08 | Scene eight
Semalam ketika mereka pesan layanan makan malam, Jisoo memakai tangan kanan yang bebas menyuapi Taeyong, begitupun Taeyong menyuapi sang istri dengan tangan bebas borgol.
Selesai makan mereka termenung depan layar TV sambil memainkan ponsel masing-masing. Selama keheningan Jisoo terus-terusan menggerutu karena tangan Taeyong tidak pernah berhenti menggaruk pantat.
Jisoo mengomel; Taeyong masa bodoh malah sengaja menarik tangan Jisoo yang ke borgol lalu dipakai menggaruk pantatnya. Karena jengkel, Jisoo langsung menendang pantat Taeyong hingga membuat suaminya jatuh terjungkal ke bawah dan tangan Jisoo ikut tertarik, tapi dia aman, tidak ikut terjatuh meskipun perih menggelitiki pergelangannya.
“Woles dong, Nyai!” gerutunya kesal sambil mengelus pantat bekas tendangan kaki istri. “Gini-gini, pantat berharga.”
Jisoo mencibir tidak peduli. Taeyong kembali ke posisi semula, masih dengan gerutuan, “Nggak ada pantat gue lo gak bakal punya anak.”
“Apa maksudnya?” Delikan matanya seolah menandakan bahwa dia siap menerkam Taeyong malam ini, kalau sampai mulut laknatnya itu mengeluarkan ocehan terkutuk.
Taeyong sepertinya tidak mengerti. “Misal anu-anuan nih, pantat punya tugas membantu anak gue masuk ke —”
“MAKAN TUH, PANTAT TEPOS LO!” Tanpa ampun Jisoo menyumpal mulut laknat Taeyong dengan buntalan koran. Ia mendengus kesal hendak berdiri namun tertahan karena borgol sialan yang memborgol tangan mereka.
Taeyong membuang buntalan koran lalu mengomel, “Wah, lo jadi istri gak ngehargai suami sama sekali,” ujarnya menatap tak karuan gadis yang berstatus sebagai istrinya tersebut. “Awas lo nangisin gue pas nikah lagi.”
“NIKAH LAGI SONOH SAMA JANDA!” balasnya tak mau kalah. “Cepatan berdiri gue mau tidur”
“Bilang aja lo gak sabar tidur bareng gue.”
“GAK SUDI!”
“Halah,” sahutnya mengejek. “Ntar juga ujung-ujungnya minta peluk.”
Jisoo meremas tangan gemas ingin mencakar muka sok ganteng Taeyong yang super menyebalkan. “BURUAN JALAN!”
“Wolos, Nyai, woles.”
Dan ia hanya memutar bola jengkel mendengar perkataan Taeyong.
...
Sepertinya malam ini bakal jadi malam pertama mereka tidur satu ranjang. Jisoo berhati-hati menata kasur menjadikan tempat tersebut senyaman mungkin. Tak lupa meletakkan guling di tengah sebagai pembatas.
“Ribet amat,” komentar Taeyong saat Jisoo menyuruhnya naik dan menempati posisinya.
Bagian kanan tempat Jisoo, sedangkan kiri tempat Taeyong. Posisi tidur mereka menghadap langit kalaupun balik kanan otomatis tangan Taeyong ketarik, balik kiri giliran tangan Jisoo ketarik, atau mereka harus saling berhadapan—satu-satunya posisi yang menegangkan.
Jisoo mencoba memejamkan mata. Posisi menghadap langit bukanlah favoritnya. Dia lebih suka posisi menghadap dinding, namun untuk saat ini dia harus bertahan dengan posisi menghadap langit.
Beda sama Taeyong, dia terlihat menikmati tidur menghadap Jisoo sambil meluk guling erat-erat. Kebiasaan tidur memeluk guling, tanpa guling tidurnya hampa. Kadang memeluk bantal sebagai pengganti apabila tidak ada guling. Beruntung keduanya ada, jadi Jisoo malam ini aman.
Hmmm, kata siapa?
Lama berpikir sampai membuat Jisoo terlelap tidur, sedang Taeyong sudah tertidur sejak tadi.
Semula posisi mereka seperti itu; bertahan tidur menghadap langit selama satu jam, hingga akhirnya Jisoo menyerah dan membalikkan badan menghadap Taeyong. Mereka tertidur lelah, tanpa sadar dengan posisi saling berhadapan. Belasan menit kemudian, Jisoo mengigau terganggu dengan suara dengkuran Taeyong.
Ia membalik tubuh sembarik menarik paksa guling dan merangkulnya erat. Karena posisi Jisoo membelakangi, mau tak mau Taeyong ikut tertarik mendekat dengan tangan yang keborgol jatuh di atas tangan Jisoo.
Taeyong yang tidak menemukan guling, langsumg menarik tubuh menempel ke punggung Jisoo dan merengkuh gadis itu kepelukannya. Saking nyamannya, dia sampai ikut meletakkan dagu di bahu seolah Jisoo itu guling yang biasa dia peluk.
Pukul dua pagi Taeyong merengek mau kencing. Ia mengoyang tubuh Jisoo yang langsung disahut deheman singkat. Setengah sadar mereka berdua kompak beranjak dari kasur, pindah ke toilet. Jisoo menguap lebar, mata setengah terbuka. Selagi menunggu Taeyong buang hajat kecil, Jisoo menutup hidung sambil balik badan.
Urusan hajatnya selesai, mereka pun kembali ke kamar. Entah mereka saking ngantuk dan lelah, Taeyong jalan pun sambil menyenderkan kepala di punggung Jisoo. Tak ada protes ataupun mengamuk, semua berjalan secara alami.
Apalagi saat kembali ke ranjang. Tidak ada guling sebagai pembatas, Taeyong langsung menarik Jisoo ke pelukannya dan Jisoo seolah merasa nyaman ikut mendekap Taeyong sembari menyadarkan kepala ke dada bidang sang suami.
Hm, pasangan suami istri akur malam ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top