Chapter 44 : Akhir Dari Hellsing

[ Hellsing POV ]

Gelap.

Kenapa badanku terasa sakit semua?

Kenapa aku tidak dapat mendengarkan apapun?

Saat aku buka mataku aku telah terbaring di atas tanah dengan menghadap ke langit. Aku kalah?

"H - Hahaha..." tanpa sadar aku tertawa.

Kenapa aku bisa menjadi seperti ini ya? Kalau diingat - ingat lagi ini semua salah diriku karena telah membuka buku sihir tua itu. Ya, pasti itu.

.T.H.U.N.D.E.R.

[ Past POV ]

Hellsing muda saat itu tengah berkeliling di lorong gedung, setelah melakukan latihan yang biasa ia lakukan. Hellsing muda masuk ke sebuah gudang tua, gudang itu tak terurus, banyak debu dan hewan kecil yang merepotkan.

Mata Hellsing muda menangkap sebuah buku coklat bergambar tengkorak di covernya itu.

"Mendekatlah...!" buku itu bersuara.

Tapi Hellsing muda lebih memilih pergi.

"Aku bilang MENDEKAT!!"

Dari dalam buku muncul jarum - jarum hitam yang menusuk badannya, Hellsing memuntahkan banyak darah dan ia menghadap ke dalam buku. Di dalam buku Hellsing bertemu dengan sesosok tengkorak yang sangat menyeramkan.

"S - Siapa kau?!" tanya Hellsing takut.

Hellsing menggunakan kekuatan alamnya tapi pergerakannya dikunci secara paksa.

"Sungguh kekuatan yang hebat, tidak salah jika aku memilihmu, Pengendali Darah..." kata tengkorak itu. "Berbanggalah. Mulai saat ini kau akan menjadi salah satu dari Raja Dunia!"

"L - Lepaskan. Aku tidak mau jadi Raja..." berontak Hellsing.

"Sungguh sangat disayangkan, padahal aku mempunyai harapan besar terhadap dirimu..." kecewa tengkorak itu.

"Lepaskan aku---!!"

Jarum hitam menembus dada kiri Hellsing disaat bersamaan.

"Aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja dan memberitahukan keberadaanku. Sebagai gantinya, pinjamkan tubuh itu kepadaku, Gehahaha..."

.T.H.U.N.D.E.R.

[ Author POV ]

Setelah kejadian itu tingkah Hellsing menjadi aneh, membunuh teman sekelasnya bahkan guru, mencuri dan paling parah adalah membunuh gubernur Kota Band.

"Haaah.. Aku bisa damai sekarang..." ucap Hellsing lega.

"........."











"Kau masih hidup, bocah...!"

"A - Apa??!" pekik Hellsing.

Disamping kiri badannya mulai bermunculan aura hitam yang ingin menelan dirinya. Hellsing memutar badannya ke kanan, menyeret tubuhnya menjauh dari benda hitam itu tapi percuma. Jarum - jarum hitam mulai menancap di kaki kanannya.

"Aku tidak mau lagi. Aku tidak mau membunuh lagi!!" tangis Hellsing.

Benda hitam itu terbang ke atas Hellsing lalu berubah menjadi pasak hitam yang menusuk sekujur tubuhnya. Sosok tengkorak hitam terlihat di atas punggung Hellsing.

"Gehaaha... Kita belum selesai, bocah. Masih ada itu!"

Bola mata Hellsing melebar saat melihat Breaker berada dihadapannya. Tangan kanan terangkat ke atas, aura hitam keluar dari telapak tangannya.

"H - Hentikan!!" jerit Hellsing.

"Sudah berakhir, bocah..."

Aura hitam itu menghantam Breaker dan benda itu mulai bekerja.

"T - Tidak mungkin..." kata Hellsing pasrah. Airmata jatuh dari kelopaknya.

"Gehaha... Bergembiralah, bocah. Dengan ini tujuan kita akan tercapai. Raja Kekacauan akan membuat kekacauan di Ibukota, gehahaha," tawa kejam tengkorak hitam itu.

Sekujur badan Hellsing lemah tak bertenaga lagi. Lagi - lagi ini salahnya.

"Aku ini memang seorang penjahat..." batinnya pasrah.







"HELLSING!!!"

"......?!"

".....?!"

Hellsing dan tengkorak hitam itu menatap ke arah yang sama, yaitu atas. Dimana ada Iksan yang melayang di langit - langit bersama awan dan matahari.

"Sialan kau, Hellsing..!" maki Iksan. Bukannya sakit, Hellsing malah senang.

Dengan kekuatan yang ada, Hellsing memutar badannya seperti sediakala dan tangan kanannya terangkat ke atas.

"A - Apa yang kau lakukan, bocah?!" tanya tengkorak hitam itu panik.

"Kau masih bertanya? Tentu saja menyelesaikan tugas 'kita'..." balas Hellsing.

Dari telapak kanan Hellsing keluar gumpalan darah dan terciptalah payung yang sangat besar.

"Kau harus menyerang, bukannya bertahan...!" teriak tengkorak itu histeris.

Maximum Moves All Thunder

Seruan Iksan yang berada di atas langit sampai ke tempat Hellsing, membuat tengkorak hitam semakin panik. Kedua tangan Iksan yang terhisap ke belakang menciptakan bayangan bekas, dua lingkaran biru dan dua ledakan petir biru dibelakang punggungnya.

Double Rocket

Bash!!

Kedua tinju Iksan melewati cepat lingkaran biru di depannya, dua pedang petir jatuh sangat cepat ke bawah lalu bergabung satu menjadi meteor biru.

"Bocah sialan!!" pekik tengkorak hitam.

Hellsing mengulas senyuman. "Terimakasih, Iksan...!"

"........"

"......."

"......."






BLAAAR!!

Menara petir setinggi 5 meter tercipta di tempat Hellsing kemudian meledak, meratakan hutan sekitar. Kecuali....

.T.H.U.N.D.E.R.

[Iksan POV ]

"Sial. Kenapa benda itu sangat keras?!" makiku hilang kendali.

Ledakan petir itu sangat besar tapi kenapa benda bernama Breaker itu hanya tergores.

Aku mendarat selamat di atas tanah, dimana Hellsing tadi berada.

Kiiiiinggg!!

Suara bising keluar dari selongsong raksasa itu, sebuah bola hitam yang sangat besar muncul di depan moncong meriam.

"Sial..."

"Iki..!" panggil Yuliana yang baru datang. "Hell kalah. Tapi kenapa meriam itu masih menyala??" lanjutnya bertanya.

Dari ekspresinya Yuliana terlihat cemas, mungkin dia mencemaskan Kakak Sialan.

"Aku tidak tahu..." jawabku ketus.

Aku ingat jika Hellsing menembakan sesuatu saat aku terbang tadi. Apa dia baru saja menyalakan meriamnya?

Sial. Sudah mati tetap saja buat repot!

"Iki..." panggil Yuliana cemas.

"Berisik! Biarkan aku berpikir!!" bentakku berhasil membuat Yuliana diam.

"Aku harus menghancurkan benda ini menggunakan kekuatan penuh. Apa aku bisa??"

Tanpa sadar Yuliana telah memanggilku beberapa kali, pada panggilan-- teriakan terakhir... Aku tersadar.

"Tidak ada waktu untuk berpikir ya?!"

"Apa boleh buat..."

JDAR! Bzzzzzsss!!!

Petir tiba - tiba menyambarku dari atas langit, menyelimuti badanku dengan jeritan petir.

Infineted Two

BZZZZZZZTTT!!!

Jeritan petir biru meledak - ledak di badanku, rasanya sakit seperti tersetrum listrik. Ini pertama kalinya aku tersetrum, karena kemampuanku aku tidak dapat tersetrum listrik tapi beda kasusnya jika aku memaksakan diriku.

Hanya butuh satu serangan. Aku harus bisa menahan rasa sakit ini.

"AKU SIAP!!"

"........."

"........."









Aku terpaku saat melihat garis hitam yang diselimuti warna emas itu.

Gawat.

Dengan sekuat tenaga, aku berlari membawa Yuliana bersamaku, diwaktu bersamaan terdengar suara gaduh, bising dan suara yang dapat memekikkan gendang telinga.

DHUARR!!!!

Ledakan dahsyat dan gelombang kejut menghantam kami berdua. Aku dan Yuliana terpental masuk ke dalam semak-semak. Efek dari gelombang kejut itu masih ada, aku juga takut keluar jika terkena api ledakkan nantinya.

"Gelombang kejutnya sangat kuat. Apa masih lama?"

.T.H.U.N.D.E.R.

[ Author POV ]

Petir hitam menari-nari mengelilingi Breaker, menghancurkan meriam sedikit demi sedikit dan sebagai sentuhan terakhir.

Dark Thunder : Spear Down

Jdar!!!

Petir hitam berbentuk tombak jatuh dari atas langit dan menghancurkan Breaker tanpa sisa, serta menciptakan kawan raksasa disana.

Di seberang lautan...

Petir hitam berhenti menjerit ditangan kanan Ardian, air keringat jatuh dari pelipisnya dan ia menghela nafas lega.

"Huh~selesai juga~" helanya menyeka keringat.

Semua orang yang ada dibelakang Ardian terdiam menyaksikan pertunjukan yang terbilang langka itu.

"Kita selamat?" tanya salah seorang.

".........."











""KITA SELAMAT!!!"" sorak mereka semua berkumandang.

Para petugas dan penduduk bersorak riang sambil menangis, mereka melempar-lempar barang mereka, bahkan ada anak kecil disana.

Ardian hanya bisa tersenyum melihat suka cita penduduk Ibukota. Ardian berdiri di atas pagar batu pelabuhan yang mana ada sela kotak selebar 1 meter disetiap sisi itu.

"Kerja bagus..." puji wanita bersurai ungu tua kemerahan yang menunggu dibawah.

"Hahaha... Sudah lama aku tidak melakukan pekerjaan seperti tadi. Rasanya cukup menyenangkan," tawa Ardian menyahut.

Ardian melompat turun, baru turun Ardian telah mendapatkan kecupan di bibirnya oleh wanita tadi.

"Jadi Ardian, kapan aku bisa bertemu Iksan Kecil?" tanyanya dengan tatapan menggoda.

Ardian tersenyum masam. "Kau ini..!?"

Ardian membalas kecupan wanita itu dengan ciuman di kening, lalu Ardian mengusap pelan kepalanya.

"Tunggulah sebentar lagi..."

"Baiklah, aku akan menunggu..!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top