21 - Best Quality Time
Rio berjalan keluar dari stadion menuju taman kecil di belakang gedung, sesampainya disana ternyata seseorang yang tadi memberinya kode sudah menunggu.
"Hai, Bro!" sapanya memeluk Rio sebagai sambutan pertemuan.
"Hai" Debo membalas pelukan itu, "Apa kabar Lo?" lanjutnya.
"Baik, thanks ya buat yang tadi" mereka duduk di salah satu kursi yang ada disana.
Setelah sekian lama tidak bertemu tentu saja bisa ngobrol lagi seperti ini adalah momen yang paling mereka tunggu. "Alah, kaku amat sih lo! Kan Gue cuma nyampein apa yang lo bilang di telepon" Debo menepuk pundak lawan bicaranya pelan, "Gimana olimpiadenya?"
"Entah, baru diumumin hari ini katanya, semoga aja nggak ngecewain deh"
"Halah! gue yakin emas kok!"
"Terserah lo aja deh" serah Rio
Debo tersenyum puas, merasa menang. "Oiya, gue mau nanya sesuatu dong?" Lanjutnya lagi.
Rio mengangkat sebelah alisnya ingin tahu
"Hmm... kali ini tentang cewek yo! kayaknya gue lagi naksir deh sama seseorang" cerita Debo gamang.
"Sejak kapan lo tobat?" Rio menahan tawa,
"Masalahnya, Gue baru kenal sama itu cewek, baru ketemu kemarin"
"Terus? hubungannya sama gue?"
"Cewek itu... dia-- ceweknya i-- itu--
"RIIOOOOOOOOO...!" suara Debo terputus seketika oleh suara cempreng seorang gadis yang baru datang dengan hebohnya, Rio dan Debo kompak menoleh.
"Lo jahat banget, sih. Keterlaluan. Lo udah balik, tapi lo sama sekali nggak ngabarin gue, lo tega banget sumpah! nggak tahu apa gue kangen, ih... nyebelin, nyebelin, nyebelin!" Ify memukuli dada bidang Rio mengungkapkan kekesalannya.
Rio menahan badannya agar tidak jatuh, mengusap kepala gadis itu, "Maaf... Maaf banget ya, Fy... gue baliknya dadakan, jadi udah nggak kepikiran mau nelepon, gue juga udah kangen kok sama lo!"
"Beneran?" respon Ify senang.
Rio mengangguk, "Kangen dibawelin sama lo, berantem sama lo, kangen masakan lo, kangen semua yang ada sama Lo" Rio menggenggam lembut tangan Ify yang tertunduk di depannya, wajahnya bersemu merah. biar saja, biar semua orang tahu sekuat apa perasaan mampu mempengaruhi ekspresi seseorang.
Jika dia senang, wajahnya berbunga. Jika sedih, dia menangis. Begitu seterusnya...
Rio menepuk puncak kepala ify pelan, dikecupnya kening Ify cukup lama, "Sekali lagi, Maafin gue ya" Ify mengangguk patuh.
Beberapa meter dari mereka, Debo mengepalkan tangannya kuat, jantungnya berdegup tidak karuan melihat pemandangan dihadapannya. Dia ingin marah, ingin berteriak, tapi dia hanya bisa menahannya, dia tidak ada kuasa. Lagipula, atas dasar apa dia marah? Atas dasar apa dia harus kecewa?
Rio mengalihkan pandangannya pada Debo setelah puas bercanda, sejenak dia merasa suasana menjadi canggung. Namun tidak diindahkannya.
"De" Rio menepuk pundak seseorang disampingnya yang malah ditepis kasar oleh orang itu.
"Eh, sooo... sori, sori" Debo salah tingkah
"Lo kenapa deh" sela Rio ingin tahu, tidak biasanya anak ini hilang fokus.
"Nggak apa-apa kok"
"Serius...?"
"Duarius, udahlah. Eh, ngomong-ngomong dia cewek lo, Yo?" Debo mengalihkan perhatian dengan menunjuk Ify yang betah bersandar dibahu Rio, senyumnya itu loh!
"Emm... Kalau menurut lo, gue cocok nggak sama Ify?" Rio balik nanya.
Debo tersentak, "e... enggak deh! Dia terlalu kurus buat lo" balasnya hambar sementara Ify merengut. ngapain sih pake bawa-bawa fisik?
"Oh, Jadi menurut Lo Ify lebih cocok sama lo, gitu?"
Debo nyaris terjatuh dari kursinya gara-gara pertanyaan telak Rio, beruntung hal itu tidak sampai terjadi. "Ah, ya e... nggak gitu juga sih. lo bisa aja! gue balik deh ya? mau latihan buat lawan berat besok" ujarnya mengalihkan pembicaraan.
Rio menatapnya penuh arti. "Okedeh, sampe ketemu di lapangan. jangan setengah setengah ngelawan kita!"
Debo mengangguk sambil menepuk pundak Rio hendak berbalik, namun baru beberapa langkah Rio kembali memanggilnya.
Debo menatap Rio dengan sebelah alis terangkat, Rio berjalan mendekat, tepat ditelinganya. "Masalah yang tadi, kayaknya gue udah tahu siapa cewek itu," bisiknya "Tapi sorry, De... kali ini gue nggak bisa bantu, gue nggak akan ngelepasin dia untuk siapapun, termasuk lo!" Rio menepuk pundak Debo, kemudian melangkah meninggalkan taman bersama Ify.
Debo terpaku, mencerna kata-kata yang baru saja didengarnya itu, "ah, tantangan yang menarik..."
***
Malam harinya...
Para pemain dari SMA Cakrawala dan SMA Khatulistiwa yang akan tanding di final besok secara khusus di undang makan malam bersama oleh panitia di salah satu restoran yang cukup besar di jogjakarta. selama acara berlansung, semua pemain dan undangan saling berbaur tanpa ada kecanggungan berarti. Seperti halnya Rio dan Debo yang kini duduk dalam satu meja besar ditemani Cakka, Gabriel, dan Alvin tentunya.
"Besok main yang bagus ya? nggak ada kata ngalah!" Ujar Gabriel pada Debo yang dibalas anggukan mantap lelaki itu
"Harusnya gue yang ngomong gitu, kalian nggak bisa ngeremehin khatulistiwa sekarang, karena udah ada gue..."
Cakka mengangguk mantap, "Iya, Iya, tenang aja, kita nggak akan segan-segan kok buat ngelawan lo"
"Oke, awas aja kalau ada yang nggak serius!" Debo mengalihkan pandangannya pada Rio yang tidak biasanya jadi pendiam. "Oiya, Yo! Gue jadi terima ya tantangan yang tadi!"
"Tantangan apa?"
"Nggak usah sok lupa deh, gue tahu lo nggak sebodoh itu!" sahut Debo lagi.
"Perasaan, Gue nggak ada nantangin lo apapun"
"Tapi perkataan lo tadi siang di taman itu gue anggep tantangan, dan kali ini gue serius, gue bakal ngedapetin apa yang gue mau"
Rio menatap lelaki itu dalam-dalam, gaya bicaranya, matanya, mimik wajahnya seolah turut membatu untuk meyakinkan dirinya jika anak itu benar-benar serius.
"Sejak kapan coba seorang Debo Andriyos serius sama sesuatu? Nggak yakin gue" sela Cakka yang langsung dijitak Alvin.
"Oh, jadi lo mau bukti nih kalau gue bisa serius? oke, siapa takut" tanggap Debo yakin, "bentar ya?" ujarnya sembari bangkit, berjalan menuju meja para gadis.
Cakka memperhatikan tingkah Debo dengan kening berkerut, "Loh? i...itu ngapain dia kesana, Yo? bukannya tadi kita lagi ngomongin basket?"
Rio mengacuhkan Cakka, pandangannya fokus memperhatikan Debo yang kini tampak berbicara dengan gadis yang tadi mereka bincangkan, agak lama mereka berdua terlihat berjalan ke podium kecil yang tersedia di bagian ujung ballroom.
Rio menyerngit mendapati Debo meraih jemari gadis yang tampak kebingungan disana, menarik tubuhnya agar mereka saling berhadapan.
Debo meraih jemari Ify lembut, menggenggamnya dengan satu tangan sementara tangan lainnya mulai mendekatkan stand mic di dekat posisi mereka.
"Selamat malam semuanya..."
Seketika, berbagai pasang mata menghentikan aktivitas mereka, beralih menatap podium di ujung ballroom, undangan yang terdiri dari teman-teman Khatulistiwa dan Cakrawala menatap heran dua muda-mudi yang tadi menginterupsi.
"Mohon perhatiannya sebentar, ya... karena ini momen yang spesial, gue mau kalian bisa jadi saksi omongan gue malam ini..."
Debo kembali mengeratkan genggamannya pada jemari lentik Ify, kemudian merengkuh pinggangnya agar mereka berdiri sejajar menghadap tamu undangan, "Jadi, mala mini di depan temen-temen gue, dan juga temen-temen lo. gue mau bilang kalo gue udah mulai suka sama lo," Debo memulai kalimat pertamanya.
Ify tersentak, mungkin bukan hanya dia saja, melainkan beberapa orang yang mengenalnya dan berada disana. "Ta-- tapi bo, Gu... gue..." dia terbata, giginya bergemeletuk cepat, kakinya bergetar.
Debo menutup bibir Ify dengan telunjuknya, "Nggak, nggal apa-apa. Lo nggak harus jawab sekarang, kok. gue ngerti kita baru kenal. Untuk itu, gue mau minta izin buat bisa pedekate sama lo, lebih kenal lagi sama lo, apa lo bersedia?"
"De... gu... gue?" Ify berusaha bicara, matanya menatap sendu Rio yang menatapnya dari kejauhan, berharap Rio segera bangkit dan menghentikan aksi ini atau paling tidak bersedia memberi gambaran sebagai jawaban, gelengan atau apapun itu
Debo yang mengikuti arah pandang ify seketika menyadari sesuatu. "Kalau lo takut Rio marah, Lo tenang aja, Dia udah tahu kok! tadi gue udah minta izin sama dia buat deketin lo, dan yaa, seperti yang lo liat. Dia diem aja" bisiknya.
Ify memandangnya sebentar, menarik ujung bibirnya untuk tersenyum, "O... oke, Oke kalau gitu, gu... gue bersedia," lirihnya seraya menunduk, harapannya hilang.
Debo mengangguk senang, Keduanya turun dari podium, Debo mengajak Ify duduk di meja kecil diujung sana, berdua saja.
'Kenapa lo diem aja yo! kenapa lo ngga nyegah dia, padahal lo tahu gue cintanya sama siapa! Apa ini yang lo bilang berusaha! Apa ini yang lo janjiin ke gue waktu itu!'
***
Sementara itu di tanah kosong dekat penginapan 4 pemain inti Cakrawala latihan dengan serius memantapkan strategi untuk besok, tidak peduli berapa banyak peluh yang menetes, tidak peduli berapa kali mereka nyaris jatuh. Semua dilakukan demi kekompakan dan profesionalitas tim. Keempat orang ini meninggalkan acara yang masih berlansung demi solidaritas kepada rekannya yang tiba-tiba kehilangan selera berpesta, dan disinilah mereka terdampar sekarang.
Empat puluh lima menit sudah mereka bermain, Cakka, Gabriel dan Alvin sudah sangat kelelahan memilih beristirahat, membiarkan Rio bermain seorang diri, mendrible bola kesana-kemari, berlari, melompat, melempar bola ke dalam ring sampai berkali-kali.
Mereka mengamati konsistensi permainan itu, meski terkesan dipaksakan.
"Udah dong yo, inget badan lo! marah boleh, gue juga kalau jadi lo pasti bakal kayak gitu, tapi jangan kelewatan juga dong" nasihat Cakka tidak tega, lari sahabatnya itu sudah berat, tapi tetap saja dia tidak mau berhenti.
"Cakka bener, yo. kita butuh lo di final, jangan di forsir lah"
"Lo itu kapten kita, Yo! eling loh, eling." sambung Alvin.
Rio memutar badannya kemudian mengangguk.
Disaat yang sama Debo berjalan mendekati mereka. "Gimana yo? Lo udah liat keseriusan gue, kan? lo tahu gue bisa ngelakuin apa aja dan kali ini gue yakin gue bisa dapetin dia. Jadi, gue minta lo jangan ngehindar lagi, gue nggak suka ngelawan orang lemah!" ujarnya seraya berlalu.
Alvin sudah mengangkat tangannya hendak menampar wajah Debo saat Rio lebih dulu menahan gerakannya, memintanya diam.
"Kalian duluan aja, gue masih ada urusan" Rio melempar bolanya keras, lalu pergi meninggalkan mereka yang mematung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top