Chapter 28 : Tangisan

[Author POV]

Iksan terdiam meratapi kepergian seseorang yang sangat di kenal olehnya. Hellsing mengedarkan kepalanya ke tempat Iksan.

"Opps~~" kekehnya.

"Apa... APA YANG TELAH KAU LAKUKAN??!"

Iksan menerjang ke depan Hellsing, saat yang sama aura merah dari Zeon melindungi Hellsing. Iksan menggigit bibirnya sendiri.

"Menyingkir dari hadapanku!"

Blazing Thunder Impact

Dhuar....

Petir biru Iksan menghantam dan melenyapkan aura merah Zeon yang melindungi Hellsing, setelah Iksan memukulkan tangan kanannya ke depan.

"Ugh?!!" pekik Iksan menyadari bila dia masuk ke dalam perangkap.

Hellsing mengangkat satu pistol di tangan kanan. "Kena kau..."  bisiknya.

Daart!

Suara letupan keras terdengar di tengah - tengah mereka berdua. Iksan terpukul mundur dengan kedua tangan menyilang ke depan.

Iksan berguling-guling ke belakang sebelum punggungnya menghantam batang pohon dengan keras, darah keluar dari mulutnya.

"Bocah itu menangkis tembakan Master??!" kaget Sasa.

"Ternyata adik komandan Capital lumayan hebat juga..." rujuk Hellsing seraya menurunkan tangan kirinya.

"Aku... Tidak akan pernah memaafkanmu. Urgh?!" kalimat Iksan terhenti oleh rasa sakit di tangan kanannya.

"Sial..." batin Iksan mengumpat.

Pada saat bersamaan Yuliana datang di tempat pertarungan... Seorang diri.

"Iki, kau baik - baik saj--"

"--AKU BAIK!!" teriak Iksan memotong pertanyaan Yuliana.

Kedua bola mata Yuliana membulat lebar saat kala melihat tangan kanan Iksan mengalami 'kerusakan' yang sangat parah, yaitu dimana kulitnya berubah menjadi biru keunguan, membengkak dan sepertinya itu sakit.

"Aku tidak percaya itu hanya di lakukan dengan sekali tembak?!"

Fokus Yuliana berpindah kepada Hellsing karena dia adalah ancaman yang sangat berbahaya saat ini.

"Iki, kita harus mun--"

"--Sasa... Kita pergi!" ucap Hellsing.

""Hah??"" pekik Iksan dan Yuliana bersamaan.

"B - Baik Master!" sahut Sasa terkejut.

Hellsing menjentikkan jarinya, seketika itu juga badan mereka berdua menyusut di telan lubang dimensi.

"Mau kemana kau? Jangan lari... JANGAN LARI KAU HELLSING!!"

.T.H.U.N.D.E.R.

Suara isakan tangis terdengar jelas di salah satu kamar yang ada di kantor gubernur Kota Band. Suara isakan dari seorang gadis kecil.

"Huaaa..." tangis Miko di dalam pelukan Yumi yang memeluk erat tubuh kecilnya.

"Onee-san, S-Sonia-nee... Sonia-nee... Aaaaa!" tangis Miko.

Yumi mengigit bagian bawah bibirnya, airmata jatuh di salah satu kelopak mata Yumi.

"M-Miko-chan yang k-kuat ya..." kata Yumi sambil terisak.

Tangisan keras Miko membuat tangis Yumi tak dapat terbendung lagi, semantara di balik pintu ada Yuliana yang tidak jadi mengetuk pintu. Yuliana melangkah menjauh dari pintu kayu itu, berjalan di lorong kamar khusus tamu. Yuliana berhenti di pintu kamar Iksan yang terbuka, kamar Iksan berhubungan langsung dengan teras. Di dalam sana... Iksan termenung menatap bulan purnama di malam hari, tatapannya begitu dingin dan kosong. Kesepianlah yang menemani Iksan saat ini.

"Hellsing... Aku akan membunuhnya!"

.T.H.U.N.D.E.R.

[Yuliana POV]

Aku membawa Iksan kepada salah satu anggota penyembuh kami yang dikhusukan untuk menyembuhkan Tuan Ardian jika sewaktu-waktu Tuan terluka.

Saat itu Iksan menolak untuk ikut dan ingin mengejar Hellsing.

Aku akan membunuhnya!

Itulah kata yang terus keluar dari mulut Iksan secara terus-menerus. Jadi begitu rasanya kehilangan seseorang yang sangat berarti..?

Tok... Tok...

"Masuklah..."

Aku membuka pintu ruangan setelah Tuan Ardian membalas ketukan pintuku dari luar.

"Ada apa, Yuliana?" tanya Tuan Ardian langsung ke topik.

Aku dapat melihat ada beberapa berkas di atas mejanya sekarang. Apa aku datang di waktu yang tidak tepat?

"Maaf menganggu anda Tuan tapi aku ada berita buruk. Iki... M - Maksud saya Iksan... Dia dalam masalah!" jawabku yang sempat salah tingkah.

Tuan Ardian tersenyum jahil kepadaku, itu membuatku malu dan memunculkan garis-garis merah di wajahku.

Ardian terkekeh. "Apa itu sebutanmu untuk bocah itu, Yuli?" tanyanya sambil terkekeh.

Aku langsung menunduk malu meratapi salah tingkahku. "M-Maaf..."

"Aku senang kau khawatir dengan adikku tapi asal kau tahu, Yuli... Saat ini aku tidak bisa melakukan apapun untuk Iksan!"

Aku menerbitkan wajahku dan menatap kaget Tuan Ardian.

Kenapa?

"Kau yang harus melakukannya, Yuli..."

.T.H.U.N.D.E.R.

[Iksan POV]

Suara langkah kaki yang pelan masuk ke dalam kamarku. Orang itu berjalan ke arah teras dimana aku tengah duduk dan menatap sepinya malam.

"Iki..." panggilnya.

Aku agak memalingkan wajahku ke belakang dan mendapati Yuliana di sana.

"Yuliana ya? Ada apa?" tanyaku. Padahal aku malas mengatakan sesuatu.

Yuliana diam di tengah kamarku.

"Ada apa?" tanyaku mulai jenuh.

Manik hitamku kembali dari kekosongan. Aku putar badanku menghadap Yuliana.

"Apa... Kau akan pergi... Dan melawan Hellsing?" tanyanya patah-patah.

Kenapa kau menyebut nama orang bajingan itu??

"Ya... Aku akan membunuhnya dan balas dendam!" jawabku kesal.

"Apakah harus?" tanyanya lagi.

"Kenapa? Aku tidak mengerti??" sahutku bingung.

Tentu aku harus balas dendam... Demi Sonia.

"Kau boleh saja balas dendam tapi..."

"Tapi apa??"

"Kenapa kau tidak menangis?"

"Hah?"

"Miko dan Yumi menangisi kepergian Nona Sonia tapi kenapa kau tidak?"

Aku tidak bisa. Aku tidak ingin di pandang lemah.

"Apa karena kau malu? Apa kau tidak mau??"

"H - Hentikan!"

"Apa kau tidak merasa kehilangan??"

"Hentikan!!" teriakku.

Badanku bergetar hebat dan mataku memanas.

"Iki, ibuku pernah bilang..."

Yuliana mendekat ke tempatku.

"Laki - laki menangis bukan karena mereka lemah, tapi karena mereka menderita!"

Manik biru laut Yuliana menatapku lekat, itu membuat kedua mataku semakin panas saja.

Yuliana tiba-tiba memeluk kepalaku dan mendekapku ke pelukannya.

"Yuliana?"

"Iki... Tidak apa kok.."













"Kau boleh menangis sekarang.."

.T.H.U.N.D.E.R.

[Author POV]

Iksan dan Yuliana sama-sama jatuh berlutut. Iksan... Dia menangis.

"Keluarkanlah semuanya..." bisik Yuliana sambil mengelus rambut hitam Iksan.

Iksan menangis tanpa suara, dapat di lihat dari ekspresinya jika Iksan sangat kehilangan. Yuliana tersenyum sambil mengelus dan memeluknya.

.T.H.U.N.D.E.R.

[Yuliana POV]

Diriku yang 'kecil' berlari ke pelukan ibuku. Aku memeluknya karena sedih.

"Ada apa, Yuli?" tanya ibuku lembut.

Aku menggadahkan wajahku ke atas. "Ibu, kenapa Tuan Ardian menangis? Bukankah yang kehilangan adalah Tuan Hacim??"

Ibuku mengulas senyuman. "Yuli, saat kau besar nanti kau akan menemukan apa itu 'Cinta'. Itu adalah hal yang paling sangat berharga bagi seseorang. Cinta dapat merubah seseorang..." Ibu mengelus suraiku lembut sama seperti aku mengelus rambut Iksan.

"Yuli..." panggil Ibu.

Aku mengedipkan mataku berulang kali. "Apa, bu?"

"Jika seorang laki-laki menangis, mereka tidaklah lemah tapi karena mereka menderita..."

"Menderita??"

Ibu mengulas senyuman lagi. "Cari sendiri jawabannya..."














"A - A - Aaaaaa...."

Iki masih menangis di dalam pelukanku. Dia sudah hampir satu jam lo menangis.

Memikirkan itu membuatmu ingin tertawa.

"Iki, kau membuat pakaianku basah..."

Aku rasa Iki tidak mendengarkan. Aku elus rambut hitam polosnya, rambutnya sangat lembut seperti surai seorang perempuan.

"Ibu, aku rasa aku telah menemukan jawabannya..."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top