🏀 Sex Partes
Keputusan Fiona
🏀🏀🏀
Taman belakang sekolah adalah salah satu tempat favorit di Bimasakti meskipun taman itu menjadi daerah kekuasaan Illios. Tidak pernah sepi dan selalu ramai dikunjungi baik itu waktu istirahat atau waktu belajar berlangsung. Siswa-siswi biasanya duduk-duduk di gazebo sekedar untuk belajar atau mengobrol riang, ada yang bersepeda keliling taman, melakukan piknik dadakan, konser musik kecil-kecilan, berburu hantu Illios disekitar pohon kembar Tabebuya, dan menjalani hukuman membersihkan taman.
Seperti saat ini, ketika akses wifi sekolah sedang lancar-lancarnya, Silla dan Keila sedang menonton film horor dengan buku menutupi wajah, April dan Inge sedang berdebat dengan fandom sebelah yang menghina idol kesayangan mereka, sementara Fiona sibuk senyum-senyum sendiri melihat layar ponselnya.
Lebih tepatnya chat dari Dava Ferdiansyah.
“Dilihat terus chat-nya. Enggak akan hilang kok,” sindir Silla. Fiona hanya nyengir sebagai balasan.
“Seandainya Veano juga jago nggombal kayak Dava, aku sudah mengantri paling depan buat jadi pacarnya,” ucap April ikut nimbrung. “Sayangnya Veano punya pacar yang cantiknya minta ampun.”
"Mantan pacar lebih tepatnya," ralat Keila.
“Halo girl! Mau dengar gosip terbaru dari sang Orion?” Lukman bertanya seraya melompat ke gazebo. Menimbulkan semua cewek yang berada di sana memekik kaget secara bersamaan.
Cowok itu hanya nyengir ketika kelimanya menatapnya dengan tatapan membunuh.
“Surat kematian mau dapat korban baru,” ujar Lukman memberitahu dengan semangat membara.
“Jangan bercanda!” sangkal Fiona dengan marah. “Ace sudah berjanji enggak akan berulah lagi.”
“Sama sekali bukan urusanku, Fiona. Aku hanya menyampaikan berita saja,” kata Lukman dengan senyuman nakal ketika mengamati wajah-wajah penasaran mereka berlima. "Kalian penasaran siapa korban selanjutnya?"
Semuanya kompak mengangguk kecuali Fiona.
“Dava Ferdiansyah.”
“Apa? Gimana Ace bisa setega itu sama Dava?” tanya Fiona. Cewek itu takut kalau terjadi sesuatu kepada Dava dan surat kematian Ace tidak main-main.
Bagaimana kalau Dava terluka?
Lukman mengangkat bahunya sebagai balasan. Sebagai anggota Sirius, dirinya tidak berkewajiban untuk membantu siapa yang terlibat. Sirius bukanlah pahlawan.
Fiona yang melihat Lukman tutup mulut merasa resah, cewek itu kemudian melesat pergi untuk mencari dimana keberadaan Ace. Dirinya harus tahu alasan Ace mengirim Dava surat kematian dari mulutnya sendiri sekaligus alasan Ace membenci Dava karena mereka itu sahabat.
Sahabat tidak seharusnya saling menjatuhkan 'kan?
“Mau kemana?”
Langkah Fiona terhenti karena Veano menghalangi jalan dengan tangan yang terentang. Cowok yang dinobatkan sebagai pria paling tampan dari Halley itu menatap Fiona dengan wajah datar.
“Kamu tahu kalau soal surat kematian?” tanya Fiona, dia merasa kalau orang ini tahu sesuatu.
Baik Sirius ataupun Aldebaran pasti mempunyai kekuatan untuk mencari rahasia orang lain. Fiona harus memanfaatkan hal itu dengan sebaik mungkin.
Veano mengelus dagunya dengan pelan, sengaja untuk menguji kesabaran Fiona. “Surat kematian warnanya hitam.”
“Darimana kamu tahu?”
Veano menggeleng kemudian tersenyum manis seperti biasanya. “Aku hanya asal tebak saja, Ace selalu mengutarakan perasaannya lewat warna. Kali ini Dava dapat warna hitam dan kamu pasti tahu jawabannya tanpa bantuanku.”
Fiona mengerutkan alisnya karena bingung dengan apa yang dikatakan Veano. Dirinya memang belum pernah melihat surat kematian Ace yang selalu membuat siapa saja merasa resah termasuk Aldebaran, karena setiap Ace berulah Veano yang menjadi penanggung jawab kerusakan. Sejatinya Veano lebih mengerti Ace daripada Fiona. Hal itu membuat Fiona menjadi tidak enak hati.
“Surat kematian yang berwarna hitam artinya peringatan. Kalau Dava berhasil melewati rintangan itu, aku yakin Ace bisa mempertimbangkan statusnya.”
Fiona tersenyum cerah mendengar masih ada harapan untuk Dava lepas dari jeratan Ace. "Apa Dava bisa selamat?"
"Apa maksudmu dengan 'selamat'?" Veano tertawa geli. "Bahkan yang pantas menjadi korban adalah aku."
Fiona menipiskan bibirnya, “apa warna surat kematiannya Kak Chiko?” tanya Fiona setelah teringat dengan salah satu korban Ace.
Veano menjawab dengan menunjuk buku paket berwarna merah yang selalu dia bawa sewaktu melakukan tugas sebagai petinggi Aldebaran. Cowok itu memberi sebuah amplop berwarna merah kepada Fiona.
"Jangan dibuka! Faisal bisa membunuhku kalau dia tahu," peringat Veano.
Hanya dengan melihatnya saja, Fiona merasa gelisah dan takut. Warna merah merupakan salah satu warna kebanggaan Bimasakti terutama warna merah marun. Bahkan seragam sekolah, jersey olahraga, almamater, sampai dekorasi gedung berwarna merah. Namun, warna merah yang ditunjukkan Ace kepada Chiko berbeda dengan warna yang selalu Fiona lihat.
Fiona kemudian teringat hari dimana Chiko mengutarakan perasaannya sekaligus Surat Kematian itu muncul, yaitu hari valentine.
Kenapa Ace melakukan sesuatu yang membuatnya merasa bersalah kepada orang lain?
“Aku sangat penasaran,” kata Veano sambil bersender didinding, cowok itu melihat seekor tupai yang sedang berlari di atas kabel. “Apa yang membuat Ace sangat benci kepada Dava dan kenapa Dava malah memancing amarahnya?”
“Memancing amarahnya?” tanya Fiona. Setahunya, Dava hanya ingin berteman dan Ace terlihat tidak menyukai kehadiran orang itu.
“Kamu sendiri tahu kalau mereka berdua sama-sama keras kepala dan enggak ada yang mau mengalah.”
Amarah langsung melingkupi Fiona kepada Veano, sementara cowok itu masih terlihat tenang seperti air. “Aku enggak akan membiarkan mereka berdua berkelahi seperti yang kamu lakukan kepada Dava. Asal kamu tahu, aku sangat kecewa denganmu Veano. Aku pikir kamu adalah orang yang sangat baik dan--”
“Maafkan aku, Fiona,” ucap Veano dengan nada bersalah, namun dimata Fiona cara Veano meminta maaf terkesan biasa saja. Fiona tidak bisa menilai seperti apa seorang Veano Putra. “Tapi sepertinya kamu lupa sesuatu, aku sama sekali bukan orang yang baik hati seperti yang pernah kamu harapkan. Dava dan Ace berpotensi besar untuk menghancurkan Bimasakti.”
"Tapi itu semua memang tugasmu, Veano. Apa kau takut kalah sama Liam?" tanya Fiona seraya mengepalkan tangan.
"Liam?" Veano terkikik geli ketika Fiona menyebut ketua eskul jurnalistik sekaligus pewaris sekolah Bimasakti. "Aku dan dia memang bersaing, tetapi kali ini aku membicarakan Dava dan Ace."
Mendengar peringatan pelan dari sang ketua OSIS, Fiona merasa bersalah kepada Veano. Seharusnya, dia tidak bertengkar di sekolah.
Veano mendesah pelan, kemudian menepuk jas almamater merah yang dikenakannya. “Kemungkinan besar Ace punya rencana lain. Kalau kamu ingin menghentikannya, pergilah rooftop mungkin dia masih di sana. Semoga berhasil!”
Fiona menatap Veano dengan mata berkaca-kaca, cewek itu kemudian menggenggam tangan sang ketua OSIS sambil menggumamkan permintaan maaf dan terimakasih. Fiona kemudian berlari kencang menuju rooftop sekolah tempat Ace berada.
Sedangkan Veano yang melihat punggung Fiona yang menghilang tiba-tiba merosot. Cowok itu melipat kedua kakinya seraya memegang kepalanya yang berdenyut-denyut. “Sampai kapan aku harus berpura-pura? Mereka bertiga bukan boneka yang harus dipermainkan.”
🏀🏀🏀
Mudah sekali untuk Fiona menemukan cowok yang dijuluki pangeran es yaitu di rooftop sekolah. Fiona baru menyadari kalau Ace mempunyai tubuh yang tinggi dengan bahu yang lebar siap untuk dipeluk kapan saja, mata yang teduh menyiratkan kesedihan, dan bibir tipis yang jarang sekali tersenyum.
“Kenapa kamu mengirim surat kematian kepada Dava?” tanya Fiona langsung, dirinya tidak bisa berbasa-basi lagi.
Ace hanya melirik Fiona dengan dingin, bibirnya terkatup enggan menjawab.
“Kenapa harus Dava? Kenapa kamu sangat membencinya? DIA ITU SAHABATMU! AKU MENGINGATNYA!” Fiona berteriak kencang membuat Ace sedikit berjengkit karena kaget. Kaget karena suara Fiona yang cempreng dan juga kaget karena kalimat terakhir yang dilontarkan cewek itu.
Fiona menunjuk Ace dengan geram. “Dava itu orang yang sangat baik.”
“Kamu yakin?” tanya Ace dengan senyum meremehkan. “Berarti kamu enggak ingat dengan jelas. Ingatanmu memang payah.”
“Aku—“
“Surat kematian itu gak akan merugikan orang lain,” potong Ace cepat.
"Jangan bohong kepadaku, Ace!" ucap Fiona dengan bibir bergetar. "Jangan lakukan apa pun demi aku! Aku bisa mengatasi masalahku sendiri."
Ace tidak mengatakan apa-apa, cowok itu semakin menatap Fiona dengan wajah dingin. Fiona baru pertama kali melihat Ace memberi tatapan asing seperti itu kepadanya.
Akhirnya, Fiona tidak bisa menahan air matanya lagi. Butir-butir air mata itu turun dengan derasnya membasahi pipi yang selalu tersenyum. Ace tidak berniat untuk mengucapkan kalimat hiburan, cowok itu tetap pada pendiriannya.
Fiona kini tahu arti kalimat dari Veano, Ace terlalu keras kepala dan arogan.
"A-aku kecewa kepadamu, Ace!" teriak Fiona. Cewek itu pergi keluar dengan air mata dan kekecewaan.
Ace tersenyum tipis mendengar ucapan Fiona. "Terimakasih pujiannya, Fiona Natasya."
Hati Fiona terasa sakit ketika mengingat percakapan dengan Ace. Cewek itu hanya ingin semuanya kembali seperti dahulu dimana Ace dan Dava bersahabat, tetapi saat ini keduanya saling melemparkan pedang satu sama lain.
Cewek itu kemudian membasuh wajahnya dikeran dekat taman. Tujuannya sekarang adalah menemui Dava, Fiona takut kalau cowok itu depresi karena surat kematian itu.
Warna hitam.
Ace memang pintar berperan menjadi penyihir.
“Dava, turun!” teriak Fiona histeris ketika melihat Dava bergelantungan di pohon jambu yang batangnya kemungkinan akan patah karena menahan bobot tubuhnya dengan kepala berada dibawah.
“Bentar, aku mau mikir dulu,” jawab Dava dengan nada manja.
“Enggak usah mikir! Cepetan turun kamu bukan monkey!”
Untungnya Dava mendarat dengan gaya kura-kura ninja—yang menurutnya terlihat lebih jantan dihadapan Fiona. Tiba-tiba sebuah surat berwarna hitam terjatuh didekat mereka berdua, Fiona memungutnya.
“Surat kematian Ace kan?” tanya Fiona seraya tersenyum lebar.
Ini yang kucari. Jerit Fiona dalam hati.
“Bukan kok, itu surat cinta dari fansku,” elak Dava.
Dava mencoba merebut surat itu dari Fiona yang sayangnya tidak berhasil karena Fiona meletakkan surat itu diatas dadanya. Fiona tersenyum kemenangan dan Dava reflek menghentikan tanggannya sebelum mendekati area terlarang itu.
Cowok itu terlihat malu ketara sekali karena wajahnya mendadak memerah.
“Jangan macam-macam atau wajahmu menjadi korbannya!”
Untungnya cowok itu mengangguk patuh dan Fiona semakin punya kuasa untuk menelanjangi surat itu
Kita lihat bagaimana cara Ace mengancam para korbannya?
Selamat siang dan semoga Anda MASIH selamat ketika menerima surat ini.
Anda terkejut dengan kedatangan surat ini?
Surat ini adalah SURAT KEMATIAN.
Tidak usah khawatir jika Anda menyadari KESALAHAN Anda.
Anda tidak akan menemui surat ini yang KEDUA.
Karena surat kedua adalah HUKUMAN Anda.
Saat ini, isi surat hanya berisi PERINGATAN.
SILAHKAN MENEBAK KESALAHAN APA YANG ANDA PERBUAT.
Tertanda.
ALGOJO yang siap menghukum Anda.
SELAMAT MENIKMATI.
Isi suratnya sangat sederhana, kenapa bisa bikin takut ya? Apa rencana Ace selanjutnya?
Fiona membaca isi surat sampai lima kali berharap ada makna tersirat atau pesan tersembunyi, tapi sayangnya surat itu hanyalah surat biasa dan mungkin saja kesan horornya ada pada saat Ace mengeksekusi korbannya. Dava sama sekali tidak protes ataupun mengeluh, cowok itu cukup tahu jika dia bertingkah aneh maka Fiona bisa lebih aneh lagi.
Saat Ace mengeksekusi korban.
Fiona menoleh kearah Dava yang sedang nyengir.
Kapan Ace mengeksekusi Dava?
Fiona melemparkan surat itu ke arah tong sampah. “Aku mau kamu berjanji.”
Dava mengedipkan matanya. “Janji?”
“Aku mau kamu tetap didekatku sampai kapanpun. Jangan menanggapi isi surat Ace. Hiraukan. Aku gak mau kamu terluka lagi. Janji?”
“Aku Janji tapi kenapa?” tanya Dava.
Fiona memeluk Dava erat dan merasakan kehangatan cowok itu. “Karena aku yang akan melindungimu dari Ace.”
Dan aku enggak percaya surat kematian itu menguntungkan orang lain.
***
Lagi-lagi kamu menang banyak, Dav. Seneng gak?
Jangan lupa komen yang banyak ya, supaya kadar kecentilannya Dava berkurang, hehe.
Ok, gak nyambung wkwk.
Intinya, semoga cerita ini menghibur kalian dimalam minggu.
(Bonus : Ocean yang pengen nyempil :v)
Love
Fiby Rinanda 🐝
30 Maret 2019
Revisi: 7 Juli 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top