Chapter 7 : Serangan Di Desa

[ Iksan POV ]

DUAR.....

Ledakkan yang cukup besar terjadi dibelakangku, ledakan itu sempat membuatku untuk menjauh tapi setelah menyadari kalau ledakan itu dekat dengan Rumah Nenek Nazna. Aku pun memutuskan untuk kembali.

Sesampainya disana aku melihat beberapa rumah terbakar oleh api, para warga berlarian menyelamatkan diri dan juga harta mereka. Tepat di depanku ada segerombolan pria bersetelan hitam tadi tengah mengerubungi seorang gadis berambut ungu kehitaman dengan pony tail, pakaian yang dia kenakan sangat 'terbuka' hampir membuatku mimisan darah. Dia hanya mengenakan pelindung dada sampai ke bagian bokong, syal orange yang sangat panjang terikat dilehernya, sarung tangan dan sandal kayu khas seorang ninja serta sebuah kodachi dibelakang pinggangnya.

Gadis itu menghindari setiap tebasan katana yang dilancarkan oleh orang - orang yang mengenakan setelan hitam lalu membalas serangan mereka. Sedangkan gadis kecil yang ikut bersama mereka bersembunyi dibelakang punggung penjaga wanita.

Kembali ke pertarungan.

Gadis ninja itu melemparkan kunai & shuriken ke orang - orang bersetelan hitam dan menjatuhkan mereka seketika. Aku berasumsi kalau kunai & shuriken itu memiliki racun yang dapat melumpuhkan seseorang. Sekarang hanya tersisa penjaga wanita sendirian sedangkan gadis kecil itu semakin ketakutan.

"J - Jangan mendekat a - atau---"

"----atau apa? Apa kau ingin membunuhku?" potong gadis ninja itu cepat.

Gadis itu melemparkan kunai & shuriken ke tempat penjaga wanita itu tapi berhasil ditangkis oleh penjaga wanita bersetelan hitam.

"Ugh.." pekik penjaga wanita itu sambil memegangi luka sayatan dibahu kirinya.

"N - Nona Muda, anda harus lari biar saya yan---"

Zlap....

Kalimat penjaga wanita itu terhenti setelah gadis ninja menusukkan kodachi ke perut wanita penjaga, membuat darah sang wanita mengotori kimono merah gadis kecil.

"N - Nona Muda..."

Penjaga wanita itu terkapar bersimbah darah disamping kiri gadis ninja, gadis kecil yang melihat itu tersungkur ke belakang sambil menangis. Gadis ninja itu menatap dingin gadis kecil dan bersiap membunuh gadis kecil.

"Apa aku perlu terlibat? Sial!" makiku dalam hati.

Aku angkat tangan kananku ke depan dan mengeluarkan sambaran petir biru yang mengarah ke belakang punggung gadis ninja itu. Sepertinya insting ninjanya berfungsi dengan sangat bagus, buktinya dia berhasil menghindari sambaran petirku dengan cara melompat backflip ke belakang. Gadis ninja itu mendarat selamat di atas tanah lalu memutar kepalanya ke belakang dan menatapku tajam.

"Siapa kau?" tanyanya dingin.

"A - Aku hanya orang yang kebetulan lewat saja..." jawabku sembari tersenyum palsu.

"Haaah... Biarlah, kau akan mati juga..."

"Heh?"

Gadis ninja itu bergerak dengan sangat cepat mungkin setara dengan Rinka Bless itu. Aku melompat kecil kebelakang dan... Wusshh! Kodachi itu hanya lewat di depanku. Aku memutar tubuhku ke kiri dan melancarkan tendangan berputar kaki kiri, gadis ninja itu berhasil menahan tendanganku tapi dia terlihat terkejut.

"Siapa kau sebenarnya?" tanyanya lagi, kali ini dengan tatapan penasaran.

"Jawabannya ada disitu.." jawabku sambil menunjuk kaki kiriku yang ditahan olehnya.

Crt...

Percikan petir biru terlihat disana. Sepertinya dia mengerti apa maksudku tapi sudah terlambat.

Percikan petir biruku semakin membesar dan... Boom! Mementalkan gadis ninja itu ke samping kiriku. Aku turunkan kaki kiriku, aku mendekat ke gadis itu dan dengan cepat aku pukul perutnya sampai jatuh berlutut di depanku.

"Istirahatlah, kau tidak sanggup lagi.." kataku sambil tersenyum padanya.

"A - Aku memiliki m - misi, a - aku t - tidak akan menyerah a - ataupun istirahat.." sahutnya sembari mencoba bangkit kembali.

Aku hanya bisa menghela nafasku lalu berjongkok di depannya. "Tidak. Kau perlu istirahat..." kataku sambil menyentuh bahu kanannya, seketika itu juga dia tersetrum dan terkulai lemas.

"Tubuhnya mantap juga, heheh.."

Aku lirik gadis kecil yang menangis tadi, dia terlihat sudah berhenti menangis tapi terlihat ketakutan.

"Apa kau baik - baik saja?" tanyaku ramah, dia menjawabku dengan anggukan halus. "Oh ya, namamu siapa?" tanyaku seraya tersenyum lebar.

Gadis itu ingin memberitahukan namanya padaku sampai seseorang yang mendahuluinya.

"Akise Miko, anak dari Akise Honda. Pemimpin dari daerah Toshiki, Yamato..." kata seseorang yang memotongnya.

Aku alihkan pandanganku ke samping kiri dan mendapati seorang lelaki berambut putih yang mengenakan pakaian seorang priest tapi dia tidak terlihat seperti priest. Pasalnya tidak ada seorang priest yang memelihara makhluk aneh di pundak kirinya. Dipundak kirinya ada sebuah boneka perempuan berambut coklat panjang. Lelaki itu juga membawa tongkat hitam yang aneh, baru pertama kali ini aku melihatnya.

"K - Ketua White..." seru gadis ninja dengan suara kecil.

"Kau gagal Sonia, kau tak dibutuhkan lagi. Apa yang akan dilakukan Master kalau melihat keadaanmu saat ini, mungkin dia akan kecewa. Heheheh.." kata lekaki bernama White itu.

"T - Tapi Ketua White, a - aku masih bisa..." sahut Sonia memaksakan tubuhnya untuk bangun.

"Apa kau tidak mendengar perkataanku barusan? Kau tidak di b - u - t - u - h - k - a - n lagi!!" kata White menatap tajam Sonia.

"T - Tidak, a - aku mohon Ketua White. Beri aku satu kesempatan lagi, aku mohon..." pinta Sonia yang terlihat pasrah.

"Kalau begitu tusuk dada kirimu.."

"Heh?"

"Kalau kau bisa selamat selama satu menit, maka aku akan memberimu satu kesempatan lagi. Bagaimana?" tawar White dengan senyuman lebarnya.

"I - Itu tidak mungkin, aku tidak mungkin bisa..." bantah Sonia.

"Kalau begitu kau diam saja disana, sama seperti dulu..." balas White sambil menunjuk Sonia dan tersenyum lebar.

"I - Ini bohong, bukan. S - Semua dosa yang aku buat untuk Master b - berakhir seperti ini..." kata Sonia pasrah.

Sedangkan White. "HAHAHAHHAAH... Dasar gadis bodoh yang tidak BERGUNA!!" hina White sembari tersenyum keras.

Tpuk... Tpuk...

"Yos, Yos. Hentikan drama kalian, kalian berdua membuat kepalaku pusing..." kataku sambil menepuk kedua telapak tangan.

"Siapa kau?" tanya White menatapku marah.

"Aku hanyalah seorang bocah yang tinggal di desa ini, dan kau telah menghancurkannya..." kataku membalas tatapannya.

Aku ambil kodachi Sonia yang ada dibawah kakiku lalu aku berdiri berhadapan dengan White.

"Kau akan menerima balasannya..." lanjutku membuat White.

"HAHAHAHAHAHHA... Bocah polos sepertimu mau melawanku? JANGAN BERCANDA!?!" tawa White keras dengan mengakhiri hinaannya dengan mengeluarkan tekanan aura yang bisa terbilang 'besar' itu.

"Orang aneh yang selalu tertawa aneh, tidak pantas mendapat sebutan sebagai ketua. Kenapa tidak sekalian saja kau ubah namamu menjadi 'Tuan Aneh', Ketua Aneh," ejekku dan berhasil... Membuat tekanan aura White membesar.

"Kau akan aku bunuh sampai tidak tersisa. AKAN AKU BUNUH KAU!" teriaknya.

Aura ungu tua keluar dari tongkatnya membuat bola api ungu raksasa, sebesar rumah... Mungkin.

Aku mencodongkan tubuhku ke depan membentuk posisi siap berlari, yaitu start jongkok. Aku fokuskan auraku di dua telapak kakiku dalam skala sedang, terlihat White sudah selesai dengan bola apinya.

"MATILAH DIDALAM KESAKITAN!!" teriak White keras sambil melemparkan bola apinya ke arahku.

Bersamaan dengan itu aku berlari ke depan berlawanan dengan bola api White. Aku menghentikan lariku tiba - tiba membuat sepatuku menggesek tanah kuat. Aku tarik kuat ke atas kodachi ditangan kananku vertikal ke atas lurus, petir biru menyambar keluar dari sana secara perlahan kemudian menjadi cepat.

Blue Thunder : Thunder Slash

Batsss....

Tebasan petirku membelah bola api raksasa White dan kini tebasanku mengarah padanya.

Aku dapat melihat White membaca suatu mantra sebelum ia terkena.

Bzzzz.. BOOOM!

White terkena tebasan petirku dan meledak, menyisakan tongkat dan bonekanya saja sedangkan tubuhnya menghilang.

Angin bertiup kencang menghilangkan tongkat dan boneka White. Keadaan menjadi sepi dan tenang, hanya tertinggal... Mereka berdua.

Aku memutar badanku ke belakang dan melirik Miko dan Sonia.

"Enaknya di apa-in ya?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top