54 - Ify Ngambek
Rio membiarkan matanya terpejam menikmati semilir angin sembari berbaring di rerumputan, setelah berjalan tanpa arah, disinilah dia sekarang, taman pinggiran yang tidak begitu ramai, tempatnya tidak terlalu mencolok dan sepi pengunjung.
Rio mendengus, bayangan saat Alvin mengacuhkannya masih terasa sakit, sangat sakit. baginya, meladeni Alvin bertengkar atau main basket berjam-jam lebih baik daripada melihatnya enggan bicara seperti itu. sejak tadi, dia terus mempertanyakan pada dirinya perihal kemarahan Alvin, tapi tidak ada sebab berarti yang berhasil ia temukan. Dia masih sangat ingat sebelum hari ini mereka tidak ada masalah, tidak ada turnamen atau hal apapun yang sekiranya bisa menyulut emosi Alvin, sampai semalam laki-laki sipit itu mendadak tidak bisa dihubungi.
Rio memungut batu kerikil kecil yang berserakan, melemparnya asal. Entah sudah berapa lama dia melewatkan pelajaran hari ini. Dan soal Ify, sudah barang pasti gadis itu akan mengomel sangat panjang ketika dirinya pulang nanti. 'Ahh... lo bikin gue binggung, kodok sipit' desahnya putus asa, dia menghela nafas berat, menikmati rasa lelah yang kini mulai mendominasi tubuhnya, belum lagi semilir angin membuatnya betah. Dia mengangkat tangan menutupi wajah, membiarkan matanya terpejam lebih erat.
***
Ify melesatkan mobilnya cepat kembali ke area Cakrawala. Beberapa menit lalu, Pak Dedi mengabari jika salah satu orangnya menemukan tuan muda ditaman dekat sekolah. Astaga, Dia bahkan tidak berfikir jika Rio mungkin ada disana mengingat lelaki itu pergi tanpa uang dan kendaraan. sadar atau tidak, Rio selalu memenuhi pikirannya. Ah, laki-laki somplak yang memintanya untuk tidak menangis itu sukses membuat hidupnya jumpalitan dengan cara-cara maha aneh yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. sejak pertama kali mencintai Rio, Dia sudah suka dengan apapun yang dilakukan orang itu, perhatiannya, kejutan-kejutan gagal, tengilnya, juteknya, cueknya dan masih banyak lagi aksi menyebalkan lain yang akan sangat panjang jika disebutkan semua. yaa, meskipun sampai hari ini status mereka masih tidak jelas.
Sampai di taman, Ify segera turun dari mobil, netranya bergerak liar mencari sosok Rio. Kilau matahari yang memancar diujung barat sempat mengalihkan perhatiannya, sampai dia mendapati siluet yang dicarinya terlelap dengan posisi nyaris sempurna di atas rerumputan. Badannya yang kelewat tinggi berbaring lurus dengan tangan kanan menutupi setengah wajahnya.
Ify memandangi lelaki itu dalam diam, meski tampak lebih kurus, baginya Rio tetap gagah dan menenangkan. Matanya yang kini terpejam tertutup lengan, terasa bersinar dalam bayangannya, bibirnya selalu manis dan tidak membosankan, oh tuhan... beruntung sekali dia telah memiliki hati lelaki ini, bahagiannya bisa bersanding dengan salah satu sosok impian para gadis di dunia ini. "Aku sayang banget sama kamu, Yo!" ujarnya seraya menyentuh lembut surai hitam lelakinya yang beterbangan tertiup angin.
"Gue ketiduran, yaa..."
"Nyenyak banget lagi bobonya kayak dedek bayi, hihi..." Ify terkikik geli, Lagi-lagi dia harus menahan diri agar tidak tertawa melihat wajah bangun tidur lelaki disampingnya ini.
"I-If... Ify!"
Ify tersenyum membalas keterkejutan lelakinya itu seraya mengusap puncak kepalanya, "Capek banget ya abis kabur, sampe ketiduran gitu"
"Kok kamu bisa tahu aku disini?"
"Yaiyalah, Aku 'kan pacar kamu"
"Ih, malah bercanda!"
"Aku nggak bercanda tahu, kamu nggak apa-apa kan? Alvin gimana?" Ify menyandarkan kepalanya di bahu tegap lelaki yang kini duduk disampingnya, menikmati kebersamaan disela kesempatan yang di berikan tuhan, sungguh kenyamanan inilah yang tidak bisa ditemukannya dari sosok manapun di dunia ini.
"Pulang yuk"
Ify menggeleng, "Sebentar lagi ya..." Ify tersenyum senang melihat lelakinya mengangguk, meski pelan dia bisa merasakan jika kini Rio tengah menahan badannya, memeluknya dari belakang, Ify terhenyak, "Ri... Rio..."
"Sebentar aja, Princess..." Ify bisa merasakan tubuh yang melindunginya sedikit bergetar, jelas Ia bisa merasakan meski Rio mati-matian menutupi kesedihannya. Ify mengeratkan pelukannya, tidak peduli apa hal yang membuat lelakinya penuh sesak, yang jelas dia sudah berjanji untuk selalu ada disamping pemilik hatinya itu, hari ini... besok, lusa, dan lusanya lagi.
Keduanya masih terbawa suasana romantis seolah tengah menikmati pemandangan seindah surga di tepi pantai, menikmati saat-saat matahari menyerahkan tugasnya pada rembulan, menampakkan langit yang beranjak gelap agar sinar bulan tampak lebih hidup setelahnya.
Bulan tampak lebih indah dan menenangkan bagi manusia meski sebenarnya sinar bulan berasal dari matahari, seperti halnya kesederhanaan, tuhan memerintah salah satu antariksa ciptaannya yang setia, untuk menggantikan matahari agar mahluk ciptaannya yang lain memiliki waktu untuk beristirahat. Bahkan, jika kita pernah sekali saja mengamati betapa setianya bulan, kita akan melihat saat dimana bulan rela muncul tanpa cahaya dipagi hari, demi melihat matahari memancarkan kehidupan meski hanya sepersekian detik, bulan setia singgah bersamaan dengan matahari di langit tuhan, seperti itu.
Begitupula cinta yang terajut dibalik kesetiaan hati pemiliknya, hati yang penuh cinta kasih tidak harus dihiasi kemewahan setiap saat di singgasananya. Karena, selama mereka bersama, saling menggenggam, saling percaya maka hakikat cinta mereka hampir sama seperti bulan, sesuatu sesederhana apapun itu terasa lebih dari cukup untuk mempertahankan kebersamaan. Berdua menikmati cinta, sebuah rasa tak terjarah yang lebih hebat dari apapun di dunia ini.
Rio memejamkan mata tenang, menyandarkan kepalanya dibahu Ify senyaman mungkin.
Kini, mereka tampak seperti pasangan abu-abu monyet yang sedang kasmaran tingkat dewa hingga membuat beberapa orang yang lewat memandangi keduanya, namun selayaknya orang kasmaran mereka tidak memperdulikan itu, suasana super sweet ini berlalu cukup lama sampai tiba-tiba bunyi-bunyian aneh itu datang, membuat keduanya reflek menoleh satu sama lain.
---
Kruuuuk...
Kruyuuk...
Kruuyuk...
Rio meringis menatap Ify yang menatapnya garang, karena sejak tadi mereka hanya berdua, tentu saja suara itu berasal dari salah satunya bukan? Mungkin karena Ify merasa suara itu bukan dirinya, maka mau tidak mau dia memutar arah pada satu orang lagi yang jelas menjadi tersangka tunggal.
Aisssh, Rio meruntuki kebodohannya, kenapa perutnya tidak bisa diajak kompromi? Kenapa harus protes disaat yang tidak tepat, did depan Ify lagi, kan tengsin.
"Yo... I-itu... itu tadi-"
"Hehehe... kayaknya aku laper deh, Fy..." katanya tak enak, antara malu, takut, dan memikirkan bagaimana caranya dia mentraktir Ify makan sementara dia kabur tanpa membawa apa-apa.
"Ayo kalau gitu..."
"Ngapain?"
"Yaaa makan lah, gimana sih?"
Rio menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, Ify mengajaknya makan tapi nada bicaranya seperti orang mau mengajak perang, tatapannya garang, terlihat sekali kalau dia sedang marah, lagi-lagi dia hanya meringis. "Tap-Tapi aku, kan... A... Aku-"
"LO MAU MAKAN APA GUE TINGGAL PULANG?!"
Rio merengut, nyalinya seketika ciut melihat Ify memekik seperti itu, sesegera mungkin dia bangun dan segera mengejar sampai didepan mobil, setidaknya sebelum gadis itu benar-benar marah dia harus mengambil tindakan, mzeski dia tidak tahu maksud sikap Ify kali ini, dia tidak ingin gegabah. Dia tahu Ify kesal, atau mungkin lebih dari itu.
"Oke... oke, kita makan. aku yang nyetir ya," kata Rio cepat setibanya disamping mobil, mengambil alih kunci sambil membukakan pintu samping untuk Ify.
Bruummm...
---
Rio menatap gadis cantik di depannya yang masih betah diam sejak perjalanan sampai mereka berhenti di kedai dekat taman, Ia hanya bisa pasrah, salahnya juga sih pake acara belum sarapan, kelaparan, ketahuan lagi. seketika, romansa berduaan dibawah rembulan tadi hilang sudah, apa boleh buat 'kan?
Ia sudah memesan dua menu tanpa persetujuan Ify karena gadis itu belum mau bicara, dengan keberanian seadaanya Ia bergerak menggenggam tangan Ify yang berada diatas meja, semakin Ify berontak, semakin kuat Ia menahan genggaman itu.
"Apaan sih, yo!"
"Maaf ya udah bikin kamu kesel..."
"Siapa yang kesel, biasa aja tuh"
Rio menahan tawa melihat Ify cemberut sambil memalingkan muka. "Dih, bo'ong. Orang jutek gitu, diem lagi. jangan-jangan kamu lagi gemes ya sama aku, pengen cubit, pengen peluk, hayo ngaku!
"Apaan sih, berisik tahu nggak!"
"Yaah, ngambek..."
"Bodo"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top