8 - Langitkan Harapanmu!

Jika kamu meyakini sesuatu, jujurlah! Semesta akan menunjukkan jalannya, hembus angin dan segala warna langit akan menuntunmu untuk mendapatkannya!

Hari ini Upacara, setelah semua susunan acara selesai, Bu Ira— kepala sekolah Cakrawala naik ke atas podium untuk menyampaikan pengumuman penting.

"Selamat pagi anak anak..." sapa Bu Ira ramah

"Pagi Bu..."

"Baiklah, langsung saja, Ibu akan mengumumkan hasil seleksi siswa yang akan di kirim sekolah untuk mengikuti olimpiade tahun ini. Sabtu lalu, dewan guru sudah mengadakan seleksi dadakan untuk menentukan 4 siswa terbaik yang akan pergi ke berlin" jelas Bu Ira, semua yang ada dilapangan bertepuk tangan serentak.

"Optimis kagak Cakk," bisik Gabriel pada teman sebangkunya yang juga terpilih untuk ikut tes beberapa minggu yang lalu.

Cakka tersenyum, "Optimislah! tapi gue lebih yakin lagi kalau mereka berdua pasti kepilih..."

Gabriel mengangkat sebelah alisnya, "Mereka?"

"Tuh!" Cakka menunjuk Alvin dan Rio yang sedang bercanda di barisan kelas sepuluh.

"Mereka ikut seleksi? tumben mau?" komentar Gabriel.

"Dipaksa Bu Winda, ya mau nggak mau!" Cakka terkekeh mengingat wajah sebal Alvin saat seleksi dilakukan.

"Bu Winda emang ajib banget urusan beginian" ujar Gabriel takjub.

Cakka mengangguk, "setuju, gue akuin beliau emang jagonya, bisa maksa kita aja udah keren, apalagi maksa mereka, dasyat Bu Winda mah" katanya yakin. besar sekali harapannya untuk bisa pergi bersama Rio dan Alvin, seperti dulu sebelum semua malapetaka ini terjadi.

"Oke lansung saja, siswa terpilih yang pertama adalah Gabriel dari kelas XI-A, Ketua Osis kita dimohon untuk maju kedepan" kata Bu Ira setelah membuka kertas yang tersegel ditangannya.

Teriakan dan tepuk tangan riuh terdengar dari peserta upacara. sudah tidak heran lagi jika Gabriel yang notabene adalah murid axelerasi pasti akan terpilih.

"Woy! Selamat ya, Yel" kata Irsyad, teman sekelas Gabriel

"Tenkyu syad,"

"Yuhuu... selamet bro, Lo hebat" Riko merangkul Gabriel dan Cakka gantian. "Kayanya, latihan bakal nggak efektif nih" ujarnya menghela nafas. "Lah, Kenapa Ko?" Sambung Abner

"Feeling gue bilang 4 pemain inti bakal sibuk buat olimpiade sebulan kedepan" balasnya sok mikir sambil mengelus dagu.

"Siapa aja emang?" kali ini dayat yang menyahut.

"Nih, dua orang," Riko menunjuk Cakka dan Gabriel dengan dagunya, "ditambah dua bocah no!" Lanjutnya menunjuk Rio dan Alvin di barisan kelas sepuluh.

"Emang Rio sama Alvin ikut seleksi?"

"Ikut, si kiki bilang mereka selesai pertama terus disusul Cakka" jelas Riko.

Gabriel dan Cakka hanya senyam-senyum.

"Selamet bro..." Cakka merangkul Gabriel.

"Lo temenin gue kan?"

"Tungguin aja di podium"

Gabriel mengangguk dan segera berjalan ke podium utama.

"Selanjutnya, saya panggil Alvin Jonathan dari kelas X-IPA1." Alvin melongo, sorakan kembali terdengar, kali ini dari barisan kelas X.

"Maju sana!" Rio mendorong Alvin, memberi semangat.

"Pokoknya kalau nggak ada Lo gue nggak mau ikut!" Alvin merengut seperti anak kecil.

"Udah sana, Rio pasti kepilih kok" Hibur shilla ikut mendorong Alvin, mau tidak mau di beranjak lalu berdiri di samping Gabriel.

"Selanjutnya, Cakka dari kelas XI-A...." sambung Bu Ira lagi.

"Tuh kan, bener kata gue..." Komentar Riko yang masih mejeng di barisan anak kelas sebelas.

"Yah, alamat pemain intinya bakal absen semua nih," gerutu Abner.

"Resiko punya temen kepinteran"

"Udah ah, maju dulu ya..." Putus Cakka sambil berlalu.

Sampai di podium, dia berdiri di samping Alvin sesuai urutan, ber-tos ria dengan dua nama yang sudah maju duluan.

"Baiklah yang terakhir," Bu Ira diam cukup lama melihat anak-anak didiknya mulai tak sabar.

"Selamat kepada kandidat Kapten Basket kita yang baru... Mario Aditya dari kelas X-IPA1..." lapangan kembali riuh, sebagian siswa-siswi menyalami Rio memberi selamat.

"Selamat ya yo! bangga deh gue sekelas sama Lo" heboh Daud.

Rio tersenyum tipis seraya berjalan menyusul Cakka.

"Baiklah, berikut 4 siswa terpilih yang akan mewakili sekolah kita untuk olimpiade di berlin, ibu harap dukungan dan doa dari kalian semua agar mereka bisa berhasil dan pulang dengan kebanggan untuk Indonesia dan Cakrawala" tutup Bu Ira sebelum upacara selesai.

***

Cakka menatap cemas Gabriel yang tengah mengganti seragamnya dengan kaos olahraga. Sejak pelajaran terakhir selesai, dia merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, seperti sedang menyembunyikan sesuatu, gelagatnya juga aneh. "Yel, Lo beneran nggak apa-apa, kan?" ujarnya memastikan, dia masih saja diliputi kecemasan akan keadaan teman sebangkunya itu.

Gabriel mengangguk.

Cakka memperhatikan Gabriel lebih intens, semakin tidak percaya dengan apa yang didengarnya begitu melihat wajah temannya pias dan banjir keringat.

Disaat bersamaan Alvin dan Rio masuk lagi keruang ganti hendak mengambil barang yang teringgal, Rio membuka lokernya, mengambil botol minum dan handuk. Sementara Alvin mengarahkan pandangan pada Cakka yang melamun sambil bersandar di loker sebelah kiri.

"Woy..." Alvin menepuk pundak Cakka keras.

Cakka terlonjak, "Njir, ngagetin aja sih Lo!"

"Lagian, ngapain sih bengong gitu?"

Cakka menunjuk Gabriel dengan dagunya, Rio yang sejak tadi memperhatikan obrolan mereka ikut mengarahkan pandangan yang ternyata berpusat pada Gabriel.

Alvin menyerngitkan keningnya, "Iyel?"

"Gue ngerasa ada yang aneh aja, sama dia" bisik Cakka.

Alvin menatap Gabriel sekali lagi untuk memastikan, sepertinya Cakka benar, dia juga bisa melihat Gabriel tampak tidak baik hari ini. "Yel, muka lo pucet banget, Lo sakit?" tanyanya khawatir.

DEG...
Rio melirik Gabriel sekilas, kemudian kembali menyibukkan diri pada loker kosong di depannya, ya tuhan... wajahnya benar-benar pucat, badannya agak bergetar. Dia ingin bertanya, tapi egonya masih sangat tinggi untuk dirobohkan.

"Gue nggak apa-apa, Udah ah buruan kelapangan, keburu siang" perintah Gabriel seraya berjalan keluar, melewati tiga orang yang masih mematung.

"Kayaknya tuh anak beneran sakit, deh!" presepsi Alvin

"Iyaa... tapi dia nggak mau ngaku" sahu Cakka yakin.

"Yaudah, nggak usah ribut! Toh, dia yang bilang sendiri ini, katanya nggak apa-apa!" Putus Rio seadanya.

***

Pak Joe menunjuk Cakka sebagai penanggung jawab latihan hari ini, beliau ada dinas dari sekolah berhubungan dengan kesatuan guru olahraga tingkat daerah. Dalam pimpinan Cakka, mereka memulai pemanasan. Di Tim merah ada Rio, Cakka, Obiet, Sion dan Irsyad. Sementara di Tim Biru ada Gabriel, Alvin, Riko, Dayat dan Abner, wasitnya Septian.

PRIIIIT...

Latihan babak pertama dimulai, Bola dilempar Septian yang lansung di ambil alih Rio, di oper ke Cakka. Tim merah memulai serangan, Cakka mempertahankan bola dari kepungan Riko. Oper lagi ke Rio, shoot...

BRAKK... 2 poin untuk tim merah.

Latihan sudah berjalan 20 menit, skor kedua tim beda tipis. Tim biru unggul 16-14 dari tim merah. Kini, Bola kembali berada dalam kedali tim merah, Rio berdiri menghadang Gabriel yang mencoba merebut bola. Dia bisa merasakan permainan lawannya itu sedikit aneh, Gabriel tampak tidak segesit biasanya, gerakannya lambat.

Rio mendekati Gabriel setelah melempar si Oren pada Cakka, "Yel, Lo nggak apa-apa?" ujarnya pelan.

Gabriel tersentak, untuk pertama kalinya setelah sekian lama saling diam, Akhirnya Rio mengajaknya bicara, dia puas, rasanya seperti habis meruntuhkan sekat berkarat di depan matanya. "Gue nggak apa-apa..." balasnya tersenyum

"Mending Lo di ganti deh! Keadaan Lo lagi nggak bagus" kata Rio lagi. Bagaimanapun Gabriel mencoba mengelak, dia tidak bisa percaya alibi pasaran seperti itu. Tidak apa-apa darimana, mau lari saja dia sudah kerepotan.

"Nggak bisa, Gue masih mau main" keukuh Gabriel.

"Ngeyel banget sih dibilangin, kenapa-napa aja Lo, baru tahu!" sentaknya marah, dia mendadak kesal karena sarannya ditolak.

"Biasanya juga gitu, kan?" Gabriel terkekeh.

Rio semakin geram melihatnya, daripada emosi, dia memutuskan untuk kembali bermain. Namun, baru beberapa langkah beranjak, tiba-tiba terdengar bunyian keras seperti benda jatuh.

BRUKKK...

"Argh..." Gabriel jatuh, badan yang sempat terhuyung kini tergeletak ditengah lapangan, tangannya mengepal keras menekan dadanya yang sakit bukan main.

"Haah... Haah..." Dia mencengkeramnya kuat-kuat, mencoba meraup udara sebanyak mungkin, sebelum lubang itu benar-benar tertutup.

Rio memutar badan memastikan, mencebik lucu melihat orang yang baru saja diberinya saran jatuh tersungkur, 'Haha! Kualat, kan Lo! batu sih dibilangin'

Namun, gerutuan itu tidak bertahan lama, dia dibuat terkejut saat tiba-tiba Gabriel menggeliat tidak nyaman, badannya meringkuk dalam, tangannya bergerak anarkis menekan bahkan memukul dadanya. Rio berlari mendekati orang itu, memangku kepalanya. "Yel, Gabriel, Lo kenapa? mana yang sakit?" pekiknya panik.

Gabriel tidak merespon, matanya terpejam erat, badannya lemas.

"Yel, ngomong. Jangan diem aja!"

Rio bisa merasakan lengannya di genggam seseorang, dia bisa melihat Gabriel hendak membuka suara sebelum tiba-tiba mata itu terpejam sempurna, Gabriel pingsan.

"GABRIEL, YEL! BANGUN WOY, LO JANGAN BERCANDA!?" Teriaknya panik. Anggota tim yang tadinya fokus pada si Oren menoleh, berlari tanpa komando mengepung keduanya, terlebih Cakka dan Alvin.

"Yel, Iyel, bangun! Lo kenapa? Yel, bangun!" Cakka menepuk pipi Gabriel kuat. Badan itu bergeming.

"SIAPIN MOBIL! KITA KERUMAH SAKIT!"

"BURUAN CAKKA! NGGAK ADA WAKTU!" teriak Rio lagi.

Cakka berlari secepat mungkin ke parkiran, Sementara Alvin membantu Rio memapah Gabriel.

"Ntar, Lo susul kita pake mobil Iyel, kuncinya di resleting depan sebelah kanan, gue duluan" perintah Rio pada Alvin tepat saat mobil Cakka berhenti di depan lapangan. Rio di bantu Riko dan Dayat membaringkan Gabriel di jok belakang.

"Gue yang nyetir, Lo temenin dia dibelakang!" suruh Rio setelah menyamankan posisi Gabriel, Cakka menurut.

Rio mengambil alih kemudi, memacu mobil Cakka dengan kecepatan diatas rata-rata.

"Buruan, Yo, Iyel makin dingin nih, gue takut!"

---

"Gimana Cakk?" tanya Rio setelah sampai di ruang tunggu yang disebutkan Cakka di pesan BBM. Dia semakin panik saat tahu orang itu sampai masuk ICU.

"Belum tahu, dari tadi dokternya belum keluar" lemas Cakka.

Rio ingin menenangkan Cakka, tapi dirinya juga gelisah, tidak tenang. tempat ini mengingatkannya pada kenangan buruk dimasa lalu yang kerap kali membuatnya muak, tidak lama Dokter keluar.

"Dokter Doni, Akhirnya... Gimana Iyel, Dok? Dia baik-baik aja, kan?" Tanya Rio cepat.

Dokter Doni tersenyum, "Alhamdulillah, syukur dia ditangani tepat waktu, telat beberapa menit saja saya tidak yakin nyawanya bisa diselamatkan! Tapi, saat ini kondisinya belum stabil. saya tidak izinkan siapapun untuk masuk," jelas beliau.

Cakka dan Rio mengerutkan kening tidak mengerti, separah itukah keadaan Gabriel?

"Memangnya dia kenapa sih, Dok?" Tanya Cakka ingin tahu.

Dokter Doni menatap dua remaja di depannya gantian, "S— saya tidak bisa—

"Tolong, Dok. gimanapun juga saya harus tahu, saya juga keluarganya" tambah Rio menguatkan.

Dokter Doni menghela nafas pasrah, lagipula menurutnya, Rio bukan orang lain untuk mendengar kabar ini, Rio bisa membantu mengawasi Gabriel jika diperlukan. "Jadi, sebenarnya... Gabriel ada kelainan jantung dari kecil, salah satu katubnya tidak berfungsi normal, meskipun waktu kecil pernah operasi, tapi kondisinya tidak bisa dibilang aman jika kelelahan, tolong bantu ingatkan dia ya..."

BRUUUK!

Cakka terduduk lemas di kursi tunggu, 'apa lagi ini? Gabriel sakit sementara dia tidak tahu apa-apa? sahabat macam apa dia? yatuhaaan...

"Gue pergi dulu, Cakk..." suara Rio membuatnya kembali dari lamunan, saking terkejutnya dia sampai lupa masih ada Rio yang juga merasakan penyesalan yang sama bahkan lebih parah.

"Ja—" baru saja Cakka akan mencegah saat tubuh tegap itu sudah terlebih dulu menghilang dibaik koridor rumah sakit.

"Kalian yang sabar, kami akan mengusahakan yang terbaik demi kepulihan Gabriel, kalau begitu saya permisi," pamit Dokter Doni, Cakka mengangguk.

Tap...

Tap...

Tappp...

Langkah kaki seseorang mendekat, ternyata Alvin. "Gimana Cakk?" Alvin menyerbu cakka setibanya dirumah sakit.

"Kondisinya belum stabil, Vin. Belum boleh dijenguk, Sebaiknya lo susulin Rio deh, dia pasti shock banget"

"Emangnya ada apa?" selidik Alvin.

"Ternyata Iyel sakit, dia ada kelainan jantung dari kecil..."

"Hah? Gimana? Rio mana?"

Cakka menggeleng, "Dia lansung pergi setelah Dokter bilang Iyel sakit, dia nggak masuk ke dalam dan lari gitu aja"

Penjelasan Cakka seperti petasan besar yang tiba-tiba meledak di depan wajahnya, "O—Oke, kalo gitu gue pergi dulu!"

Penjelasan Cakka seperti petasan besar yang tiba-tiba meledak di depan wajahnya, "O—Oke, kalo gitu gue pergi dulu!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top