31 - "Jangan Bikin Aku Panik, Plis!"

"Sudah sampai, Princess..."

Ify menyilangkan tangan di dada seraya menggeleng, wajahnya tersenyum lucu seraya memainkan kakinya di bangku samping kemudi, "Bukain dooong" pintanya manja.

Rio tertawa, melangkah turun lalu memutar badannya ke pintu samping kemudi, membukakan pintu seraya mempersilahkan gadisnya turun dengan sedikit membungkukan badan. "Silahkan, Tuan Puteri"

Ify tidak bergeming, jemari lentiknya menunjuk sabuk pengaman yang masih terpasang ditubuhnya, jangan lupakan ekspresi senangnya yang tidak juga memudar sepanjang malam ini.

Rio memajukan bibirnya berniat meledek, meski demikian selama dia mampu, tentu dia akan menyanggupi apapun permintaan gadis itu demi membuatnya bahagia, benar-benar bahagia. Dalam diam Rio memasukkan sebagian tubuhnya kedalam mobil untuk membuka seatbelt Ify yang masih terpasang, menariknya dengan sedikit tenaga, sepertinya tersangkut. Dia mendecak kesal, Kekeliruan macam apa ini, mobilnya adalah salah satu produk kualitas terbaik, tapi kenapa hal sesepele ini bisa terjadi? berada sedekat ini dengan Ify membuat jantungnya berdetak tidak karuan, konsentrasinya ambyar, dia takut jika keadaan ini terjadi terlalu lama, dia tidak akan sanggup menahan diri, wangi bunga yang menguar dari tubuh Ify membuat pikirannya kacau, dia mejamkan mata mencoba mengontrol pikirannya dari hal-hal di luar akal sehat. Rio berusaha tetap berfikir jernih sampai ada gerakan lain yang membuatnya tersentak, Ify seperti sengaja melingkarkan lengan di lehernya, "Fy..." gumamnya dengan kening berkeringat.

"A... Alyssa, Ap... Apa... yang lo—" Rio semakin dibuat binggung saat Ify justru menyeka keringatnya dengan jemari kecilnya yang halus, membuatnya semakin gugup saja.

"I love you..." bisik Ify pelan tepat di depan wajah Rio yang tengah menegakkan posisinya guna menepis jarak, Ify terdiam setelahnya, posisi mereka seolah mengikat, membuat getaran hebat menjalar di dadanya, Ify menutup mata, menggerakkan lengannya untuk memeluk tubuh tegap itu, nyaman sekali. Keduanya berada dalam posisi ini beberapa menit sampai Ify merasakan gerakan kuat, Rio menjauhkan tubuhnya, menarik badannya keluar.

Ify membuka mata, kecewa, kenapa Rio tidak membalas tindakannya? Bukankah seharusnya laki-laki itu membalas pelukannya, mencium keningnya barang sebentar? Ah, ayolah, apa melakukannya begitu susah? Jika iya kenapa Rio tidak mengatakannya saja, toh dia akan terima, kenapa malah keluar tiba-tiba? Kesalnya dalam hati. Dia membuka sabuk pengaman yang kali ini mudah terlepas lalu turun dari mobil, "Yo, lo kenapa? Lo marah ya? kenapa coba, masa gitu aja lo nggak ngerti, sih!" serunya seraya melipat tangan di dada.

Aaaaargh...

Rio meringis dalam hati, lagi-lagi kepalanya seperti dihantam batu beton yang besar, sakit sekali, sekuat mungkin dia berusaha mengendalikan denyutan yang kini terasa merambat sampai tulang belakang, Dia menggigit bibirnya erat, lambungnya turut berulah, perih dan mual.

"Hueeek...."

"Hueeekkk..."

"Uhhhuk... uhuuk... huueek..."

"Hueekk..."

Rio membungkukkan badan sambil meremas perut yang sakit bukan main, golakan hebat dibagian itu tidak bisa ditahan lebih lama lagi, dia bahkan tidak sempat mencari tempat untuk menepi.

"Astaga, Rio. Lo kenapa?" Ify panik, dia melangkah cepat mendekati Rio yang masih menunduk, memijat pelan tengkuk lelaki itu berharap mualnya berkurang. Seketika kekesalan dan kemarahannya tadi lenyap berganti kekhawatiran luar biasa yang memupuk hatinya.

Butuh waktu lebih dari sepuluh menit sampai Rio berhenti muntah, badannya mendadak lemas seperti habis dirampok massa, wajahnya sudah tidak karuan, Dia bersandar lemas di jok mobil, melonggarkan dasi serta beberapa kancing seragamnya.

"Tunggu bentar ya"

Rio masuk kedalam mobil, merendahkan jok samping kemudi setelah Ify berlalu, sakit di kepalanya sudah agak berkurang, dia mengatur nafas yang masih sesak, sampai Ify datang membawakannya segelas air dan handuk.

"Minum dulu"

Rio mengambil gelas itu lalu dihabiskan setengah, "Makasih ya, maaf jadi ngerepotin gini..." serahnya pelan.

Ify diam saja, membasuh peluh di sekitar wajah lelaki itu dengan handuk yang di bawanya, Rio memejamkan mata menikmati perlakuan gadis itu, "Kenapa nggak bilang kalau masih sakit? Lo sakit apa? sampe muntah-muntah gitu?" ujarnya kemudian, wajahnya masih menunjukkan kepanikan dan kekesalan disaat yang sama.

Rio menarik lengan Ify dari wajahnya, mengambil handuk yang dibawa gadis itu dan meletakannya di kursi. "Gue udah nggak apa-apa, kok. Udah ya, jangan panik"

"Nggak apa-apa gimana? jelas lo lagi kenapa-napa! Liat aja, badan lo sampe lemes gitu! Keringetan banyak banget lagi, Lo pikir gue nggak bisa liat? Hah?"

"Gue nggak apa-apa kok, cuma masuk angin aja. Jangan khawatir ya..." Rio mengembangkan senyum disela ringisan yang ditahannya.

Ify mengangguk tidak ikhlas, kasihan juga dia melihat wajah pias lelaki itu, "Mana obatnya?"

"Ketinggalan dirumah..."

"Lo mau nginep atau gue anter pulang?" tawar Ify kemudian.

Rio menggeleng, "Gue bisa pulang sendiri, Fy..."

"Cuma ada dua pilihan, dan lo harus milih!" sentak Ify.

"Oke, Oke, anterin gue aja kalau gitu, Yuk, gue pamitin sama Mama-Papa lo!"

Gantian Ify yang menggeleng, "Biar gue aja, Lo tunggu sini..." katanya kemudian masuk lagi ke rumahnya.

Rio menghela nafas panjang, sepertinya besok dia harus kembali ke rumah sakit, meskipun sakitnya sudah jauh berkurang dia tidak mau membiarkan hal-hal kecil seperti ini kembali terjadi dan menghancurkan hati orang-orang di sekitarnya. Dia memakai sabuk pengaman lalu menutup pintu, menyamankan posisinya.

❇❇❇

Ify memarkirkan mobil Rio di garasi rumah besar yang sesuai dengan petunjuk yang Rio berikan, sepanjang jalan mereka habiskan dengan bercanda menikmati pemandangan malam yang ramai.

"Nggak usah sungkan, kalau mau apa-apa ambil sendiri, gue mandi dulu..." pamit Rio setelah mereka masuk kedalam.

Ify mengangguk, sejak beberapa bulan lalu saat Rio bercerita kalau dia memutuskan untuk pulang dan tidak tinggal di rumah kos lagi, hari ini untuk pertama kalinya Ify akhirnya benar-benar menginjakkan kaki dirumah ini, bahkan dikamar ini.

Sambil menunggu Rio selesai mandi, dia memilih jalan-jalan, mengamati kamar Rio yang lumayan luas dan rapi. Sesekali dia tertawa melihat beberapa foto yang terpanjang di meja belajar, ada foto Rio bersama Alvin, bersama Cakka, dan juga Gabriel. semua tersusun dalam satu bingkai besar yang memiliki 3 bagian kecil didalamnya, di sampingnya ada lagi foto mereka kecil, sebelahya lagi foto Rio bersama Sivia dan Gabriel. Ada juga fotonya bersama Gabriel kecil sedang memegang piala lomba menyanyi dengan saling berangkulan, di bingkai paling besar ada foto keluarga besarnya.

"Pantes aja kak Iyel sama Rio ganteng, papanya aja ganteng banget, gagah lagi. mamanya juga cantik" Ify

tersenyum simpul, di belakang bingkai besar ada bingkai kosong, Ify mengambilnya. "Kok Kosong, sih? ngapain coba bingkai kosong gini di pajang, dasar somplak emang tuh orang!" gumamnya.

"Bingkai yang itu sengaja gue kosongin tahu" Ify tersentak saat suara lain muncul dibelakangnya.

"Ngagetin aja sih lo!"

"Ya, maaf..." Rio mengacak-acak rambut Ify gemas.

"Eh, tapi kenapa lo kosongin?"

"Buat foto kita nanti..."

"Jangan ngegombal deh yo... siapa juga yang mau foto sama lo!"

"Bener nggak mau? Gue nggak gombal kok, udah gue ukir di bingkainya, coba perhatiin, ada namanya tahu.."

Ify menajamkan penglihatannya, melihat lebih detail tepian pigora itu dan benar, ada ukiran di ujung bingkainya. kedua matanya melebar, terdapat ukiran kecil betuliskan nama mereka disana 'mario&allysa'

"Ya ampun... keren banget" Pujinya tulus.

"Nggak cuma itu, di semua bingkai juga ada, udah kebiasaan gue sama kak Iyel kalo punya apa-apa ditandain pake ukiran nama atau tulisan..." Ify melihat satu persatu bingkai yang dilihatnya tadi, dan benar-benar ada namanya.

"Ih, gue jadi mupeng deh," gumam Ify

"Gampang, ntar gue bikinin"

"Lo? bikin ukiran seindah ini? ngaco!"

Rio tertawa, "Yaudah kalau nggak percaya!"

Ify menatap kagum pria di hadapannya ini, wajah yang rupawan, multitalent, pribadi yang baik, dan tidak bisa di pungkiri bahwa Rio juga kaya raya. bagaimana mungkin dia tidak merasa beruntung bisa dicintai orang seperti Rio. dia berani bertaruh banyak wanita di luar sana yang dengan senang hati rela bertukar posisi dengannya saat ini, sekedar untuk bisa menyetuh wajah tampan pangerannya ini, merasakan genggaman lembutnya, kasih sayangnya, semuanya.

Rio menggerakkan tanganya di depan wajah Ify "Kenapa deh lo ngeliatin gue kayak gitu? Ntar napsu lo!"

"Hahaha... nggak bakal, gue lagi nikmatin wajah lo aja" balas Ify jujur.

Rio tersenyum, mengalungkan handuk dileher gadis itu, "Mandi sana, biar seger"

"Gue nggak bawa baju"

"Pake piyama gue, udah gue siapin di kamar mandi..." Rio mendorong Ify masuk kamar mandi, sementara dia membaringkan tubuhnya barang sebentar, mengembalikan tenaga yang sempat terkuras pasca serangan tadi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top