30 - I'am Really Love You


Rio menghentikan mobilnya di bawah pintu masuk mercusuar, mereka turun dari mobil, melewati jalan setapak ditemani hawa sejuk sisa-sisa hujan sore tadi. dia menarik Ify dalam genggamannya, malangkah bersama menaiki anak tangga menuju atap mercusuar, begitu pintu terbuka, angin malam menerpa wajah mereka keras-keras, keduanya terseyum cerah merasakan jika angin telah membawa pergi segala duka diwajah mereka. Rio membuka jaketnya, membalutkan pada tubuh kecil Ify.

"Makasih..."

Rio menghirup oksigen sebanyak-banyaknya lalu menghembuskannya perlahan. Pandangannya mengarah pada Ify yang berdiri dengan mata terpejam.

"Fy,.."

"Hmm..."

"Boleh gue tanya sesuatu?"

Ify mengalihkan perhatiannya lalu mengangguk, "Tentu..."

"Ehmmm... A- apa lo nyaman dengan kita seperti ini?" intrupsi Rio pelan, dia menarik nafas berat "Yaa... Lo sadar kan kalau sebenernya apa yang kita lakuin ini salah, jujur gue ngerasa bersalah banget sama Debo dengan sengaja nurutin perasaan kayak gini" lanjutnya

Ify terdiam, "Tapi, bakal lebih salah lagi kalo gue harus pura-pura cinta sama dia sementara hati gue nggak sanggup kehilangan lo..."

Rio tertawa kecil, "Gue pernah denger pepatah bilang, kalau cinta sejati itu cuma dateng sekali, dan saat cinta itu udah pergi, nggak akan ada lagi yang kedua. semakin lo lupain, semakin besar perasaan lo, karena hidup selalu punya pilihan fy, nggak mungkin hanya ada satu" jelas Rio, "dan... seperti yang gue bilang, ngga akan ada pelangi bila nggak ada hujan..."

Ify mengangguk seraya menyandarkan kepalanya pada bahu Rio, "Awalnya, gue ngerasa waktu udah permainin gue, tapi makin kesini gue sadar, selalu ada hikmah dibalik semua yang udah terjadi sama kita, gue selalu mikir seandainya gue bisa bersandar seperti ini selamanya tanpa harus merasa bersalah sama Debo, gue pasti bakal seneeeeeeeeng banget"

"Kalo gue bilang, gue cinta sama lo sekarang dan minta lo jadi pacar gue, apa lo mau terima itu, Fy...?"

Ify mengangkat kepalanya, menatapnya lekat-lekat, mencari kejelasan bahwa apa yang didengarnya tadi adalah benar, seketika badannya menegang, seperti ada dua tarikan kuat yang sengaja membuatnya kebinggungan.

"Yooo... Gu... gue..."

"Gu... Gue..."

***

Cakka dan Agni duduk di sebuah bangku panjang ditaman belakang rumah gadis itu sambil menikmati langit malam yang cerah. Agni menyandarkan kepalanya di bahu Cakka, menikmati malam minggu pertama mereka setelah memiliki status baru sebagai sepasang kekasih

"Kka..."

"Hmmm..."

"Gue kangen Ayah sama Bunda..." cerita Agni, matanya menerawang langit seolah dia mampu melihat sosok yang dirindukannya dari Cakrawala.

Cakka membelai lembut surai hitam gadisnya, "Yaudah, besok kita kesana"

Agni menegakkan tubuhnya, "Maksudnya, Lo mau anter gue ke surga, hah?" tuduhnya.

Cakka menoyor Agni gemas, "Ih, pacar gue o'on ya... Ya enggak lah Ag, maksud gue kita ke makam Ayah dan bunda Lo besok" Agni ber-oh ria, kembali menyadarkan kepalanya di bahu Cakka.

"Kka"

"Hmm..."

"Boleh gue tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Kenapa lo milih gue,"

"Bukan gue, hati gue yang milih," balas Cakka enteng

"Gue nggak cantik, Kka..."

"Dimata gue lo cantik..."

"Mata lo nggak lagi sakit ' kan! Gue itu nggak ada cantik-cantiknya tahu!" Agni mulai kesal.

Cakka menggeleng mantap, "Nih, Liat!" dia memutar badan Agni hingga mereka saling berhadapan, Cakka menatap Agni dalam-dalam, mendekatkan wajahnya sampai Agni dapat melihat bayangannya dalam mata itu. dia tersenyum, detik berikutnya dia mendekatkan wajahnya lagi, mengecup kening gadis itu agak lama, "Lo bisa liat, 'kan? dimata gue lo cantik, dan gue harap setelah malam ini, lo nggak akan ngeraguin cinta gue gimanapun caranya..."

Agni terhenyak, jantungnya berdegup cepat, berada di jarak sedekat ini dengan Cakka membuat otaknya seakan berhenti berkerja, hembusan nafas Cakka seakan membawa aroma summer yang mampu membuatnya terhipnotis, seketika pias tak berkutik.

❇❇❇

Gabriel,Sivia, Ray, dan Deva duduk di ruang tamu, mereka sedang serius memperhatikan sivia menjelaskan soal fisika yang ditanyakan Deva sebelumnya.

"Gimana Dev, Ray? Ngerti kan yang kakak jelasin?" deva dan ray terdiam saling pandang lalu menggeleng, Sivia menatap mereka lemas, sudah 5x dia mengulang penjelasannya tentang soal itu, tapi Ray dan Deva belum mengerti juga.

"Aku payah ya, Yel" lirih Sivia lemas.

Gabriel mengacak-acak rambut Sivia gemas melihat wanitanya merenggut lucu, "Kamu nggak payah kok, nduuut. cara ngajar kamu juga nggak salah, cuma sepengalaman aku ngajarin mereka, emang agak bebel kalo masalah ginian, mesti dibikin simple dulu baru ngerti, sini biar aku aja..." Gabriel mengambil alih buku paket fisika yang dibawa Sivia.

"Nih, liatin aku ya..." Sivia mengangguk mengiyakan, mereka bertiga kompak memperhatikan Gabriel dengan seksama.

"Nah sekarang, coba lo berdua liat rumusnya, biar gampang diapalin lo bikin segitiga dah, segitiganya di bagi 2 secara horizontal, bagian bawahnya di bagi dua secara vertical, udah?" suruh Gabriel.

"Udah"

"Nah, ada 3 bagian kan sekarang? coba liat rumus dasarnya apa..."

"Jarak sama dengan kecepatan di kali waktu" jawab Ray.

"Tulis simbolnya...." Perintah Gabriel, Deva dan Ray segera melakukannya.

"Udah kak, S=V.t" balas Deva.

"Oke! sekarang lo liat, dalam rumus ada 3 bagian. V.t di belakang sama dengan (=) kan, mereka berdua dong? ibaratnya pasangan yang nggak bisa di pisahin, lo masukin v.t di segitiga, karena mereka nggak terpisahkan berarti harus berdampingan dong? bisa kan?" suruh Gabriel lagi.

"Jadi v sama t di tulis di segitiga yang bawah ya kak, yang sebelahan?" tanya Ray yang di jawab anggukan oleh Gabriel.

"jadi S nya di taro di atas kak?" Gabriel menganguk.

"Kalo udah, misalnya yang ditanya itu v, berarti V-nya keluar kan? coba liat posisi S sama t nya? sebelahan atau atas bawah? Kalo atas bawah dibagi, kalau sebelahan di kali..." jelas Gabriel lagi, Deva dan Ray fokus dengan bukunya, tidak lama mereka tersenyum girang.

"Wah... iya bener kak, sama kayak di buku" teriak Deva heboh.

"Jadi, bisa dong ya, kerjain sendiri. nggak ada yang susah kok kalau ada semangat" Deva dan Ray mengangguk, mereka berdua kembali berkutat dengan soal-soal yang ada di buku, mencoba mengerjakan sendiri seperti yang Gabriel perintahkan.

Gabriel menoleh kearah Sivia yang kini tersenyum padanya. "Kenapa Vi..."

"Aku bangga deh, punya pacar kaya kamu..."

Gabriel mengangkat sebelah alisnya, "Bangga apa?"

"Iya, yang kamu lakuin tadi nggak semua orang bisa, Yel..."

Gabriel tertawa "Papa yang ngajarin, papa pernah bilang kalo setiap orang punya cara belajar beda-beda. dulu, waktu kecil Papa ngajarin aku sama Rio juga dengan cara yang beda, kalo aku sekali di jelasin bisa langsung ngerti, tapi kalau Rio, Papa cuma jelasin dikit aja, abis itu dia coba sendiri baru dia ngerti, dan abis itu Rio bisa utak-atik deh itu rumus tanpa ngeliat dulu, nggak kayak aku yang mesti hafalin ini-itu"

"Yaaa, tetep aja aku bangga..."

"Iya deh, terserah kamu aja." Gabriel melingkarkan lenganya di pinggang Sivia menariknya mendekat, menyandarkan kepalanya disana, hembusan nafas hangat yang terasa sekitar telinga membuat Sivia merasa nyaman tapi juga takut.

***

Rio meraih tangan yang bergetar disampingnya, menggenggamnya erat, keheningan masih menjadi teman setia dalam kebisuan mereka dalam tiga puluh menit terakhir setelah dia mengutarakan maksudnya pada gadis itu. jelas, dia tahu pertanyaannya tadi bukan hal yang mudah diputuskan oleh gadis manapun di dunia ini, dia bisa mengerti jika kini gadis menerima dan menikmati keberduaan yang ada.

"Yo... gue..." Ify menggigit bibir bawahnya takut-takut, menunduk, tidak berani menatap wajah lawan bicaranya. "Gu... Gue..."

"Lo bakal nolak gue, kan?"

Ify mengangkat wajah yang semula tertunduk, wajahnya memerah, "E, i.. itu, bu... bukan gitu, Yo... gue sayang sama sama lo, gue mau nerima perasaan Lo, ta... tapi gue -"

"Gue tahu, gue nggak akan maksa lo buat ngelakuin sesuatu yang lo nggak bisa, gue tahu lo nggak mungkin selingkuhin Debo"

"Iyo, tapi gue sayang bang-"

"Fy..." Rio kembali memotong ucapan gadis itu, memegang wajahnya yang mulai basah dengan kedua telapak tangan. "Gue tahu, gue bisa rasain gimana sayangnya elo ke gue, please, jangan nangis..." ucapnya pelan seraya menghapus air mata yang jatuh dari kelopak cantik gadis itu.

"Gue nggak mau kehilangan lo, gue nggak akan sanggup, gue mau lo tetep disamping gue... gue mau-"

"Gue akan perjuangin hubungan kita"

"L... Lo... serius?"

Rio mengangguk "Tuhan udah ngasih gue kesempatan kedua, gue nggak mau nyesel, Fy... emang sih, gue terlambat, tapi gue bakal berusaha pertahanin Lo semampu gue, kalau pun seandainya gue gagal, setidaknya gue nggak akan nyalahin siapa-siapa. kita bisa usaha, tapi bukan kita yang nentuin bakal berhasil apa enggak, iya kan?"

Ify mengangguk patuh, kalimat panjang lelaki itu membuat dirinya semakin yakin untuk tidak melepaskan genggaman ini bagaimanapun angin akan membawa mereka pergi nantinya, dia tidak mau terbang sendirian, dia tidak bisa menyelesaikan cintanya seorang diri.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top