagai beruang yang sangat menyenangkan untuk diganggu. Ha-ha.
Beruntungnya aku.
Aku menyesal karena tidak pernah menyadari keanehan darimu, Deeka.
Kamu sangat lucu. Lalu, kenapa kamu malah suka menonton film yang sedih?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top