5 - Berlabuh pada Siapa?
Hati masih mampu menyimpan rahasia lebih dalam dari lautan
meski dia sadar muaranya mungkin tidak bisa sama lagi—
Ray modar-mandir didepan kamar Gabriel. sebenarnya dia ingin mengajak kakaknya main basket dilapangan komplek. Tapi binggung bagaimana caranya.
Ckleek
Pintu kamar Gabriel terbuka, manampakkan wajah sang empunya kamar yang menyerngit binggung melihat Ray di depan mata.
"Ngapain Lo di depan kamar gue? Mau ngintip?
"Ebuset, Pede banget lo! gue bosan nih dirumah, basket yuk? Lo telpon Kak Cakka" kata Ray panjang.
"Bentar..." Gabriel mencoba menghubungi nomor Cakka, tidak lama sampai akhirnya tersambung.
"......."
"Hallo Cakk, gue tunggu dilapangan basket sekarang yaa..."
"........."
"Oke!"
"Yaudah yuk, Cakka lansung otewe" kata Gabriel setelah mengambil bola basket kesayangannya di pojok kamar.
"Siap kapten!" balas Ray semangat lalu berlari keluar rumah.
Setibanya Ray dan Gabriel di lapangan komplek, ternyata sudah ada Cakka dan Sivia yang menunggu.
"Loh, Via?"
"Tadi ketemu dia dijalan Yel, boleh gue ajak kan?" jelas Cakka
"Boleh dong, kenapa enggak!" Gabriel tersenyum pada Sivia.
"Makasih Yel, Ray mau main juga" tanya Sivia gantian.
"Iya Kak, bosan di rumah" jawab Ray
"Kan ada Kak Iyel, Ray"
"Kak Iyel mah kalau nggak diajak nggak ada inisiatif" dumel Ray mengingat kebiasaan kakaknya mengurung diri di kamar apalagi ini hari minggu.
Gabriel tidak menghiraukan celotehan Ray, matanya mengarah pada Cakka yang memainkan bolanya asal. Gabriel berjalan mendekat dan merebut bola sehingga mereka melakukan permainan one and one sekarang.
"Lo kenapa kusut banget gitu? Main lo juga nggak benar"
"Bete, tadi gue ketemu cewek macan!"
"Macan?"
"Cewek Freak di sekolah waktu itu,"
"Agni?"
"Hmm..."
"Dimana?"
"Di depan rumah gue"
"Kok bisa?"
"Jadi, gue hampir mau ditabrak ama tuh cewek, gue coba menghindar dan kita kita berdua malah jatuh. Pas gue samperin, tuh cewek malah marah-marah. Katanya, Kan Lo jatuh sendiri, Bukan urusan gue, gitu" Cakka bercerita sambil menirukan logat bicara Agni. Wajahnya masih menunjukkan ketidaksukaan yang teramat sangat. "dan, yang paling penting nih ya, dia ternyata anaknya tante rossa, tetangga gue. yah Lo bayangin aja gimana nasib gue sekarang, satu sekolah aja udah musibah eh malah tetanggaan! kiamat udah dekat namanya!"
"Sabar aja ya, Cakk..." Gabriel menepuk pundaknya pelan.
Cakka mendengus pasrah, mau bagaimana lagi.
"Wah... wah... malah kalau menurut gue kalian berdua itu mirip loh" Sivia yang sejak tadi menyimak ikut bicara dan membuat permainan keduanya berhenti.
"Siapa? Gue sama Iyel? jangan ngaco Vi! gantengan gue kemana-mana"
"Bukan, bukan sama Iyel... tapi sama Agni!" Sivia tersenyum kecil. "Kalian itu sama-sama emosian, nggak ada yang mau ngalah dan juga sama-sama manja" lanjut Sivia jujur. Dia tidak menyadari ekspresi Cakka yang kini berubah garang.
Gabriel dan Ray ketar-ketir takut diceramahin panjang lebar. Tanpa pikir panjang mereka membungkam mulut Cakka dengan handuk yang dibawa Ray.
"Ehm, Vi... bisa tolong ambilin handphone aku di rumah? takut ada telepon penting" Alibi Gabriel pada Sivia agar dia cepat menjauh dari mereka. Sivia mengangguk dan segera berlalu kerumah gabriel yang tidak jauh dari lapangan.
Cakka megap-megap saat Gabriel melepaskan bekapannya. "Lo mau bikin gue mati, yel!"
"Setidaknya Lo jaim dikit di depan Sivia, gimana wibawa Lo kalau dia liat lo marah-marah!" Gabriel menenangkan.
"Lah, Abis dia seenaknya ngatain gue mirip cewek macan, ya wajar dong gue marah"
"Nih, minum dulu" Ray menyodorkan botol minumnya ke Cakka.
"Udah lah Cakk, Via kan emang gitu, terlalu jujur..."
"Maksud Lo?" tanya Cakka meminta penjelasan, Gabriel hanya mengangkat bahunya asal. Membiarkan Cakka menyadari sendiri apa maksud dari kata-katanya.
"Yaudah deh, jadi Main nggak nih kita?" Ray mengalihkan pembicaraan agar suasana tidak semakin mellow. Cakka dan Gabriel mengangguk
"Emang Lo udah kuat kak?" tanya Ray.
"Kuatlah, Ayo main..." jawab Cakka sambil berdiri, Ray mengambil bola dan mereka mulai bermain
***
Sivia lansung masuk kekamar Gabriel setelah mendapatkan ijin Bu Manda dan dengan cepat dia menemukan handphone Gabriel di atas kasur, Sivia baru saja akan mengambil benda itu tapi ada telepon masuk. Dia melihat display dan menemukan nama Ify disana, karena penasaran Sivia menjawab telepon itu
"Hallo... Kak Iyel? tadi katanya mau nelpon! Kok Ify ditungguin nggak muncul juga?" suara dari seberang terdengar heboh. Sivia shock mendengarnya, Gabriel jarang mau menelfonnya, tanpa diminta pula. Tapi kok sama gadis ini?
"Hallo Kak Iyel? Kok diem aja sih!" Ify kembali bersuara karena tak ada jawaban dari Gabriel.
Sivia buru-buru mematikan sambungan telepon. Air matanya turun tanpa diminta. Dia lansung lari dari rumah Gabriel, hatinya sakit melihat itu semua. Kali ini Gabriel benar-benar tega padanya.
Sementara itu di lapangan komplek.
Ray, Gabriel dan Cakka yang sedang istirahat dari permainan mulai khawatir karena Sivia belum juga sampai disana. Gabriel yang bingung memilih untuk menelepon rumah menggunakan ponsel Cakka.
Tuuuut...
Tuuuuut...
Tuuut...
"Hallo... selamat sore" terdengar suara dari seberang.
"Hallo Bi, Ini yel. Tadi sivia ada kerumah nggak?"
"Oh, Iyaa Mas, tadi Mbak Via kerumah katanya mau ngambil handpone Mas Iyel, tapi nggak lama Mbak Via keluar sambil nangis"
"Lah, Kok nangis Bi? Kenapa?"
"Bibi juga nggak tahu Mas,"
"Udah lama perginya, Bi"
"Sekitar 30 menit yang lalu, Mas..."
"Baik, Bi. Makasih ya" Gabriel menutup sambungan telepon setelah mendapatkan informasi.
"Kenapa Yel?" tanya Cakka setelah handphonenya kembali.
"Nggak ada, Cuma salah paham kayaknya, balik aja yuk, udah sore juga" tutup gabriel diangguki semuanya.
"Oke !"
***
Sivia menangis ditepi danau sendirian, hatinya sakit melihat kenyataan yang sama sekali tidak sesuai dengan keinginannya. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? bukankah mereka baru saja bertemu? kenapa Gabriel lebih menaruh hati pada gadis lain dari pada dia yang menemaninya dari kecil? kenapa?
"Ya Tuhan... kenapa rasanya sesakit ini?" Isak sivia pelan
"Nangis mulu Lo, Vi" terdengar suara dibelakangnya, sivia berbalik menatap orang itu yang ternyata...
"Rio!!"
"Aku udah sering bilang kan, kalo Aku nggak suka liat air mata kamu" ucap Rio menenangkan, Sivia memeluk Rio dan malah menangis lagi. Rio membiarkan saja Sivia menumpahkan rasa sakitnya disana, bagaimanapun juga dia tetap sebuah sandaran bagi Sivia. Mungkin beginilah cara yang tuhan berikan untuk menunjukkan perasaannya ke Sivia, mungkin.
Beberapa saat kemudian Sivia mulai berhenti menangis dan melepaskan pelukannya, duduk disamping Rio.
"Gimana? udah tenang?"
"Iya, makasih ya yoo..."
"Jadi ada apa lagi, kali ini?" tanya Rio lagi, Sivia menunduk.
"Iyel"
'Huh, nama itu lagi' batin Rio kesal, kenapa selalu dia sebab airmata gadis ini?
"Kenapa lagi dia?" tanya Rio sehalus mungkin.
"Tadi Iyel minta aku buat ambil hapenya dikamar. Eh, tiba-tiba ada telpon dari Ify, aku angkat kan. Terus Ify bilang dia udah nunggu soalnya iyel udah janji mau nelpon dia! Aku sakit dengernya Yo, Aku yang bertahun tahun temenan sama dia aja jarang ada quality time kayak gitu, udah gitu wallpapernya pake foto Ify lagi, kenapa harus Ify? mereka kan baru kenal! kenapa enggak aku aja, kenapa iyel ngga ngerti perasaan aku, emangnya sikap aku selama ini kurang jelas yaa, buat bilang kalo aku sayang banget sama dia" cerita Sivia hampir menangis lagi. Rio menghapus air mata sivia dengan jarinya, meskipun dirinya juga sakit, tapi rio sadar keegoisan tidak akan merubah apa-apa, dia tidak bisa memaksa Sivia untuk mencintainya, bukan?
Keduanya terdiam, Rio tidak kuasa bicara diatas kehancuran hatinya. ingin rasanya bisa menghibur gadis ini dengan candaan atau lelucon garing seperti biasa, tapi bibirnya kelu tergerus luka.
"Yo..." Sivia kembali membuka suara.
"Hmm..."
"Makasih yaa udah mau dengerin aku..."
"Noprob Vi, gue selalu ada buat Lo sampai kapanpun, gue janji!"
"Makasih banyak ya yo, Kamu emang sahabat terbaik Aku" balas Sivia, Rio tersenyum kecut 'sahabat, yaa sayangnya cuma sahabat' batinnya pilu.
"Vi, kamu mau kan janji sama Aku?" Pinta Rio dengan tatapan lurus ke depan.
"Janji apa?"
"Aku nggak mau lihat kamu kayak gini lagi, nangisin seseorang yang nggak peduli sama kamu"
"Taa... Tapi,"
"Viii..." Rio merubah posisinya menjadi berhadapan dengan Sivia. memegang kedua tangannya gadis itu erat.
"Kamu itu cantik Vi, Kamu baik, masih banyak orang yang peduli dan sayang sama kamu, orang yang bersedia ada disamping kamu" kata Rio lirih.
"Tapi aku maunya sama Iyel! Bukan orang lain," Sivia melepas genggaman tangan Rio dan beralih mengenggamnya.
"Sayangnya, hati aku sepenuhnya udah buat Iyel, Yo..." kata Sivia lagi.
PYARRR...
Semisal kaca yang dibenturkan di dinding, hatinya hancur berantakkan, dia bisa merasakan kesungguhan disetiap ucapan Sivia, hatinya sakit luar biasa, tapi dia tidak punya hak untuk melarang atau meminta sivia mencintainya jika gadis itu lebih dulu melabuhkan hatinya pada orang lain.
"Oke, tapi janji sama aku yaa, kamu nggak boleh nangis kaya gini lagi" putus Rio, Sivia tersenyum lalu mengangguk.
"Iyaa, aku Janji"
Rio merasakan desahan nafas lain, yang diyakininya sebagai Gabriel.
"Yaudah, gue balik yaa? kalian selesein ini berdua!" Rio berlalu sedikit jauh dari Sivia.
"Keluar deh Lo, gue balik!" kata Rio lagi kepada Gabriel yang bersembunyi dibalik pohon
"Yo," cegah Gabriel keluar dari persembunyiannya, Sivia terkejut.
'sejak kapan ada Gabriel ada disana? apa mungkin dia mendengar semuanya? apa mungkin?' Batinnya kalut.
"Kalo sampe Lo bikin dia nangis, Gue nggak akan maafin Lo!" putus Rio lalu pergi.
Gabriel yang sudah kepalang basah berjalan mendekati Sivia dan duduk disampingnya.
"Vi," Panggil Gabriel, Sivia menoleh tanpa berkata apa-apa.
"Aku minta maaf yaa, vi. aku udah nyakitin kamu, aku nggak tahu perasaan kamu yang sebenarnya" lanjut Gabriel merasa bersalah.
"Udahlah Yel, Lupain aja, kamu nggak salah kok, lagian aku juga sadar cinta nggak bisa dipaksain..."
"Tapi Vi..."
"Aku ngerti kamu suka sama Ify, kejar cinta kamu. Aku udah bisa terima sekarang" putus Sivia sebelum Gabriel meneruskan pembicaraan yang lebih jauh.
"Kamu serius, Vi?" tanya Gabriel ragu.
"Iya Yel, aku Cuma shock aja tadi. Aku janji ini terakhir kali kamu liat aku kaya gini" Sivia tersenyum tulus.
"Makasih ya Vi, kamu selalu ngertiin aku" Gabriel menggenggam tangan Sivia lembut.
"Sama-sama Yel" balas Sivia tersenyum.
"Yaudah, aku anterin kamu pulang yuk, udah malem juga" kata Gabriel sambil berdiri dan menggandeng tangan Sivia ke mobilnya yang terparkir tidak jauh dari sana. hatinya tersenyum tulus atas jawaban Sivia. Hal ini bisa menjadi langkah awal yang tepat untuk mengejar cintanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top