🏀 Quartuordecim Partes
Yok, vote terus yuk biar ane tambah semangat update biar kita cepat cus ke cerita sebelah juga (baca Inner Voice dan Querencia yang belum ada wujudnya).
Mulai dari chapter ini akan diisi oleh flashback. Kita akan lihat flashback dari POV Nisa (seperti biasa).
Selain vote, tolong dikomen ya. Masa cuma dapat notif vote tapi enggak ada manusianya. Ane juga pengen kenal kalian juga, soalnya ada pembaca baru yang nyasar kemari :v
Aku harap sih kalian enggak bosen-bosen nontonin masalah anak-anak Bimasakti--ane sendiri kalau bosen biasa lari ke cerita original yang masih on going (baca The Missing Prisoners). Cerita ini enggak ada hubungannya sama Bimasakti sama sekali, sekaligus cerita yang rumit :v
Ada yang wibu di sini, rekomendasi anime yang seru genre action no harem no ecchi dong. Pokok yang bikin mikir dan pusing tujuh keliling. Aku lagi pengen nge-anime, terakhir nonton anime itu Moriarty The Patriot, To Your Eternity, dan My Hero Academia S5. Sekarang lagi ngestok cuma The Chase Study of Vanitas :v
Analisis Ega
🏀🏀🏀
"Kamu punya pacar selain aku?" tuduh Tania. Ega yang masih mengotak-atik ponselnya langsung tersenyum lebar. Keringat dingin mulai menetes ketika cowok itu melihat sang kekasih dengan tatapan yang seperti akan mengulitinya.
"Pacar aku hanya kamu saja. Jangan sering curiga sama orang lain, enggak baik," jawab Ega dengan pelan.
"Kalau begitu, kenapa dari tadi kamu terus mengutak-atik handphone?" tanya Tania mencoba mengintip isi dari ponsel Ega.
"Sayang dengar ya, aku sekarang lagi melapor sama si Gula Tebu, kamu tahu siapa dia. Sekarang, si Jahe sedang membuat masalah dan aku harus mengawasi anak itu dengan mata melotot," kata Ega seraya menunjukkan pesan dari kakak sulung yaitu Alvian Orlando.
Tania mengangguk mengerti tetapi bibirnya masih mengerucut sebal. "Kenapa harus disembunyikan? Aku masih pacar kamu 'kan?"
"Bukan begitu maksudnya, isi pesan ini sama sekali enggak bermanfaat untukmu. Kami belum tahu saja kalau Gula Tebu sering mengeluh tentang pekerjaannya sebagai dokter, Minggu kemarin saja dia sempat berpapasan dengan hantu di lorong ruang forensik," jelas Ega panik.
Tania memukul lengan Ega pelan. "Aku juga ingin mengenal semua keluargamu. Apa aku kurang untuk menjadi bagian Orlando?"
Ega mengelak pukulan dari pacarnya. Beberapa anak-anak terutama dari kelas Halley dan Hoba memandang iri pasangan itu, berharap kalau sosok Ega dapat membelah diri dan menjadi pacar mereka. Lukman yang duduk tidak jauh dari pasangan itu hanya bisa tersenyun misterius karena berhasil menguping.
"Hey, kenapa kau memegang pacara orang? Apa enggak ada yang lain?" Ega memekik kencang ketika kekasihnya Tania tiba-tiba dirangkul oleh Ace.
"Maaf kak Tania, kalau enggak begini caranya si Malika enggak akan berhenti begitu saja," kata Ace pelan seraya berbisik ditelinga Tania.
Tania langsung tersenyum malu-malu berbanding terbalik dengan tingkahnya ketika bersama Ega dan itu membuat Ega ingin membenturkan kepalanya karena Ace secara tidak langsung mengejeknya hitam.
Apa Ace menginginkan hubungan kakaknya hancur karena masalah warna kulit?
Ace memberi isyarat kepada Ega untuk mengikutinya melalui matanya. Ega yang sebenarnya masih sebal karena kalakuan Ace hanya bisa menahan hasratnya untuk tidak memukul saudara sedarahnya itu
"Apa lagi?" tanya Ega ketus tetapi sebenarnya cowok itu sedang gelisah.
Bagaimana kalau Ace tahu kalau aku laporan ke Kak Ian?
"Lihat!" Ace sedikit mengangkat dagunya untuk memberitahu Ega tentang keberadaan seseorang.
Astaga adik siapa nih, songong amat jadi manusia.
Ega mengikuti arah pandang Ace. Cowok itu mengerutkan alisnya ketika melihat tribun yang sudah penuh oleh para manusia yang sedang membawa banner wajah Dava yang sedang berkedip. Sungguh gila sekali penggemar orang satu ini.
"Apa kau ingin aku membuat banner seperti kepunyaan Dava?" tanya Ega dengan kening mengerut.
Ace memutar bola matanya malas, tampak menyayangkan penglihatan kakaknya yang kurang. "Cih!"
Melihat respon adiknya yang terlihat kurang puas, Ega kembali melihat kejanggalan yang ada di tribun. Dari jarak yang lumayan ini, Ega bisa melihat wajah cemburu Juna karena Keila sedang asik tertawa sama Djuada, pada bagian tribun lain Chiko, Ricky, dan Bagas yang sedang berebut makanan dengan ganas seperti hewan buas.
Sepertinya tidak ada yang janggal dari apa yang Ega lihat itu.
"Sepertinya enggak ada apa-apa" kata Ega seraya menatap adiknya.
Ace mendengkus. "Veano."
"Veano?" tanya Ega lagi.
Cowok itu lalu segera mencari sosok Veano dan matanya melebar ketika melihat Veano dengan seseorang yang seharusnya tidak boleh bersama mereka, Revano Sanjaya.
"Wow, amazing! Aku enggak pernah mendapat sesuatu keberuntungan seperti ini. Apa kau punya kertas?" tanya Ega seraya tersenyum lebar.
"Buat apa?" tanya Ace dengan bingung.
"Aku ingin meminta tanda tangan Revano," jawab Ega cepat.
Ace langsung menginjak kaki kakak keduanya tanpa ampun. Baginya, Ega sangat mudah terkecoh.
"Hentikan! Aku hanya bercanda!" ucap Ega. "Menurutmu, kenapa Revano ada di Bimasakti? Apa dia sedang mencari kasus di sini?"
"Bisa saja," jawab Ace pendek.
Ega mengelus dagunya selayaknya detektif yang pernah dia tonton di televisi. "Aku bisa melihat kalau dia ke sini enggak hanya bertemu dengan Veano. Mereka bisa saja bertemu kapan saja karena mereka adalah saudara sepupu. Kalau hal itu bisa disebut alibi Revano untuk ke Bimasakti, dia pasti datang dengan tujuan lain. Selain itu, siapa yang enggak mau bertemu dengannya, bahkan Pak Julian rela memberikan seragam Bimasakti untuk orang itu dengan sukarela. Dia artis negara."
Ace mengangguk setuju dengan perkataan Ega.
"Selain itu, penyamaran Revano sudah dianggap sebagai penyamaran yang sempurna meskipun kau berhasil mengetahui sosoknya. Tetapi Surat Kematian yang kau luncurkan berhasil mengurangi keberadaan Revano. Anak-anak Bimasakti terlalu terpaku dengan duel basket dibandingkan kedatangan Revano Sanjaya. Sungguh menarik." Ega terkekeh geli.
"Lalu?"
"Aku bisa menebak kalau Revano datang ke sini untuk melihat pertandingan basket ini seolah dia tahu pergerakanmu. Sudah dipastikan kalau dia sudah mengawasimu sejauh ini, entah itu Veano yang memberitahunya atau orang lain. Dia pasti datang karena Nisa," ucap Ega.
"Kenapa begitu?" tanya Ace bingung.
"Kapan terakhir kali kita bertemu dengan orang itu?"
Ace menengadah kemudian menjawab pelan. "Di rumah sakit, tiga tahun lalu."
Ega tersenyum kemudian menepuk punggung Ace pelan. "Kemungkinan besar semua berawal dari tempat itu."
🏀🏀🏀
"Kami sudah berhasil mengidentifikasi mayat yang terbakar itu. Mayat yang terbakar itu adalah mayat saudari Nisa Rahma."
Kalimat yang keluar dari mulut Polisi Yusril mampu membuat Ace kehilangan kata-kata yang sudah ia persiapkan sebelumnya. Nisa meninggalkannya begitu saja.
"Apa bapak tidak salah tentang hal itu?" tanya Ega sambil melirik adiknya dengan cemas. "Ma-mayat itu pasti bukan Nisa."
Polisi Yusril menepuk punggung Ega untuk menenangkan cowok itu. "Kami turut berduka cita, mayat itu memang saudari Nisa Rahmah yang hilang dua hari yang lalu."
"Dasar pembohong!" teriak Ace seraya menerjang polisi Yusril dengan amarah. "Nisa enggak akan meninggalkan kita dengan keadaan seperti itu! Aku percaya kalau dia masih hidup!"
"Sadarlah, Ace!" teriak Ega seraya menahan Ace supaya tidak mencelakai seorang polisi berpangkat. Mereka akan mendapat masalah jika melukainya.
Ega sangat mengetahui perasaan Ace. Bagi adiknya, memiliki sahabat seperti Fiona, Dava, dan Nisa adalah sesuatu yang bisa disebut keajaiban. Sejak mengenal ketiganya, Ace yang awalnya pendiam menjadi ceria dan cenderung agak jahil. Perubahan sikap Ace membuat hari-hari di Keluarga Orlando sangat berwarna daripada biasanya.
Nisa menghilang dua hari yang lalu setelah mengirim pesan yang misterius kepada Ace. Kemudian kakak Nisa yang bernama Mila datang ke rumah mereka sambil menangis dan mengatakan kalau Nisa kabur dari rumah. Mereka langsung melaporkan menghilangnya Nisa kepada polisi.
Berita duka tidak hanya sampai situ saja.
Kantor perusahaan cabang ayah Fiona terbakar hebat dan hanya ada satu korban jiwa yang diduga seorang perempuan. Mila yang tiba-tiba mendapat telepon dari polisi segera menghubungi Ega dan Ace.
Akan tetapi lagi-lagi mereka mendapat kabar buruk.
"Apa saya bisa melihat adik saya untuk yang terakhir kali?" tanya Mila dengan mulut bergetar menahan tangis.
"Nona bisa mengikuti saya," kata polisi Yusril.
"Aku ikut!" Ace kembali berteriak dan Ega kembali bersusah payah menghentikkan adiknya.
"Biarkan kakaknya dulu," bisik Ega ditelinga Ace dan untungnya adiknya bisa tenang.
Polisi Yusril mengangguk dan menyuruh Mila mengikutinya, tetapi seorang cowok dengan rambut hitam berantakan menghangi mereka. Dia dengan berani memukul wajah Yusril, membuat polisi itu terjungkal dan mengeluarkan darah dari mulutnya.
"Hey, jangan bermain-main denganku, lelucon kalian memang payah sekali. Dia bukan mayat Nisa 'kan?" tanya cowok itu dengan tatapan tajam yang begitu membunuh.
"K-kau--"
"Kau bisa mejelaskan kepadaku. Sekarang juga!"
Ace tidak mengenal cowok itu, tetapi dia tahu kalau akhir-akhir ini Nisa sering bertemu dengan dia. Sejak bertemu dengan cowok itu, gelagat Nisa semakin aneh dan dia sering menghindari dan menjauhi Ace, Fiona dan juga Dava.
"Dia adalah pahlawanku," jawab Nisa ketika ditanya mengenai identitas cowok itu.
Ace mengamati cowok itu lagi, kenapa polisi sangat takut dengannya? Apa dia semacam preman pasar yang sangat kuat?
"Kami menemukannya di gudang," jelas Yusril. "Dengan keadaan terikat disebuah kursi. Kami menduga kalau gudang itu adalah sumber kebakaran."
"Jadi maksud kalian kalau dia sengaja dibakar? Nisa dibakar oleh seseorang?" tanya cowok itu murka.
Amarah Ace tersulut lagi, dia menendang bangku yang ada di sana sampai membuat Ega terlonjak kaget.
"Siapa pelakunya?" desis Ace.
"Revano Sanjaya. Kamu pernah berkata akan menanggung semuanya bukan? Tentu saja ini salahmu. Akhirnya datang ketika aku melihatmu merangkak ditanah," kata polisi Yusril dengan senyuman miring, darah masih menetes dari hidungnya.
Cowok itu, Revano Sanjaya menyeringai dengan wajah putus asa. "Akan aku bunuh orang itu dengan tanganku. Aku enggak masalah untuk menjadi penjahat."
🏀🏀🏀
"Jujur saja, aku enggak tahu maksud dari perkataan mereka berdua," kata Ace pelan. Ega mengangguk menyetujui.
"Menurutmu, apa yang akan dilakukan Revano sekarang?" tanya Ace.
"Ada dua kemungkinan. Pertama, dia juga mempunyai tujuan yang sama dengan Dava yaitu membuat Fiona ingat kembali. Kedua, dia akan membuka kembali kasus Nisa karena pembunuhnya belum diketahui," jawab Ega.
"Aku ragu kalau dulu dia dekat dengan Fiona," gumam Ace seraya menatap Revano dari kejauhan.
"Berarti yang kedua. Jika Revano itu pintar dan Veano juga pintar, apa kau tahu langkah selanjutnya?"
Ace tersenyum miring. "Apa aku harus memberi Veano Surat Kematian agar dia memberi tahu rahasia Revano Sanjaya?"
Ega bergidik ngeri ketika melihat adiknya. "Apa kau lupa? Aku juga bagian dari Aldebaran!"
***
Love
Fiby Rinanda🐝
30 Mei 2019
Revisi : 22 Juli 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top