46 - Sisi Lain Cakka
Mencintai tidak selalu butuh penjelasan. Mencintai, ya... Mencintai saja.
seringkali kita tidak tahu kenapa cinta itu datang. Dia ada begitu saja, merasuk tanpa aba-aba, menuntut hak untuk disuarakan, terlepas dari Ia akan tersambut atau tidak.
***
Cakka melenguh panjang begitu netranya terbuka, kepalanya terasa berat, badannya lemas luar biasa. semalam dia tidak bisa tidur nyenyak, entah berapa kali dia terpaksa bangun hanya untuk menunaikan hasrat kamar mandi sampai dirinya benar-benar lelah. obat yang dibelinya dengan Debo dalam perjalanan pulang seolah tidak membantu apa-apa, selain menguras isi lambungnya hingga dia merasa kepayahan.
'Bangun dong, Cakka. Ayo bangun'
Tidak ingin kalah dengan keadaan, dia memaksakan diri untuk bangkit dan bersiap ke sekolah, tekatnya untuk kembali meminta maaf memaksa tubuhnya untuk tetap kuat, dia tidak boleh lemah apalagi sampai kalah dengan sakit yang tidak seberapa.
Setelah bersiap dan memasukkan beberapa buku secara asal ke dalam tas, Cakka beranjak dari ranjang hendak keluar, namun sampai di depan pintu, dia terpaksa berhenti, perutnya sakit lagi, kali ini sangat sakit sampai badannya yang semula tegap kini membungkuk dalam, meringis dangan satu tangan memegangi perutnya.
Pandangannya mulai mengabur, lagi. wajahnya mulai pias dan dibasahi keringat dingin, meski demikian dia masih berusaha untuk bangun, menyeret langkahnya mendekati pintu masih dengan tangan mencengkeram erat bagian yang sakit, seperti ada jemari tak kasat mata yang sengaja mengobrak-abrik isi lambungnya.
'Lo kuat, Cakka. Lo kuat'
'Hari ini Agni bakal maafin lo, Lo harus bisa ketemu dia'
Sebisa mungkin dia menahan diri untuk tetap sadar meski kepalanya terasa berkali-kali lipat lebih sakit, dia berusaha menguatkan diri sampai beberapa menit kemudian dia merasa dunianya berputar, tubuhnya melemas hingga terjatuh, tidak sadarkan diri.
❇❇❇
Ditemani kemulus jingga yang perlahan berubah gelap, Agni memandangi jendela besar dari ujung balkon kamar yang mana dari sana, kaca lebar kamar Cakka terlihat sangat jelas, biasanya, dia bisa melihat siluet lelakinya itu dari sana, mendengar permainan gitarnya dari kejauhan, atau mereka sengaja saling tatap sembari bertelepon ketika Agni tidak bisa tidur.
Sejak permintaan anehnya pada Cakka hari itu, mereka benar-benar tidak saling bertemu, tidak di sekolah, di rumah, di jalan, dan dimanapun. Cakka menepati janji untuk tidak menampakkan diri, dia hanya mengirim pesan-pesan gila menanyakan hal-hal konyol atau sekedar memberitahu dia sedang apa dan dimana. selebihnya, tidak ada.
Apalagi beberapa hari ini Cakka seperti sengaja menghilang, kealpaannya terasa sangat jelas sejak pesan-pesan singkat itu juga ikut hilang, lelaki itu tidak menghubunginya, tidak mengirim pesan, apalagi update status di media social. kemana sebenarnya anak itu? Agni masih berupaya memikirkan alasan yang mungkin lebih logis akan ketidakhadiran orang itu yang bahkan tidak meninggalkan petunjuk apapun. ingin rasanya dia menelpon untuk sekedar bertanya, tapi hatinya enggan, egonya masih terlalu tinggi untuk dirobohkan. sehingga dia terpaksa diam, terpaksa tidak peduli meski dia tidak bisa berbohong jika hatinya ingin mendengar alasan itu.
"Hai, Ag. sorry ya lama!"
Suara berat seseorang dibelakangnya membuatnya terjaga, Agni tersenyum mendapati Rio tengah berjalan kearahnya dengan gayanya yang khas, lelaki jangkung itu tampak santai dengan setelannya sekarang, kaos gelap dengan celana selutut dan jaket berwarna senada membuatnya semakin gagah.
"Nih, gue bawain makanan"
Agni menerima plastik berlogo yang disodorkan padanya dengan mata berbinar, dari kemasannya saja dia jelas tahu isinya adalah martabak special langganan mereka, dia segera bangkit, membawa plastik tersebut ke dalam rumah. Beberapa menit kemudian, dia kembali ke taman membawa dua gelas minuman, sepiring martabak dan mangkok kecil untuk saus dan meletakkannya diantara mereka.
"Jadi ada apa gerangan, lo ngundang gue malam-malam begini?" Rio memulai pembicaraan setelah basa-basinya dirasa selesai.
Agni terdiam cukup lama, jujur dia ragu mengutarakan masalahnya kali ini mengingat masalah sebelumnya juga belum selesai, tapi disisi lain dia butuh suara, dia butuh alasan untuk meyakinkan perasaannya, dia butuh sandaran untuk mengambil keputusan. "Jadi, Ini soal Cakka, Yo..." ujarnya kemudian.
"Kalian berantem ya?" respon Rio datar, mencoba tidak retoris dalam situasi ini.
Agni menggeleng cepat, "E-E- Enggak kok!"
"Bohong..."
"Gue nggak bohong, Yo! Gue—
"Emang lagi berantem sama Cakka, gue ngambek gara-gara dia manis-manisan sama cewek lain" sambungnya melanjutkan sanggahan Agni yang belum selesai.
Agni bungkam, "Kok? Lo!? Ah... dia ngadu lagi sama lo, iya kan?"
Rio menggeleng, kejadian sebenarnya tidak seperti itu, "Nggak kok, dia nggak cerita apa-apa, tapi gue bisa rasain, gue bisa lihat belakangan ini dia berubah, dia keliatan putus asa banget dia sejak lo ngehindarin dia! gue emang nggak tahu kenapa Cakka begitu, tapi gue berusaha ngertiin dia, ngertiin tujuan dia"
"Tujuan? nyari perhatian ke cewek-cewek Lo bilang tujuan?! tujuan macam apa?!"
"Nggak gitu Ag, gue bukannya ngebelain dia atau apa, tapi Cakka pasti punya alasan, dia nggak mungkin sengaja nyakitin lo! Ada baiknya lo jangan ngehindar terus, kasih dia kesempatan buat ngejelasin. Gue nggak mau kalian sampai—
"Udahlah Yo... jelas-jelas dia yang salah!" keukuh Agni, "gue nggak tahu gimana cara jelasinnya sama lo, tapi yang jelas sekarang ini gue takut, Yo! lo tahu kan, Cakka jarang bersikap manis sama orang, apalagi cewek! tapi akhir-akhir ini, gue sering ngelihat dia manis-manisan sama cewek, bukan cuma Shilla atau cewek dilapangan waktu itu. Gue tahu fans dia banyak, gue tahu dia suka bercanda, tapi nggak tahu kenapa ngelihat dia bersikap manis ke cewek lain ngebuat gue mikir kalo Cakka bakal ninggalin gue, gue sadar gue siapa, gue nggak pantes buat dia, gue— Agni menunduk dalam, tidak sanggup meneruskan perkataannya.
Rio meraih pundak gadis itu, menenangkannya, "Ssstt... Lo ngomong apa sih! gue ngerti perasaan lo, tapi setiap manusia bisa berbuat kesalahan, Ag. manusia bisa khilaf"
"Dan gue bukan Tuhan yang bisa memaafkan kesalahan umatnya saat itu juga"
Rio mengusap wajahnya kasar, rasanya dia sudah kehabisan cara untuk membujuk Agni memberikan satu kesempatan lagi, kali ini rasanya lebih sulit daripada mendamaikan kucing dan kera yang tengah berebut makanan. "Oke, Oke. Gue nggak tahu lagi deh gimana ngejelasinnya sama lo, gue cuma bisa bilang kalo apa yang lo rasain sekarang itu wajar, gue bisa ngerti lo takut kehilangan Cakka, tapi nggak gini caranya, Ag!" ujarnya menjelaskan.
"Jadi, ceritanya sekarang Lo mau belain sahabat lo didepan gue!? Iya?! gue juga sahabat lo kalau lo lupa!"
Rio menggeleng pelan, tidak mengerti dengan jalan fikiran gadis di hadapannya ini. "Gini aja deh, Gue boleh nanya sesuatu?" Agni mengangguk samar.
"Lo masih inget nggak, kapan terakhir kali lo bales sms dia? kapan terakhir kali lo tahu dia lagi dimana? ngapain? sama siapa?"
Agni tertunduk, tidak tahu harus menjawab apa. Dia ingat terakhir kali itu terjadi adalah beberapa hari yang lalu.
"Gue nggak tahu berapa kali Cakka sms lo setiap harinya tapi lo cuekin dia, gue nggak tahu berapa kali dia nelponin lo dan masih juga lo cuekin. Lo nggak mau denger penjelasan dia sedikitpun. Apa jangan-jangan lo udah bosen ya, dengerin dia ngomong. Lo nggak penasaran sebenarnya dia mau bilang apa? Sorry, Ag. kali ini gue harus bilang kalo lo egois, lo nggak nyadar kenapa Cakka masih ngirimin lo sms sebanyak itu, meskipun dia tahu lo lagi nyuekin dia. Lo nggak tahu kalau dia sengaja ngelakuin itu biar dia nggak ngerasa lo udah jauh!".
"Lo ngomong apaan sih! gue nggak ngerti, maksud lo apa? Lo mau bilang kalo semua ini salah gue? Iya?!"
Rio mendesah pasrah, kemudian menggeleng "Ag, coba deh sekali ini aja, Lo lihat masalah ini dari sudut pandang Cakka, apa lo udah pernah lihat seberapa keras dia berusaha ngabulin permintaan lo? Apa lo tahu apa aja yang udah dia lakuin buat ngedapetin kepercayaan lo lagi? Selama gue temenan sama dia, gue nggak pernah lihat Cakka seserius ini sama cewek, lo sendiri yang bilang kalau si Cakka emang doyan bercanda. Tapi asal lo tahu, dia nggak pernah sekalipun bercandain perasaannya sama lo! lo bisa lihat dia berubah akhir-akhir ini, Ag. gue yakin semua itu buat lo, demi lo, Agni..."
"Berubah apanya? masih nggak tahu aturan gitu kok" balas Agni keki.
"Gue tahu Lo ngerti maksud gue apa. Gue nggak minta lo maafin dia sekarang, tapi tolong Ag, seenggaknya Lo fikirin ucapan gue tadi. Kita nggak tahu seberapa fatal masalah ini buat Cakka" Rio menepuk pundak Agni pelan, memberi kekuatan.
"Kalau gitu gue pamit dulu, Gue doain semoga masalah kalian cepat selesai" tutupnya sebelum beranjak meninggalkan halaman belakang .
Agni menatap kepergian lelaki itu dalam diam sampai bunyi nada pesan masuk di ponselnya membuatnya beralih menatap benda persegi canggih itu.
1 pesan masuk
From : Cakka
Makasih ya, sayang... Aku udah tahu semuanya sekarang, aku udah denger semuanya, maafin aku ya, Ag...
Maafin aku, maaf...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top