Chapter 32 : Skeleton Bergerak
[ Author POV ]
Hellsing berdiri diluar jendela sebuah gereja yang lumayan besar. Hembusan angin menyeret rambut hitam panjangnya, seringaian mengerikan terlukis di bibir pucatnya. Tidak lama kemudian, Cicie datang dalam keadaan bersujud.
"Master, Komandan Ardian telah.kembali ke Capital One..." lapornya.
"Siapkan Breaker, kita akan segera pergi..." perintah Hellsing.
"Baik Master..." Cicie menghilang setelah itu.
"Ghe. Hehehehe... HAHAHA!!" Hellsing tertawa lepas. "Akhirnya aku dapat menghancurkan Capital One bersama Para Sampahnya..." kata Hellsing senang.
.T.H.U.N.D.E.R.
Iksan menghempaskan badannya di atas ranjang pinjamannya sementara Yuliana duduk disamping.
"Ada apa?" tanya Yuliana.
"Haruskah kau bertanya..." balas Iksan kasar.
"Aku tidak tahu, makanya aku bertanya..."
Iksan mendengus dengan ekspresi kesal. "Kakak Sialan itu pergi sebelum urusan denganku selesai..." ceritanya.
Yuliana menghela nafas pasrah. "Tuan Ardian itu sibuk, Iki. Seharusnya kau lebih tahu daripada aku..." ceramah Yuliana.
"Aku tahu kok..."
"Lalu kenapa kau bersikap seperti anak-anak yang mencari perhatian?"
"........"
Iksan terdiam akan kata-kata dari Yuliana.
"Aku akan membuatkanmu teh..." cetus Yuliana sebelum pergi.
Trep!
Pintu kamar tertutup, meninggalkan Iksan yang tengah merenung.
"Aku... Seperti anak-anak?"
.T.H.U.N.D.E.R.
Kapal yang membawa Ardian berlayar tenang ke arah barat dari Neo. Berpindah ke dalam kapal berlogo Capital One itu, di ruangan pribadi Ardian di dalam kapal, terlihat ia sedang membaca laporan salah satu bawahannya yang bertugas memeriksa keadaaan Neo.
Ardian menatap serius isi laporan itu.
"Meriam misterius yang bernama Breaker...!" gumamnya membaca hal yang menarik.
"Komandan..." pada saat bersamaan seorang pria bersetelan putih bergaris merah memasuki ruang pribadi Aridan.
"Ada apa?" tanya Ardian.
"3 jam lagi kita sampai di Capital One..."
.T.H.U.N.D.E.R.
[ Iksan POV ]
Aku turun ke lantai dasar, tepatnya ke aula tamu yang sedari tadi terdengar berisik. Gara-gara itu aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, dan juga Yuliana sangat lama membawa tehnya.
"Hei Iksan..." panggil seseorang yang suaranya aku kenal.
"Leon?"
"Kau sudah mendengarnya?"
"Mendengar apa?" tanyaku bingung.
"Skeleton menyerang semua kawasan Neo..."
"Hah? A - Apa maksudnya dengan 'semua' itu??!" pekikku tambah bingung.
"Aku juga tidak tahu pasti. Ayo kita ke ruang Tuan Ram!"
Leon mengajakku ke ruang Ram, aku tidak jadi ke aula karena sudah tahu apa yang mereka ributkan. Sesampainya di ruang Ram...
"Ram, sebenarnya apa yang terjadi?"
Kami berdua berhenti di depan ruang Ram setelah suara Nazna terdengar sampai ke luar.
"Tenangkan dirimu, Nazna. Beri Tuan Ram waktu..." kali ini suara Rinka yang mencoba menenangkan Nazna.
Aku dapat mendengar suara Nazna mendengus nyaring. Beruntung pintu ruangan Ram terbuka.
"Hellsing bergerak. Dia... Mereka menyerang semua kota ataupun desa yang berada di barat!" beritahu Ram.
"Tapi untuk apa mereka membunuh orang-orang yang tak berdosa, hah?!" tanya Nazna emosi.
Mungkin sekarang Ram menggeleng tidak tahu, itulah yang membuat Nazna memukul tembok ruangan.
"Aku akan pergi. Dengan pasukanmu atau tidak..." kata Nazna.
Nazna keluar dari ruangan Ram. Beruntung Nazna tidak berbelok maupun menoleh ke arah kami.
"Nazna!!" panggil Rinka.
"Hentikan Rinka. Kita tidak bisa menghentikan Nazna sekarang..." ucap Nazna.
"Tapi jika dibiarkan sama saja dia bunuh diri. Nazna bodoh!" marah Rinka.
"Rinka, kejar dia, lindungi Nazna. Aku ingin kau membantunya..." ucap Ram baru saja memohon.
"Apa yang harus kita lakukan?" bisik Leon bertanya.
"Apa yang kita lakukan?" tanyaku mengulang.
"Kau ketua tim kita'kan. Maka putuskan sesuatu..." jawab Leon.
"Membantu Nazna dan Ram melawan... Skeleton?"
Lalu ingatan tentang Sonia...
"Berhentilah berpikir... Bodoh!"
Aura dingin dapat aku rasakan dibelakang punggungku. Aku menoleh ke belakang, mendapati wajah pucat Leon dan wajah mengerikan punya Yuliana.
Dia begitu mengerikan dengan aura ungu yang keluar dari badan rampingnya.
"A - Aku tidak tahu a - apa yang kau bicarakan..." kataku... Takut?
"Kau baru saja ingin membalaskan dendam kepada Hellsing, bukan?"
"......." aku seketika mati kata.
"Iki... Sonia tidak akan senang jika kau melakukan hal itu!"
"... Aku tahu!"
Aku kena ceramah lagi.
Memang benar tadi aku berpikir untuk balas dendam, tapi jika aku memikirkannya lebih jelas lagi. Seperti yang Yuliana katakan, Sonia pasti tidak senang.
Ditambah aku memang takut dengan Yuliana.
"Kau tidak ingin balas dendam lagi'kan?" tanyanya memastikan.
"Tentu tidak. Tapi..."
Leon dan Yuliana memunculkan tanda 'tanya'. Mereka tersenyum mendengar kalimatku yang selanjutnya.
"Ayo... Aku ingin membantu mereka!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top