Chapter 9 : Priest Pengacau

[ Iksan POV ]

Reruntuhan kuno terpajang rapi di depanku. Tanpa hewan ataupun makhluk hidup, hanya binatang kecil saja. Di reruntuhan itu terdapat pintu yang dipenuhi lumut dibagian depannya, tangga yang masih kokoh dan aliran air yang berasal dari sungai yang terletak di sisi selatan sudut pandangku.

Dua sosok lelaki berhenti di depan pintu berlumut itu, terlihat dibelakang mereka ada beberapa orang yang mengenakan koas hitam berlogo kepala tengkorak putih di bahu kiri mereka.

Oh ya! Dua pria itu adalah aku dan teman masa kecilku, Nazna.

"Apa kita perlu minta izin terlebih dulu, Iks?" tanya Nazna yang ada disamping kananku.

"Kau pikir mereka mengizinkannya..." jawabku dengan mata terfokus ke pintu, lebih tepatnya di balik pintu.

"Kau ada benarnya juga..." lirih Nazna.

Aku hanya membuang angin dari hidungku dan mendekat ke pintu seraya mengangkat tangan kananku ke depan. "Kau siap?" tanyaku.

"Tentu saja..." jawab Nazna sembari tersenyum.

Pada waktu bersamaan percikan petir terpicta ditangan kananku, percikan itu berubah menjadi jeritan petir.

Daaar...

Pintu yang ada di depanku terpental masuk ke dalam bangunan dan menghantam sesuatu yang keras.

Suara langkah kaki terdengar di depan kami, lebih tepatnya di atas kami. Ternyata bangunan ini memiliki dua tingkat lantai. Mendengar suara langkah kaki dan suara seseorang berteriak mendekat aku langsung menarik keluar pisau hitamku keluar tapi aku urungkan setelah melihat Nazna terlebih dulu mengeluarkan claymore miliknya.

Aura hijau keluar dari claymore Nazna. Aku melangkahkan kakiku mundur ke belakang, tidak berani melihat apa yang akan dilakukan oleh Nazna.

Nazna tersenyum senang. Dia mengangkat claymore-nya tinggi melebihi kepalanya. Aura hijau semakin banyak keluar dari claymore itu dan membentuk tekanan aura yang kuat di depanku.

Destroyer

Drrrr.. Blaaar..!

Cahaya hijau mendominasi pandanganku, setelah aku buka kembali dan mendapati pemandangan yang mengerikan.

"Nazna, kau benar - benar tidak tahu dengan 'menahan' diri ya?" tanyaku menatap tak percaya kepada Nazna.

"Heeh?? Padahal aku sudah menahan lo~~" jawab Nazna tanpa rasa bersalah.

"Terserah kau saja... Ayo kita periksa tempat ini!!" usulku seraya masuk terlebih dulu ke dalam.

Bagian dalam terlihat sudah hancur mungkin karena serangan sembrono Nazna barusan. Tidak ada pintu hanya ruang kosong saja dan... Tangga?

Di depanku ada dua tangga yang menuju ke dua tempat berbeda. Satu ke atas yang berada di kanan, dua ke bawah yang ada di kiri. Sebuah tangga yang memilki banyak lumut dan terlihat ada beberapa bagian yang hilang dan hancur.

"Aku akan ke bawah, kau naik ke atas, Naz.." usulku sembari berjalan ke samping kiriku.

Aku tidak mendengar balasan Nazna, sepertinya dia setuju dengan usulanku. Buktinya aku mendengar suara sepatu safety disamping kananku tengah naik ke atas.

Tepat sesuai dengan pakaian yang tengah aku kenakan yaitu hitam. Di depanku hanya ada hitam, tidak ada cahaya dan... Suara.

Aku berhenti karena sudah merasa di lantai dasar. Disini juga gelap tapi sangat gelap sampai - sampai indra penglihatanku tidak dapat digunakan disini. Aku angkat jari telunjuk kiriku dan membuat cahaya dari percikan petir kecil, kini aku diterangi dengan cahaya biru tua yang indah.

Baru empat langkah tiba - tiba ruangan diterangi cahaya yang berasal dari api, sekarang aku dapat melihat ruangan apa sekarang. Ini adalah ruang penyiksaan. Terdapat beberapa alat - alat yang digunakan untuk membedah dan memotong, disitu ada juga cambuk serta senjata lainnya.

Ditengah ruangan duduk seorang pria berambut putih yang mengenakan pakaian priest putih dan ungu, ditangan kanannya ada sebuah tongkat aneh dan disamping kirinya ada seorang gadis kecil berambut coklat yang mengenakan gaun biru muda.

"Aku senang bisa bertemu denganmu lagi, Tuan Priest. Tidak. White Si Pengacau..."

White tersenyum mendengar perkataan yang keluar dari mulutnya.

"Saya juga senang bisa bertemu dengan anda, Adik Dewa Kekacauan..." serunya sambil tersenyum keji.

"Jangan pernah kau bawa nama orang sialan itu dihadapanku..." ancamku sembari menunjuk White dan menatap tajam White.

"Oya, Oya. Maafkan saya karena telah membuat anda marah, Tuan Hacim~~" sahut White dengan nada mengejek.

Ini bukan waktunya untuk emosi. Memang benar, aku belum bisa mengendalikan emosi jika ada seseorang yang menyebut nama ataupun julukannya. Aku ambil pisau hitam dibelakang pinggangku dan bersiap untuk maju menyerang, White juga terlihat sudah bersiap bersama partner-nya.

Gadis kecil itu membuat tiga bola api kecil dan diterbangkannya ke arahku. Aku tebas satu - persatu bola api itu sampai hilang walaupun tanganku terasa panas tapi tidak sebanding dengan panas api milik ayah. White terlihat membaca suatu mantra, pada saat bersamaan muncul dua rantai api ungu disamping kiri dan kananku. Refleks aku melompat ke belakang tapi kedua rantai itu tiba - tiba berubah arah dan melilit kaki kiri dan pinggangku. White kembali membaca mantra, kali ini listrik ungu mengalir dari dalam tanah melalui rantainya dan berakhir ditempatku.

Bzzzz..

Listrik White berhasil membuat bagian tengah dan bawah sebelah kiriku tidak bisa bergerak dan menyisakan bagian atas sampai dada.

"Aku harus melakukan sesuatu.."

Aku gerakkan pisauku ke kanan lalu mengalirkan petir biruku ke sana dan mengayunkan pisauku diagonal ke bawah memotong rantai ungu yang melilit pinggangku. Lalu aku fokuskan petir biruku di mata kakiku, jeritan petir tercipta disana kemudian meledak membuat kaki kiriku kesemutan hemat. Tapi berkat itu rantai yang melilit kaki kiriku menghilang.

"Giliranku..."

Aku ciptakan pedang petir ditangan kiriku dan berlari ke tempat White.

"Karin, sekarang saatnya untukmu berubah..." seru White panik.

Gadis kecil yang ada disamping kiri White, dia mengeluarkan api diseluruh tubuhnya kemudian api itu membesar dan menghilangkan tubuh kecilnya. Tidak lama kemudian seekor bayi naga bersisik merah bersayap kuning dan bermanik ungu keluar dari kobaran api, walaupun masih bayi tapi namanya naga tetap saja 'besar'.

Bayi naga itu terbang ke arahku dengan sangat cepat, membuatku terpaksa tidak bisa berhenti. Aku pusatkan lebih energi petirku ke pedang petirku, pedang itu membesar dan menjerit hebat sementara bayi naga itu sudah berada didepanku dan bersiap untuk menembakkan bola api.

"Menyingkir dari JALANKU!!"

Aku hantamkan kuat pedang petirku ke sisi kanan wajahnya, bayi naga itu terlempar ke samping kananku sedangkan pedang listrikku hilang.

"Karin.." panik White.

"Lawanmu adalah AKU!" kataku sembari menekan kata 'Aku'.

Aku melakukan dash cepat ke depan White yang tidak dilindungi sedikitpun perlindung. Pisauku di aliri petir biru, tinggal menunggu waktu yang tepat saja untuk meledakkannya.

White mengangkat telapak kirinya ke depan dan keluarlah circle ungu dan percikan petir ungu.

Sargone

Dua ekor ular ungu yang diselimuti api dan petir ungu keluar dari circle itu, dan terbang ke arahku seraya membuka mulut mereka.

Aku buat mata pisau dari petir biruku diujung mata pisauku untuk memperpanjang matanya, lalu aku lempar cepat ke depan melewati kedua ular itu dan melesat cepat ke tempat White. Aku selimuti kedua tanganku dengan petir biruku, berhenti ditempat, memasang kuda - kedua bertahan dan membuat perisai menggunakan tangan dengan posisi 'X'.

Bzzzzz....

Jeritan petir terdengar setelah kedua mulut ular itu mengigit kedua tanganku.

Mereka bergetar hebat tanpa bisa berhenti. Aku ayunkan kedua tanganku ke dua sisi berbeda membuat pelindung 'X' hilang sementara kedua ekor ular itu terpental ke belakang dan mendarat tepat di depan si pemilik yang berlumuran darah di dada tengah dan mulutnya.

Pakaian priest White kini kotor dengan warna merah, matanya memburam dan mukanya menjadi pucat.

"Permainan selesai, Tuan Pengacau..." cetusku sambil merentangkan tangan kiriku ke depan.

Petir biru menjerit hebat di depanku dan membuat sebuah bola petir biru yang lumayan besar.

Thunderball

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top