🏀 Una Partes

Saputangan dari Dava

🏀🏀🏀

Liburan semester genap resmi berakhir. Beberapa siswa tampak dengan semangat pergi ke sekolah lagi setelah sekian lama menyembunyikan diri dari ganasnya peraturan guru piket, meskipun hari itu adalah hari senin. Mereka semua bergerombol seperti semut di halte nomor 8 untuk menunggu bus sekolah. Ada yang bercengkrama riang dengan teman, ada yang mengolok-olok adik kelas yang memakai atribut MOS, ada yang mengeluh kelaparan dan masih banyak lagi.

Dava memakai kacamata hitamnya dengan penuh gaya melewati gerombolan-gerombolan remaja itu. Beberapa cewek yang mengenalnya sebagai sosok selebriti melongo tidak percaya ketika seorang pangeran lewat di depan mereka. Sedangkan yang cowok hanya bisa menatap pantulan dirinya sendiri diponsel mereka masing-masing, tampak minder dengan aura yang dimiliki Dava yang begitu medominasi.

Dava sendiri memakai seragam merah marun yang artinya sudah menjadi siswa Bimasakti secara resmi.

“Kamu beneran Dava 'kan?” tanya seorang cewek menghampiri Dava yang sudah bersender disalah satu tiang dengan gaya yang paling keren menurutnya.

“Menurutmu?” tanya Dava balik sambil memberikan senyuman semanis gula.

Cewek itu tampak malu-malu. “Aku kira gosip itu bohongan, eh ternyata bener. Kenapa kamu pindah ke Bimasakti?”

Dava melepaskan kacamata hitamnya lalu mengedipkan matanya genit ke arah cewek itu. “Hmm ... karena mau ketemu cewek secantik kamu.”

Dava hampir tertawa ketika cewek itu mendadak panik dengan wajah semerah kepiting rebus. Bukan cewek itu saja sih, melainkan seluruh cewek yang berada di dekat Dava juga ikutan malu-malu. Sengaja, Dava ingin meniru guru gombal panutannya yaitu si Dilan sang ahli menggaet hati cewek.

“Aku gak pikun!” teriak seorang cewek dari kejauhan. Insting buaya Dava langsung bereaksi ketika melihat Fiona dan Ace berjalan menuju halte. Fiona terlihat menahan kesalnya karena dirinya diacuhkan sama Ace. Cewek itu berusaha mencari perhatian Ace tetapi sayangnya gagal. Hal itu membuat Dava menyeringai, saatnya untuk dirinya beraksi.

Dava berjalan mendekat ke arah mereka berdua dengan anggun seraya memikirkan taktik apa yang harus ia pakai. Jujur saja, Dava mempunyai segudang taktik licik yang kotor yang dijamin seratus persen berhasil. Senyumannya semakin merekah karena salah satu taktik kotor itu hinggap dipikirannya. Dirinya sangat bersyukur dilahirkan dengan wajah tampan mempesona plus otak seencer Einstein.

“Sebuah kehormatan bertemu dengan Anda, Pangeran Ace,” kata Dava sambil membungkuk pernuh hormat ke arah Ace.

Ace menatap makhluk laknat itu kaget. Pertama, kaget karena tidak menyangka bertemu Dava di halte sekolahnya. Kedua, kaget karena Dava memakai seragam merah marun sepertinya. Ketiga, kaget karena seluruh pasang mata menatap ke arah dirinya seperti wartawan kelaparan bahan berita. Ace tidak ingin menjadi sorotan publik apalagi cewek-cewek yang seperti ingin melahapnya hidup-hidup. Sungguh mengerikan.

“Oh, kamu 'kan ... Rava.” Fiona menatap Dava dengan kagum meskipun ia merasa salah menyebut nama sang idola lapangan basket.

Dava tersenyum manis tetapi dalam hatinya menangis karena Fiona sama sekali tidak mengingatnya. Tidak apa-apa, yang terpenting sekarang dirinya bisa kembali berada didekat Fiona, bonus sang maung yang kini tengah mengasah taringnya.

“Namaku Dava Ferdiansyah, kamu boleh memanggilku sayang,” kata Dava seraya meraih tangan Fiona dan menciumnya membuat semua cewek-cewek yang melihatnya menjerit histeris bahkan ada yang hampir pingsan. "Hai, Ace."

Fiona merasa malu sekali karena tingkah laku Dava, sedangkan Ace sudah mati-matian menahan hasrat ingin membuat lebam indah diwajah Dava dan menceburkannya di sungai. Alhasil, cowok itu hanya bisa memalingkan wajahnya.

“Oh ... Kamu kenal Ace?” tanya Fiona kemudian.

Dava mengedipkan matanya ke arah Ace yang dibalas dengan mata setajam elang oleh cowok itu. “Hanya Ace aja yang bisa mengalahkanku dalam pertandingan basket.”

Fiona mengerutkan alisnya bingung lalu menatap Ace. “Dia enggak bisa main basket. Kamu tahu darimana?”

“Kata siapa aku enggak bisa main basket, Fio? Aku bisa tapi aku enggak mau menunjukkannya dan jangan tanya kenapa karena aku gak mau kasih tahu alasannya,” jawab Ace menatap tajam Dava yang lagi nyengir tanpa dosa.

Fiona mengatupkan bibirnya karena takut soalnya Ace lagi-lagi menolak memberitahu sesuatu yang harus dirinya ketahui. Tapi firasatnya mengatakan kalau Ace dan Dava saling mengenal dilihat dari gelagat keduanya. Tetapi aura yang dikeluarkan keduanya menunjukkan penolakan yang sama sekali tidak Fiona mengerti.

“Aku punya hadiah untuk kalian berdua,” ucap Dava lagi seraya merogoh tas bewarna abu-abunya.

Ace menghela nafasnya keras-keras. Cowok itu sebenarnya tidak ingin berlama-lama berdekatan dengan Dava, tetapi ketika melihat wajah Fiona yang berseri-seri membuat Ace mengurungkan niatnya untuk menjauh dari makhluk ini.

Tara!” Dava mengeluarkan sapu tangan kecil dengan warna-warna yang berbeda. Ada merah, kuning, hijau, dan biru. Kemudian, cowok itu mengeluarkan spidolnya dan segera menandatangani saputangan itu dengan semangat layaknya artis.

“Warna hijau buat Fiona yang cantik dan manis calon ibu dari anak-anakku. Buat Pangeran Ace yang jahat dan kejam, cocoknya warna biru. Warna kuning untuk aku yang terlahir tampan dan baik hati. Terakhir, warna merah buat dia yang gak lagi bersama kita.”

Fiona menatap saputangan warna hijau plus tanda tangan yang diberikan Dava kepadanya dengan gembira, melupakan sejenak pertengkaran kecilnya dengan Ace tadi. Sapu tangan dari Dava sangat lembut dan Fiona merasa kalau dirinya sangat spesial untuk cowok itu.

“Gimana kalau aku tukar sama yang merah?” tanya Ace dengan nada datarnya yang khas. Fiona berhenti tersenyum karena mengetahui bahwa Ace dalam mode serius yang menurutnya berbahaya.

Dava terlihat terkejut dengan permintaan Ace yang memang diluar rencananya. Untuk membuat ingatan Fiona kembali, Dava harus memunculkan kenangan-kenangan antara mereka bertiga dengan dia. Tetapi siapa sangka rencananya ditanggapi serius oleh Ace.

Dalam artian Ace mengetahui rencananya dan mencoba untuk menghalanginya.

Karena tidak kunjung mendapat respon dari Dava, Ace dengan segera menukar saputangannya dengan saputangan merah yang ada digenggaman Dava. Kemudian dengan gerakan sehalus mungkin cowok itu segera menarik Fiona kencang menuju bus yang sudah datang dan meninggalkan Dava sendirian di halte.

Setelah bus itu pergi, barulah Dava tersadar.

“Nis, kayaknya cuma aku yang belum berubah. Apa yang harus kulakukan sama mereka? Ace dan Fiona, mereka sudah berubah,” gumam Dava sendu seraya menatap burung-burung yang berkicau di kabel listrik.

Di dalam bus sekolah, Fiona menatap Ace yang menatap saputangan merah itu dengan pandangan kosong. Fiona tahu karena dirinya sering seperti itu, melamun dan pikirannya berkeliaran tanpa menemukan titik terang.

Ace menoleh karena merasakan sepasang mata meminta penjelasan kepadanya. “Bisa pinjam bahumu sebentar? Aku merasa pusing.”

Fiona mengangguk kikuk sebagai jawaban, cewek itu merasa heran dengan tingkah laku sahabatnya ini. Ace menyandarkan kepalanya dibahu Fiona sedangkan si pemilik hanya bisa duduk dengan kaku seperti robot.

Mata Fiona membulat ketika Ace menggenggam tangan Fiona lembut, terasa hangat hingga Fiona gak bisa berkata-kata sedangkan jantungnya berdegup kencang tidak karuan. Fiona merasa kalau berdekatan dengan Ace adalah sesuatu yang sangat buruk.

“Aku gak mau kalau kamu dekat sama Dava,” kata Ace pelan namun penuh dengan penekanan.

“ke-kenapa? Dava terlihat baik kok,” jawab Fiona.

Ace menghela nafasnya. “Karena aku gak mau kehilanganmu lagi untuk yang kedua kalinya. Aku gak mau.”

“Tapi kenapa kamu menyuruhku menjauhi Dava?” tanya Fiona lagi, masih bersikeras untuk membuka rahasia yang disembunyikan sang sahabat.

“Maaf, terlalu menyakitkan jika memberitahumu.”

Fiona mendorong tubuh Ace sampai cowok itu hampir saja terjungkal. “Gak mau!”

“Fio, kumohon.”

“Katakanlah alasannya, Ace!”

“Aku gak bisa.”

“Kenapa gak bisa?”

Karena aku akan membuatmu sedih ketika kamu kembali mengingatnya. Jawab Ace tentu saja didalam hati.

***

Love

Fiby Rinanda🐝
23 Februari 2019
Revisi: 2 April 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top