23 - Perayaan Akbar Cakrawala
Ketika Kita tidak tahu bagaimana cara mengatakan jika hati kita terluka, sama halnya kita tidak tahu bagaimana caranya berpisah
---
Bu Ira berdiri di atas podium setelah upacara selesai, siswa-siswi yang sebelumnya saling berbisik satu sama lain serentak kembali diam memandangi beliau.
"Bu Ira mau ngapain sih, udah panas banget nih, nggak bisa apa umuminnya sambil duduk aja" gerutu Cakka seraya mengusap keningnya yang terus berkeringat dari tadi.
Gabriel yang jengah melihat sohibnya merengek seperti bayi menariknya keluar barisan, berjalan menuju barisan kelas sepuluh yang berada di dekat pohon, Alvin dan Rio yang berada disana lebih dulu menatap Gabriel dengan sebelah alis terangkat, bertanya kenapa, Gabriel meringis, menunjuk Cakka dengan dagunya.
"Kenapa, ndut?" bisik Alvin
Cakka sibuk mengipasi wajahnya dengan tangan. "Panas..."
"Apanya yang panas?"
"Matahari...."
"Ibu hamil juga tahu kalau matahari itu panas, Cicak!" hardik Alvin.
"Iyalah, nenek jogging juga tahu begituan mah"
"Terus?"
"Iya... gegara matahari gue jadi keringetan..." balas Cakka lagi.
Alvin menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal "Yaelah, udah dari sononya kali! Nggak jelas banget sih lo, kakak kelas"
"Elo tuh, sipit"
Elo tuh, Cicak-cicak di dinding —
"Kepada ananda Cakka Nuraga, Alvin Jonathan, Gabriel dan Mario Aditya, Di harap untuk maju kedepan..."
Cakka hendak membalas ledekan Alvin saat mendengar namanya dipanggil oleh Bu Ira, Dia menajamkan pendengaran diantara hiruk pikuk siswa-siswi yang kini bertepuk tangan dengan hebohnya, apalagi nama ketiga sahabatnya juga disebut. Disaat bersamaan, teman-temannya serentak memandang kearah mereka. Riko yang tengah berada di belakang barisan tanggap mendorong mereka berempat untuk maju.
Mereka berbaris agak terpaksa setibanya di podium lantaran masih binggung dan tidak enak dengan anak-anak lain yang memperhatikan gerak-gerik mereka sejak diberisan tadi sampai podium, jangan lupakan tatapan mereka yang sepertinya sangat, Ah, entahlah.
"Baik, lansung saja. Disini Ibu dan semua dewan guru ingin mengucapkan selamat pada kalian, meskipun belum semua kategori mendapatkan medali emas, kami sangat bangga dengan kerja keras kalian, sekali lagi selamat ya... semuanya, mari kita berikan tepuk tangan yang meriah" intrupsi Bu Ira pada ke-empat siswanya yang masih kebingungan.
Prook...
Prook...
Prook...
Tepukan meriah dan lebih heboh dari sebelumnya menggema di setiap sudut bangunan megah Cakrawala.
Gabriel yang berdiri paling dekat dengan Bu Ira menatap beliau seraya tersenyum kikuk, "E... maaf, Bu... ini sebenarnya ada apa ya?"
"Sudah saya duga kalian tidak ada yang mendengarkan saya sejak awal" tukas beliau.
Gabriel tertunduk malu, "Maaf, bu..."
Bu ira mengangguk, "Kali ini Ibu maafkan karena kalian sudah membawa 2 medali emas dan 2 medali perunggu ke sekolah kita"
"Medali bu? maksud ibu, Olimpiade?" pekik Cakka setelah sadar dari kebingungannya. Bu ira mengangguk kecil kemudian mengalungkan satu persatu medali pada mereka, medali emas diperoleh Gabriel dan Rio dalam kategori perseorangan, sementara perunggu di dapatkan Alvin dan Cakka pada kategori yang sama. "Sekali lagi selamat yaa, ibu bangga sama kalian, dan untuk merayakan kemenangan besar kita, hari ini semua mata pelajaran di bebaskan" ujar beliau pada semua siswa yang seketika bersorak senang atas kemenangan yang diperoleh sekolah plus hadiah bebas balajar hari ini.
Riko mengomandoi anggota tim berlari menyerbu pemain inti yang belum beranjak dari podium. "Gila, Kalian keren banget, sumpah! Cakrawala menang double bro..." Riko menepuk pundak Rio, merangkul Cakka menggiring mereka berempat ke kantin untuk merayakan kemenangan ini. dari kejauhan para gadis menatap mereka dengan wajah tak kalah sumringah.
"Kita susulin yuk?" ajak Sivia semangat, Shilla dan Agni mengangguk, sementara Ify menatap teman-temannya ragu. "Gue ke kelas aja deh, males ketemu Rio..."
"Yaah... ayolah, kan kemarin lo sendiri yang bilang kalau kalian bakal tetep temenan," peringat shilla.
"Iya sih"
Agni dan Sivia kompak merangkul Ify erat, "Ikut aja ya, kan kita temenin" hibur Agni.
---
Suasana kantin hari ini menjadi berkali-kali lipat lebih ramai dari biasanya, jika biasanya kantin hanya diisi siswa-siswi Cakrawala saja, maka hari ini pengecualian, tidak hanya para siswa tapi seluruh dewan guru dan perangkat sekolah juga ada disana, merayakan keberhasilan dan kebahagiaan yang sama.
TING...
TING...
TING...
Dentingan botol yang dipukul dengan sendok oleh Bu Ira mengalihkan perhatian mereka, Beliau berdehem kecil sebelum malanjutkan kalimatnya, "karena ini kemenangan besar Cakrawala dalam beberapa tahun terakhir, Ibu mengundang kalian semua untuk merayakannya, kita akan membuat pesta dansa yang meriah. Jadi, hari ini kalian boleh pulang cepat, kita bertemu lagi nanti malam..." Semunya bersorak tidak terkecuali Rio Cs.
"Sering-sering aja ikutan beginian terus menang, kan libur mulu kita..." ceplos Cakka yang diangguki Alvin dan Gabriel. Tidak lama dari kejauhan tampak Agni, Shilla, Sivia dan Ify berjalan kearah mereka.
"Riiiooo... Alviiiin.... Huaah! selamet ya, keren banget tahu, ternyata ada yang membanggakan juga dari lo berdua" kata Agni senang seraya memeluk singkat Rio dan Alvin.
"Mereka aja nih, Gue nggak diselametin nih?" sambung Gabriel sengaja.
"Kalau lo sih nggak usah diselametin juga semua orang udah tahu kalau lo tuh keren, Ketos kita gitu loh..."
"Nah, kalo gue?" Cakka mengacungkan telunjuknya sambil cengar-cengir.
Agni mengalihkan perhatiannya dengan kening berkerut, "Dih, emang lo siapa?"
"Wah parah!"
"Udah ah, kaya bocah lo, baperan! Lo juga keren kok, selamet ya, Kka..." Agni mengacak-acak rambut cowok itu gemas, sudah mukan rahasia lagi jika kini mereka berada dalam mode berteman yang baru, musuh tapi mau.
Cakka tersenyum senang, "Nanti malem pergi bareng gue ya, gue jemput" Ajaknya kemudian
"Kemana?"
"Pesta dansa"
Agni mengeleng cepat "Nggak deh kka, gue nggak bisa dansa, gue juga nggak ada gaun buat acara begituan..."
"Nggak ada satupun, ag?" Agni kembali menggeleng.
"Yaudah, kita cari sekarang aja" Cakka menarik Agni meninggalkan kantin tanpa meminta persetujuan gadis itu, seingatnya tadi Bu Ira bilang mereka boleh pulang cepat bukan?
---
Sivia dan Gabriel menatap pasangan Rio - Ify yang masih betah diam sejak Shilla dan Alvin pamit pulang beberapa menit yang lalu, "Kayaknya kita musti bertindak nih, Yel" bisik Sivia, Gabriel mengangguk.
Gabriel menepuk pundak Rio sengaja, mengalihkan perhatian cowok yang sejak tadi melamun itu, "Nanti lo pergi kan, Yo...?"
"Kalo gue nggak pergi juga palingan dipaksa suruh pergi" jawabnya malas.
Gabriel terkekeh, "Pergi sama siapa, lo?"
Rio mengangkat bahunya acuh, "Sendiri mungkin,"
"Sama Ify aja, gih" sambung Sivia.
Rio menatap Ify sejenak lalu beralih pada handphonenya. Jelas sekali dia masih marah, masih menjaga jarak dan mendiamkannya, lalu bagaimana mungkin mereka bisa pergi bersama?
"Lo pergi sama siapa nanti, Fy..." Sivia mengajak Ify bicara
Ify menggeleng "Nggak tahu, kayaknya gue dirumah aja deh"
"Ih, kenapa? sama Rio aja, kan sama-sama belom ada pasangan"
Ify menunduk, " ehmm—
"Kalau nggak, Lo dateng sama gue aja, mau nggak, Fy?" interupsi Gabriel.
Ify mengangkat wajahnya, Sivia malah senyum-senyum "Wah, bener juga. Kalo gitu nanti kamu pergi sama aku aja yuk, yo! Iyel kegenitan sih sama cewek lain" katanya sengaja.
Rio menatap tidak enak pasangan di depannya ini, "Kalian apa-apaan sih! Gue sama Ify nggak apa-apa kok nggak ada pasangan!" serunya tidak suka.
"Yaaa... Kita nggak setega itu juga kali, kalau lo pada malu ngajakin duluan, yaudah kita aja yang ngalah, sekali-kali, nggak apa-apa kok nggak pasangan, yang penting kalian dateng..." jelas Sivia
"Apaan sih Vi, nggak ada hubungannya. Gue sama Ify pasti dateng kok, kalian tenang aja"
Gabriel menggeleng tidak percaya. "Halah, gue tahu kalian berdua pasti ujung-ujungnya nggak dateng, deh!" sambungnya.
Rio menarik nafas dalam-dalam, sialan! Calon pasangan di depannya ini benar-benar membuatnya terpojok.
"Oke... Oke, Fy... nanti gue jemput ya? dandan yang cantik" ajak Rio cepat, setelah berkata demikian dia buru-buru beranjak dari kursinya.
Gabriel dan Sivia tersenyum geli, "Beneran dah si Rio, ngajakin gitu aja harus dipancing dulu..."
Ify tersenyum tipis, "Tenang aja, Fy... kita bantuin lo kok, sifat jelek Rio yang satu itu emang susah banget di ilangin"
❇❇❇
Ferrari Enzo merah yang dikemudikan Gabriel memecah kebisingan jalan, dia terlihat sangat manis dengan kemeja putih dilapisi vest hitam, dasi dan jas merah marun, serta celana dan sepatu berwarna hitam. Didalam mobil dia tidak berhenti tersenyum membayangkan betapa cantik bidadarinya malam ini.
Sesampainya dirumah Sivia, Gabriel turun dari mobil dengan senyuman merekah, di teras Sivia sudah menantinya. Gabriel menghampiri gadis itu dengan mata berbinar, dress merah marun dibalut bolero hitam yang dikenakannya tampak sangat anggun di tubuh gadis itu, rambutnya yang panjang di ikal gerai dipadu sepatu high hilss hitam, indah sekali.
"Kamu Cantik banget, sweety... ternyata khayalan aku bisa jadi kenyataan ya..." Gabriel terpesona
Sivia tertawa kecil memukul bahu lelaki itu pelan, "Kamu nih, Pipi aku udah merah, jangan bikin tambah merah deh"
"Justru itu, makin merah makin cantik, mach sama jas aku..." ujarnya menggoda.
---
Alvin menghentikan mobilnya diseberang rumah Shilla, mendekatkan ponselnya di telinga untuk menelpon gadis itu.
Tuuut...
Tuuut...
Tuuut...
"Hallo, Vin..."
"Hallo, Nek. Gue udah didepan pager nih, turun buru!" itu suara Alvin.
Shilla melirik dari jendela kamar ke arah gerbang. "Lo pake kemeja putih celana biru?"
Alvin melihat setelannya, "Iyaa..."
"Lo bawa motor? Ya ampun tega banget sih lo sama gue, Vin. Gue kan pake gaun"
Alvin mengerutkan kening, "Gue bawa mobil kok..."
"Aah nggak usah boong deh, gue liat kok lo lagi bertengger di atas motor"
Alvin makin kebingungan, dia turun dari mobil untuk melihat lebih jelas siapa yang sedang Shilla lihat. Dan benar saja, di depan gerbang ada seseorang yang sedang duduk di atas motor dengan kemeja putih dan celana biru. tidak lama terlihat seorang ibu-ibu berjalan tergopoh-gopoh menghampiri orang itu, memberinya beberapa lembar uang kertas, lalu di detik berikutnya orang bersepeda motor itu pergi.
"Alviiiiin, Alvin... halo, halo, kok lo pergi sih!"
Alvin sampai menjauhkan ponselnya gara-gara mendengar teriakan Shilla. "Heh! Berisik lo ya, gue masih dibawah"
"Mana? gue liat sendiri lo pergi naik motor"
"Itu Kang ojek, Shilla. gue masih dibawah" jelas Alvin lagi
"Oh, kirain..."
"Udah buruan turun, jangan nunggu gue bete deh" gerutunya kemudian.
Shilla mematikan ponselnya lalu bergegas turun, Alvin bersandar di gerbang menunggu kedatangan teman sebangkunya itu.
"Sorry lama" ujar Shilla begitu sampai di depan pagar
Alvin mendengus, "Lo tuh ya— dia tidak jadi melanjutkan kalimatnya begitu berbalik, kedua pupilnya melebar, memperhatikan Shilla dari ujung kepala sampai ujung kaki. Gadis itu mengenakan dress putih polos selutut, kalung dan gelang berwarna biru muda, rambutnya digelung air mancur dengan pita berwarna senada, sepatu high hills putih menambah anggun penampilannya malam ini, cocok dengan passion kalem Alvin.
Shilla menggoyangkan tangannya di depan wajah Alvin yang tiba-tiba diam, "Kenapa sih lo?"
Alvin tersentak, "Hah... Nggak kok, nggak apa-apa! Yuk?" sanggahnya cepat, berjalan menuju mobilnya, Shilla mengikuti di belakang.
"Keren, Vin..." gumam shilla di dalam mobil Alvin.
"Iya, semua orang juga bilang kalau gue keren dari orok"
Shilla mengangkat sebelah alisnya, "Dih, bukan lo, tapi mobilnya tahu" sahutnya lagi.
Alvin tidak peduli. "Lo juga cantik..." balasnya
"Apanya? Sepatu gue? Kuku gue? Tas gue? jepitan rambut gue?"
"Bukan, Lo yang cantik, lo sangat cantik malam ini, Nek" jelas Alvin seraya menjalankan mobilnya, Shilla tertunduk malu, tiba-tiba saja jantungnya terasa berdetak lebih cepat tanpa bisa dia kendalikan.
---
Cakka memarkirkan mobilnya di depan pagar rumah Agni, turun dari mobil, masuk lalu mengetuk pintu yang sudah terbuka setengah.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikum salam," Bu Rossa muncul dibalik pintu, "Eh, Cakka. mau jemput Agni ya?" tanya beliau, Cakka mengangguk
"Sebentar ya, Tante panggilin Agninya dulu" lagi-lagi Cakka mengangguk, menungu di teras dengan perasaan campur aduk, antara gugup dan takut jika mungkin Agni ternyata tidak nyaman dengan gaun yang dipilihkanya, bisa jadi kekecilan, kegedean, dan warnanya tidak cocok.
"C... Cakka..."
Cakka menoleh, netranya tidak berkedip menatap betapa cantiknya gadis di hadapannya ini, "A... Ag... Agni... ini beneran lo?" ujarnya terbata. Agni mengenakan dress ungu tua yang dipilihnya, gaun itu benar-benar pas dan cocok ditubuh ramping Agni dipadukan high hells hitam, rambut sebahunya dibiarkan tergerai.
"Nggak pantes ya, Kka..." ujar Agni takut-takut.
Cakka tertawa, "Nggak, nggak kok, cantik banget malah, Gue sampai pangling"
---
Rio menggerakkan jemarinya diatas kemudi seirama alunan nada dari lagu di stereo mobil hasil jarahan yang dipakainya malam ini, mencoba mengenyahkan pikiran yang sejak tadi tidak bisa tenang, rasanya nggak karuan, dag dig dug, gugup, gelisah, campur aduk. Suasana di dalam mobil sama sekali tidak menguntungkan bagi dua belah pihak yang tengah berangkat bersama menuju pesta dansa. terutama bagi sang empunya kendaraan, perjalanan menjadi kurang menyenangkan karena tidak ada yang berani bicara, bukan dia tidak ingin mengusir hening, bukan pula ingin terus berdiam seperti orang asing, dia hanya takut, tidak berani memulai, rasanya begitu sulit hingga pangkal lidahnya terasa kelu setiap kali dia ingin membuka suara yang biasanya begitu mudah untuk dilakukan.
apalagi malam ini situasinya sangat mendukung, gadis disampingnya tampak begitu anggun dan cantik, gaun hitam selutut dengan hiasan bunga di pundak sebelah kiri yang dikenakannya, rambutnya dijepit miring dengan pita hitam besar, dan sebagianya lagi dibiarkan terurai, ditambah sepatu high hills dan tas tangan berwarna senada membuatnya terlihat sangat mempesona. sesekali dia melirik setelannya sendiri, Kemeja gelap dengan vest gold dan setelan berwarna putih dipadu dengan sepatu dan dasi dark seolah menggambarkan jika mereka benar-benar seorang pasangan, serasi meski tidak direncanakan.
Ditengah perjalanan, Rio menghentikan mobilnya di depan salah satu toko ascesories wanita yang tampak bling-bling dari posisi mereka, tiba-tiba saja dia ada ide briliant untuk memulai pembicaraan. "Tunggu bentar ya,"
"Mau ngapain?"
Rio tersenyum, "ada deh, bentar aja kok" lanjutnya seraya turun dari mobil, masuk ke dalam toko dan kembali kedalam mobil dengan kotak kecil ditangannya beberapa menit kemudian.
"Abis ngapain sih?"
Rio tidak lansung menjawab, "Bisa majuan dikit nggak?" pintanya.
"Ngapain?"
sreet,
Rio menarik jepitan besar di rambut gadis itu, menggantinya dengan jepitan kupu kupu putih yang berkelip cantik dengan manic-manic diatasnya, setelah selesai dia mengeluarkan bros alphabet 'A' berlapis berlian yang sudah disiapkannya, menyematkaN benda itu pada lipatan bunga besar yang ada di bagian gaun. "Nah, kalau begini, Lo jadi lebih mach sama gue, jadi lebih cantik" lanjutnya sambil tersenyum.
"Bisa aja ngerayunya" Ify agak tersipu, wajahnya memerah tanpa perintah membuat sosok disampingnya diam-diam menahan senyuman pedih, 'ya tuhan... seampuh itukah ucapanku padanya? sebesar itukah perasaan yang telah kuhancurkan?'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top