29 - "Selamat Pagi, Sayang"

Jakarta kelabu hari ini, hujan rintik-rintik turun sejak subuh tadi dengan segala keistimewaannya, mengalir melewati celah atap rumah, dedaudan, bunga dan lainnya, meresap dalam tanah, memberi kehidupan dan kesejukan yang nyata.

Ify turun dari mobil setelah berpamitan pada Papanya, gerimis pagi ini membuatnya berlari agak cepat melewati pelataran parkir menuju koridor sekolah. dia tersenyum senang melihat buggati putih yang kemarin absen tampak terparkir rapi bersama kendaraan yang lain. rasanya dia ingin cepat-cepat masuk kelas, menyerahkan bekal yang sengaja dibuatnya pagi ini untuk seseorang yang spesial disana, seseorang yang telah menyihir hatinya sejak lama, semua yang dilakukan orang itu seakan mampu membuat hatinya bergetar, caranya bicara, tatapannya, tingkah tengilnya, seolah hatinya tidak akan puas menikmati semua itu sepanjang waktu tersisa. memikirkan itu membuat tangannya bergetar, Jantungnya berdetak kencang seperti akan melompat dari tempatnya. 'Ya ampun, Fy. kok jadi dag dig dug gini sih timbang ketemu doang, biasanya juga lo yang ngajakin dia berantem nggak apa-apa. ayodong, please, jangan gugup, tengsin kali ah, sama doi'

Huft...
Ify menarik nafas dalam sebelum melangkah masuk, kelasnya masih sepi, hanya ada beberapa tas tergeletak diatas meja ditinggalkan pemiliknya, pandangannya menyapu seluruh kelas, terhenti di bangkunya, sudah ada seorang siswa yang tengah menelungkupkan wajah diatas meja.

Ify mendekat tanpa suara demi tidak menganggu aktifitas teman sebangkunya yang mungkin tidur lagi mengingat jam masuk kelas masih lumayan lama. dia menarik bangkunya dalam diam lalu duduk di sana, aroma maskulin dari jaket yang dikenakan pemuda itu perlahan merebak, wajahnya seketika memerah. Ya Tuhan, jangankan bertatap muka, menangkap wanginya saja Ify sudah sangat senang, hatinya aeolah turut bergejolak di dalam sana. Ify tidak menyangka efeknya akan sekuat ini.

"Yo..."

"Iyo, Lo masih sakit ya?" Ify menepuk pundak lelaki itu pelan, berharap gerakannya tidak menganggu atau sampai membuatnya terkejut.

"Yo, udah mau masuk nih..."

Ify tersenyum mendapati sosok disampingnya mulai mengangkat kepala, bangun dari posisinya, memutar badan kearahnya.

"Pa—

"Selamat pagi, Sayangkuuu..."

Ify tidak jadi melanjutkan sapaan paginya begitu sosok itu sempurna memutar badan, memeluknya secara tiba-tiba, erat sekali. "K—kamu kok," ucapnya terbata. Tubuhnya mendadak dingin, jantungnya seakan berhenti, wajahnya memucat tidak percaya sampai pemuda itu melepaskan pelukannya, membelai lembut rambutnya yang tergerai.

"Aku kangen banget sama kamu, tahu...!"

"De... Debo," Ify menatapnya penuh selidik, "K... Kamu... Kamu? Ini ada apa sih, De? Kok kamu bisa disini? Jaket ini? Seragam cakra?" lanjutnya ingin tahu.

"Kejutan dooong! Jadi, Aku baru aja pindah sekolah, mulai hari ini, aku jadi anak Cakra. Soal jaket, tadi Rio yang minjemin..."

"Dipinjemin? Berarti dia tahu kamu disini?"

Debo mengangguk, "Iyalah, orang ini tadi idenya juga dari dia. Gimana? surprisse-nya berhasil kan? Kamu seneng kan? kamu kaget kan? So, mulai sekarang kita bisa sama-sama terus deh... kita bisa berangkat bareng, pulang bareng, jalan-jalan, ah semuanya deh!" jelasnya seraya menarik Ify kembali dalam pelukannya, sungguh dia sangat bahagia sekali hari ini.

Sementara itu, di depan koridor kelas sepuluh, Rio menikmati adegan itu dengan perasaan yang sulit di artikan, Alvin menatapnya kasihan. Demi melancarkan aksi kejutan ini Rio bahkan sudah mengondisikan kelas sedemikian rupa agar rencana ini berhasil, Daud dan anak-anak kelas sepuluh lainnya hanya bisa menurut, meski mereka tidak tahu apa hubungan Ify dengan murid baru itu.

"Sabar aja ya, Bro..." Daud menepuk pundak Rio disela kegiatannya menenangkan massa yang mulai bosan mengungsi di kelas sebelah, "Lo tenang aja udah, Kita lebih setuju Ify sama lo dibanding kakak baru itu..." katanya dengan penuh percaya diri.

***

Teeettt...
Teeeettt...
Teeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeett...

Bel istirahat berbunyi nyaring di setiap sudut Cakrawala, Rio dan Alvin melangkah pelan ke kantin terdekat dengan seragam yang agak basah, membeli minuman. Cakka dan Agni melambaikan tangan dari jauh, mengkode agar mereka ikut bergabung.

"Darimana sih, gue samperin di kelas nggak ada..." komentar Agni saat Rio dan Alvin menarik kursi di antara mereka.

"Abis basket" jawab Rio seadanya.

"Bolos ya, lo?" Rio menoleh pada Gabriel, mengangguk pelan lalu sambil meminum es jeruk yang dipesannya tadi.

"Ngehindarin Ify, ya?"

"Uhhhhukk uhhhuk uhhhuk" Rio tersedak minumannya sendiri, Cakka dan Gabriel kompak tertawa.

"Telak, Vi..." ledeknya.

Rio melirik Cakka sebal, disaat bersamaan tampak Shilla tengah berjalan kea rah mereka, bersama Ify dan Debo.

"Siang semua..." sapa Debo semangat, semuanya tersenyum menyambut kedatangan mereka sementara Ify menunduk dalam genggaman lelakinya, situasi ini membuatnya tidak berani menatap Rio, ataupun teman-temannya yang lain. Debo menarik Ify untuk duduk di sampingnya berhadapan dengan Rio, Alvin berdiri memberikan tempat duduknya pada Shilla, sementara dia duduk pada lengan kursi disamping gadis itu.

"Eh De, ngomong-ngomong basket khatulistiwa gimana lo tinggal?" Cakka memulai pembicaraan setelah memesan makanan untuk mereka yang baru datang.

"Ya, Gue rasa mereka nggak bakal nerima gitu aja..."

"Jelaslah, dengan bergabungnya lo di Cakra bisa di pastiin tim kita bakal jadi lebih kuat dan kompetitif dibidangnya..." komentar Agni menggebu.

Debo tersenyum, "Nggak gitu juga kali Ag! Maha penting mah kekompakan..."

"Tapi ya, ini bukan pertama kalinya kalian main bareng tahu, udah dari jaman masih bocah," terang Sivia.

Mereka asyik mengobrol ini-itu, sedang asyik-asyiknya bercanda mengenang masa-masa dulu tiba tiba Irsyad datang dengan wajah panik, "Woy, Yel, Kka, anak baru, kita udah masuk nih, ada ulangan dadakan di potong jam istirahat, gue ke anak-anak dulu" katanya cepat sebelum berlari lagi mengabari teman-teman yang lain. Gabriel, Cakka dan Debo menghela nafas pasrah, menghabiskan pesanannya dan segera masuk kelas setelah berpemitan pada pasangan masing-masing.

***

Rio membereskan buku-bukunya, memasukkannya ke dalam tas begitu bel berbunyi, dia harus cepat pergi sebelum Debo datang menjemput Ify dan membuatnya terkurung lagi seperti kejadian di kantin tadi. setelah siap, dia segera berdiri, netranya melirik Ify yang belum beranjak dari tempatnya, membuatnya tidak bisa keluar.

"Fy, sorry, tapi gue mau pulang..." tidak ada jawaban.

Ify betah diam, memandang lurus objek kosong di hadapannya tanpa semangat, sepanjang pelajaran hari ini Rio sama sekali tidak mengajaknya bicara, tidak juga melihatnya, Ify mendengus tidak suka, Laki-laki itu benar-benar keterlaluan, kenapa tidak ada sedikitpun penjelasan untuknya? Kenapa tidak ada sedikitpun rasa yang bisa dia tunjukkan terlepas dari apa yang sudah terjadi hari ini.

"Fy," Rio menarik nafas pelan, tulang belakangnya mulai terasa linu, dalam diam dia bergerak merapikan buku-buku Ify yang berserakan di atas meja.

"Please, Nggak usah bersikap seolah diantara kita nggak terjadi apa-apa, Yo... gue nggak suka!" lirih Ify, "Lo sengaja ngehindarin gue? Iya?"

Rio memutar badan Ify hingga menghadap kearahnya, keduanya saling tatap, sorot tajam dan dingin yang semula mendominasi keheningan meluruh dalam hitungan detik. Rio memejamkan mata sejenak lalu membukanya kembali, tatapannya berubah hangat, sungguh dia sama sekali tidak bermaksud mengabaikan atau sengaja menyakiti gadis ini sesakit apapun perasaannya melihat kejadian tadi, dia hanya belum siap, itu saja.
Dia mengangkat tangannya guna menyetuh puncak kepala Ify, mengelusnya lembut. "Maaf, maaf kalau gue ngecewain Lo, Fy. Nyatanya, hati gue masih nggak sanggup ngelihat kalian berduaan kayak tadi" ujarnya lirih, tidak terasa setetes air mata jatuh dari obsidian yang kini tampak mendung, dia sudah berusaha menahannya, tapi masih lolos juga itu air mata.

"Kita harus bicara, Yo!" Ify berdiri, memasukkan bukunya asal kedalam tas lalu mengambil alih kunci mobil Rio yang tergelatak di atas meja, berjalan tergesa keluar, tepat di depan pintu rupanya sudah ada Debo yang hendak datang menjemput.

"Hai, sayang. Yuk, kita pul-

"Aku ada tugas kelompok sama Rio, De... kamu duluan aja nggak apa-apa 'kan?" sela Ify cepat.

Debo yang bisa menangkap pancaran tidak biasa dari mata itu hanya mengangguk. "Yaudah kalo gitu, nitip Ify ya, Yo!" lanjutnya begitu melihat Rio melangkah keluar, Debo mencium kening Ify sejenak kemudian melanjutkan langkah ke parkiran.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top