19 - Turnamen

Pembukaan liga basket nasional di awali dengan pertandingan babak penyisihan antara SMA Cakrawala dan SMA Jaya Surabaya. Agni, Shilla, Sivia dan Ify menyemangati teman-temannya diantara sekelompok penonton di tribun yang padat.

Permainan Cakrawala kali ini sangat serius, Agni bertepuk senang melihat mereka menang telak dari Jaya dengan skor 59-40. Permainan Cakrawala sungguh diluar dugaan, jika tim lain mungkin berfikir Cakra akan lemah tanpa pemain inti mereka, maka mereka semua salah, nyatanya Cakrawala tetap tangguh dan lebih tangguh dari permainan ke permainan sebelumnya, mereka terus mencetak skor sebanyak-banyaknya di babak penyisihan agar peluang untuk masuk ke semi final juga besa.

"Waah... mereka keren banget sumpah!" komentar Shilla setelah capek teriak-teriak sepanjang pertandingan.

"Kalau kayak gini terus gue yakin mereka lolos semi final" kata Ify.

Agni menghampiri anggota tim yang sedang beristirahat di sisi lapangan. "Good job, boys" katanya sambil mengepalkan tangan ke udara, memberi apresiasi.

"Thanks Ag, ini juga berkat lo yang doyan banget marah-marahin kita" kata Riko diangguki pemain lain.

"Sialan lo!"

"Hahaha... semoga kita lolos semi final yaa,"

"Amiin..."

Setelah menunggu babak penyisihan yang lumayan lama akhirnya hasil drawing untuk semi final keluar, Riko melihat kertas berisi nama-nama tim yang lolos semi final diantaranya adalah SMA Cakrawala, SMA Budi Mulia Bandung, SMA Permata dan SMA Khatulistiwa, "Huft... Sesuai dugaan gue ternyata" gumamnya

"Jadi, apa yang kita takutin bakal kejadian juga gitu maksud lo?" sahut Obiet

Riko mengangguk pasrah.

"Semangat dong!" seru Agni tak mau kalah. Baru saja dia akan memberikan wejangan pesan Cakka semalam namun tiba-tiba ponselnya berdering, telepon dari Rio.

Iya. Selama satu minggu ini Agni memang memberi laporan rutin pada anggota tim yang tidak ikut main di berlin sana.

"Hallo yo?"

"Hai, gimana hasil drawing?" tanya Rio to the point.

Dibelakangnya Alvin, Cakka dan Gabriel turut mendengarkan dengan seksama.

Agni terdiam. "E... i... itu" aduh, dia bingung harus menjelaskan situasi ini seperti apa.

"GOLDI ATAU DEBO?" kata Rio lagi.

"Goldi" serah Agni.

Glek!

Alvin, Rio, Cakka, dan Gabriel terdiam, hasil drawing kali ini jelas memberatkan tim mereka, Goldi bukan lawan sembarangan untuk timnya.

"Kita cuma punya waktu sehari buat latihan, dan gue berharap kali ini kita bisa kasih perlawanan, minimal Cakra nggak dibantailah" lemas agni, buat bertahan saja mereka kesusahan, apalagi untuk menang.

"Kalo ada kalian, kita pasti nggak bakal setakut ini, Yo!"

"Sorry ya, Ag. gue belum bisa jadi kapten yang baik kali ini"

"Nggak, lo tetep kapten terbaik yang Kita punya kok, yo. Oiya, Lo ada salam dari kapten khatulistiwa katanya MVP tahun ini bakal jadi punya dia. yaa... kalau tahun ini tim kita emang nggak bisa ambil piala itu, nggak apa-apa kok. Kan tahun depan ada kalian yang bakal ambil piala itu"

"Jangan pesimis gitu dong. Pokoknya usahain yang terbaik, kalau masih nggak berhasil itu artinya tuhan ada jalan sendiri buat kita"

"Iya... iya... yaudah ya, kita mau matengin konsep dulu nih"

"Oke, semangat lo semua!"

***

Pagi ini para pemain Cakra berlatih keras dan sungguh sungguh, Agni memimpin dengan semangat, mereka bertekat mengerahkan seluruh kemapuan untuk tanding besok, kalaupun tidak menang, setidaknya mereka tidak keluar lapangan dengan tangan kosong.

Ify duduk di tribun pemain, menopang dagu menatap timnya latihan sambil mendengarkan lagu di ipod hitam milik Rio yang sengaja dia bawa kemari.

"Sendirian aja nih?"

Ify menoleh, Laki-laki yang kemarin menolongnya ada disana.

"Menurut lo?" balas Ify

Lelaki itu tersenyum, "Gue temenin deh" katanya sambil duduk disebelah Ify.

Ify diam saja lagipula dia mau apa, kenalan gitu?

"Ngomong-ngomong, lo udah tahu nama gue?"

"Penting ya gue tahu?"

"Nama gue Debo"

"Gue nggak nanya," sahut Ify cuek

"Yaa... seenggaknya, ntar kalau Rio balik lo bisa cerita kalau disini lo ketemu cowok baik dan keren bernama Debo"

Ify balik diam lagi, menatap serius ke arah lapangan tanpa berniat menyahut.

"Eh, ikut gue yuk?" ajak Debo semangat setelah cukup lama diam.

"Kemana?"

"Udah ikut aja!"

Debo menarik lengan ify dan mengajak gadis itu berjalan hingga berhenti di lahan kosong yang kelihatan agak tua dan tidak terurus tidak jauh dari penginapan.

"Bytheway, Lo nggak takut apa sama gue, ee... I-Ify?"

Ify menggeleng.

"Emang lo yakin gue nggak bakal macem-macem sama lo, ya... secara lo cantik banget," ujar Debo lagi

Ify mencebik, "Emangnya lo mau ngapain? orang mata lo nggak bilang kalau lo mau ngapa-ngapain, terus ngapain gue takut" tanggap Ify datar.

"Mata gue?"

Ify mengangguk.

"Emang mata gue kenapa? ada duitnya?"

Ify menoyor Debo kesal, "Ganteng-ganteng kok bego!"

"Terus?"

"Dimata lo nggak ada niat jahat, gue tahu lo tulus"

"Itu aja?"

Ify mengangguk, "Yes, just it! eyes can't lie"

Debo memilih bangkit kemudian memainkan bola yang dibawanya tadi dengan lincah, meski Ify tidak terlalu mengerti basket, dia bisa merasakan kalau Debo menikmati permainannya.

Wiing...

Debo melepar bola ke dalam ring dari jarak jauh, dan... masuk.

Ify spontan bertepuk tangan, "Huaah, keren banget padahal lemparnya dari jauh!"

"Biasa aja kok, Fy. Rio malah bisa ngelakuin itu dari jarak yang lebih jauh lagi" Debo masih lanjut bermain.

"Ya tetep aja bagus, kalau Rio paling masuknya kebetulan doang" sahut Ify sekenanya.

Debo menghentikan permainannya, menatap ify lucu, "Lo yakin berani bilang gitu? gue bilangin ntar lo nyesel lagi" balasnya menggoda.

"Yakinlah. Rio emang gitu, gue nggak pernah tuh liat dia main bagus kayak lo tadi, dia mah payah, mainnya lari lari doang sambil nyuruh-nyuruh yang lain" cerita Ify semangat.

Debo tertawa keras-keras "Wah wah, kayaknya lo belum pernah liat Rio main serius nih..."

"Emang ada bedanya ya?"

"Percaya deh sama gue, setelah Lo liat sendiri gimana Rio main basket, lo bakal ngerasain sendiri arti perbedaan yang lo tanyain ke gue barusan" tegas Debo.

Ify mengerutkan keningnya binggung, "Eh, tapi... kok lo kayaknya tahu banget sih soal Rio, gue yang kecintaan aama dia aja nggak tahu apa-apa, Ups..." Ify reflek menutup bibirnya setelah selesai bicara, bisa-bisanya dia keceplosan di depan orang asing.

Sementara debo hanya bisa terkekeh melihatnya.

***

Besoknya.

Pertandingan semi final berjalan dramatis. Sepanjang babak penyisihan pertama para pemain dibantai habis-habisan sama tim lawan.

Agni menatap sedih rekan-rekannya yang tampak sangat payah, jujur kali ini dia sendiri putus asa bisa lanjut sampai besok.

"Kita digempur, emang nggak bisa tanpa mereka" gumamnya pedih.

"Terus gimana ag? Gue nggak tahu gimana bilangnya ke Rio kalau kayak gini caranya!"

"Gue juga, Ko! mereka pasti bakal kecewa dan ngerasa bersalah kalau kita sampai gagal"

"Masa kita harus bohong sama Rio?"

Agni terdiam. tidak lama ponselnya berdering, telepon masuk dari Rio.

"Hallo yo..."

"Hallo ag, gimana?" tanya Rio dari seberang.

Agni mematung, Riko mengambil alih ponselnya. "Yooo... ini gue, Riko. gimana olimpiade lo?"

"Udah beres sih, tapi paling besok atau lusa kita baru bisa pulang, gimana anak-anak?"

"Kita dibantai yo, kayaknya kita emang nggak sanggup tanpa kalian, maafin kita kalau seandainya kita nggak bisa sampai final..."

"Pertandingannya silang masih satu kali lagi. Lo jangan nyerah gitu dong, gue yakin kok kalian bisa bertahan sampe final, gue bakal usahain udah pulang di final"

"Yooo...! pliss, nggak usah pungkirin kenyataan kalau kita emang sulit untuk bisa sampai sana, strategi kita kalah total sama permainannya Goldi cs, lo tahu itu kan?"

"Ta... tapi, ko?"

"Yo, pliss. Gue janji sama lo. kalaupun kita kalah, kita nggak akan coreng nama tim dengan nyerah ataupun main curang, kita bakal tetep kasih perlawanan ke Goldi cs sampai peluit berakhir..." Pungkas Riko sebelum memutuskan sambungan telepon.

Sementara Rio mematung mendengar ultimatum Riko barusan, kali ini timnya benar-benar memikul beban berat.

Alvin, Cakka dan Gabriel menatap Rio bingung.

"Kenapa yo?"

"Anak-anak dibantai, mereka nggak akan menang lawan Goldi cs tanpa kita disana"

"Ya tapi gimana caranya? Kita kan belum bisa pulang..." sambung Cakka.

Rio mencoba berfikir, mencari jalan keluar. Alvin, Cakka dan Gabriel saling tatap, ikut berfikir.

"Bisa kok, kita bisa bantu mereka. kalau kita pulang sekarang kita bisa sampai jogja tepat waktu"

Alvin, Cakka dan Gabriel mengerut bingung, "Sekarang? gimana bisa? Emang Lo bawa pesawat pribadi?"

"Nggak sih, gue ada cara lain" balas Rio tersenyum.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top