07 | Scene Seven
Segala usaha telah mereka lakukan guna terbebaskan dari borgol sialan yang memaksa mereka bersatu. Jisoo menyerah, Taeyong pantang menyerah. Dia tetap bersusah payah menghempaskan rantai borgol, sementara Jisoo duduk pasrah sudah tak ada minat lagi untuk mengurusi borgol tersebut.
“Gue lapar, nih!” ujarnya sambil melirik Taeyong lalu mendengus saat melihat ekspresi cuek laki-laki tersebut.
Coba tangan mereka kepisah, mungkin Jisoo sudah berlari ke cafe sebrang sana.
“Yong!”
“Gue lagi mikir ngelepas benda terkutuk ini.”
“Halah, pasrah aja kenapa, sih. Lagian tuh, mau lo guna-guna juga gak bakal lepas.”
Laki-laki itu berdiri, berkacak pinggang, sambil menatap galak gadis yang duduk sedang terduduk pasrah.
“Okay, kalo itu mau lo,” katanya, dibalas oleh anggukan kepala Jisoo. “Kalau ada apa-apa, nggak usah nyalahin gue!”
“Kalau ada, kalau nggak ada, yasudah.”
Taeyong kembali menatap sendu borgol yang memaksa mereka selalu menempel. Gara-gara orang itu, mereka terjebak dengan tangan saling terbogol. Taeyong menyesali perbuatannya kala itu.
...
Setelah beruding disalah satu cafe tepi jalan, akhirnya mereka balik Villa. Lagi-lagi kegiatan mereka tergagalkan karena borgol sialan dari wanita asing dijalan siang tadi. Mereka terjebak di Villa sepanjang sore.
Sudah pukul enam sore, biasanya jam segini Jisoo sudah selesai mandi, lalu rebahan di kasur. Namun karena borgol sialan ini, dia menahan keinginannya untuk mandi. Bagaimana mau mandi kalau dia tidak bisa lepas dari Taeyong?
Mereka saling dudik termenung meratapi nasib tiga hari kedepannya. “Aw, sakit Bego!” rutuknya mendelik kesal. “Kalau berdiri ngomong, dong!”
“Cepetan dah, lo berdiri.«
Dia berdiri, menurut. “Mau ke mana?”
“Mandi.”
“Mandi, ya?” gumamnya berpikir lama, detik kemudian menjerit, “nggak!!!!” Dia segera duduk menahan Taeyong supaya tidak mengajaknya mandi.
Taeyong pun tak mau kalah. “Gue gerah mau mandi.”
“Mandinya libur!”
“Nggak ada namanya mandi libur!”
“Ada, barusan gue bilang.”
Taeyong berdecak mencoba bersabar. “Gue, gerah Jisoo, dan mau mandi!”
Sementara Jisoo tetap pada pendiriannya; mandi libur. Karena Taeyong tetap memaksa supaya dia mandi, pada akhirnya Jisoo menarik paksa tangannya dan hampir saja membuat Taeyong jatuh menimpanya, untung laki-laki itu dengan sigap mencengkram sisi pundak sofa.
Jisoo terkesiap tatkala Taeyong ada di depannya, hanya beberapa senti saja. Dia mendelik galak merespon reaksi tak sengaja Taeyong. “Nggak usah cari kesempatan dalam kesempitan!” marahnya.
“In your dream!” balasnya tak tertarik padanya. “Buruan berdiri, gue mau mandi!”
“Sinting lo, ya?” ujarnya. “Tangan kita keborgol. Lo sengaja mau telanjang di depan gue?”
Sebelumnya dia tidak memikirkan itu, namun setelah Jisoo menjelaskan hal itu kepada Taeyong, tiba-tiba sebuah ide kejahilan melintas di pikirannya. “Lo, kan, istri gue, gue suami lo. Lalu masalahnya?”
Rasanya Jisoo mau menabok ekspresi mesum Taeyong sekarang. “Nggak usah mimpi! Gue menolak telanjang depan lo.”
“Lantas, lo mau puas mandi selama tiga hari gitu?” ledeknya meremehkan istrinya. “Nggak usag deket-deket gue selama tiga hari kalo gitu.”
“Gimana caranya?”
“Tangan lo gue potong!”
“Nggak lucu, Yong.”
Taeyong mendengus sebal. Mereka selalu mendebatkan sesuatu tanpa ada akhirnya. Kali ini dia menyerah, kembali duduk dan termenung memandang kosong layar tv bersama gadis yang menolak untuk mandi.
“Jis, lo sadar gak, sih? Selama tiga hari ini kita harus lengket,” ucapnya mencurahkan kegelisahannya.
Jisoo mengangguk mengerti kegelisahan Taeyong. “Tapi nggak harus mandi juga, Yong.”
“Tidur pun kita harus berdua.”
Ia hanya diam merenungkan hal itu.
“Sorry, malam ini kita harus tidur bareng,” ujarnya.
Jisoo membuang napas frustasi. Rasanya dia mau pulang lalu mengadu ke orangtuanya.
“Gue ada ide,” celetuk Taeyong tiba-tiba.
“Apa?”
“Ikut gue.”
“Ke mana?”
“Ikut aja dulu.”
Mereka sepakat beranjak dari sofa. Sambil berjalan, Jisoo menatap punggung tegap Taeyong yang selama ini tidak pernah ia perhatikan. Pundaknya lebar tetapi kecil, mengingat Taeyong bukanlah lelaki bertubuh kokoh dan punya otot. Namun, Jisoo segera membuang pikiran tentang rupa punggung di balik kaus Taeyong. Bisa-bisanya dia terpikirkan hal itu sekarang.
Taeyong mengajaknya ke kamar mandi. Sebelum Taeyong menjelaskan idenya, dia lebih dulu mencari sesuatu di rak, berhasil menemukannu lantas dipamerkan kepada Jisoo.
“Benda ini aman.”
“Apanya yang aman?” tanyanya penasaran sekaligus bingung.
Tanpa izin, ia langsung memasangkan benda mengikat benda itu ke kepala Jisoo dan memasangnya sebagai penutup mata lantas memastikan kedua mata Jisoo tertutup dan dia tidak melihat apa pun.
“Gak kelihatan, ‘kan?” tanyanya sambil mengibaskan tangan bebasnya ke depan mata Jisoo.
“Gunanya apa?”
“Nggak usah dilepas!” tegurnya ketika Jisoo hendak melepas kain penutup mata. “Gue mau mandi. Selama gue mandi, lo nggak boleh lepas penutup matanya,” katanya.
“Hah?”
“Nanti gantian,” jelasnya lagi, “habis gue mandi lo juga harus mandi. Gue nggak suka deket-deket orang jorok.”
Jisoo mau protes, namun tak jadi ketika dia merasa Taeyong telah melepas pakaiannya. Hanya dengan gerakan tangannya saja dia bisa tahu hal itu.
“Pegangin pakaian gue,” pintanya menyerahkan kaus itu. “Kaunya nggak bisa dilepas jadi pegangin.”
Berhubung tangan mereka terbogol satu, untuk sementara pakaian yang mereka pakai tidak bisa lepas. Jisoo menurut tanpa protes. Bisa dibilang ide Taeyong dapat diandalkan. Begitu indra pendengarnya mendengar suara percikan air, Jisoo berbalik badan dan mencoba memikirkan hal lain supaya pikirannya tidak membayangkan hal-hal senonoh.
“Airnya jangan sampai kena gue!” protesnya kemudian.
Taeyong berdehem kecil lalu melanjutkan konser kamar mandinya.Jisoo baru tahu kalau Taeyong ternyata suka mengadakan konser di kamar mandi.
Setelah beberapa menit menunggu, penantiannya pun selesai. Taeyong telah memberinya instruksi dan saat dia membuka penutup mata yang dilihat Taeyong sudah tampak segar.
“Giliran lo mandi.”
Dia terdiam merenung, melihat sekeliling dengan ragu.
“Gue nggak akan ngintip,” ucapnya berjanji. “Tapi kalo khilaf gak tahu, deh. Eits, santai dong, lo istri gue khilaf jadi gak akan dosa.”
“Giliran gini aja lo anggap gue istri!” desisnya sebal.
Taeyong meringis. “Buruan mandi keburu malam, nggak baik mandi malam-malam.”
“Mata lo tutup.”
“Iya.”
Baru hendak menutul mata, Jisoo merebut kain, dan memasangkan sendiri. Setelah memastikan dia tidak melihat apa-apa, ia menyuruhnya balik badan sementara Taeyong menurut.
Dengan ragu-ragu Jisoo melepaskan pakaian dan menanggalkan di tangan kiri sebelum meminta Taeyong memeganginya.
“BH lo—”
PLAK
Sebuah tamparan melesat di kepalanya. Membuatnya mengaduh dan protes namun langsung dibalas dengan rentetan kalimat protes Jisoo.
“Ck! Nenek Lampir.”
Jisoo mengabaikannya. Ia buru-buru mandi, sementara Taeyong sedang berusaha mengalihkan pikirannya dari hal tak senonoh.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top