Chapter 25 : Anggota Baru?

[ Author POV ]

Iksan berjalan-jalan di koridor gedung sambil menatap ke luar jendela yang ada di kanannya. Iksan bahkan tidak menyadari jika ada beberapa orang yang melewatinya, mereka dari rombongan Ardian.

"Hei kau..." panggil seorang pemuda yang mengenakan kemeja putih bergaris merah berlengan panjang.

Iksan berhenti dan melirik ke belakang. "Ah maaf, aku tidak sadar..." kata Iksan.

"Ada apa?" tanya Iksan.

"Aku melihat pertandinganmu... Kau hebat!" jawab lelaki berambut coklat pisang itu dengan senyuman.

"T - Terimakasih?" bingung Iksan.

"Kau dapat membuat komandan bertarung serius dan itu adalah sebuah hal yang sangat baik..." pujinya seraya mendekat.

Sekarang dia berhadapan dengan Iksan.

"Tapi aku tidak bisa diam saja saat kau melecehkan pemimpin kami...." sambungnya.

"Ravin, sudah hentikan..." sela gadis bersurai hitam yang menggunakan kacamata.

"Biarkan saja dia..." kekeh lelaki berbadan besar.

Iksan menatap datar lelaki berambut pisang itu.

"Apa yang ingin kau lakukan? Menghukumku??" tanya Iksan polos.

Ravin tersenyum. "Ya..."

.T.H.U.N.D.E.R.

Iksan dibawa ke arena yang pernah dia datangi saat melawan kakaknya ; Ardian. Bedanya adalah lawannya, yaitu Ravin, seorang lelaki yang berhasil masuk Tim Penjaga sesaat dia lulus sekolah. Di lantai dua ada tiga orang tadi, ada Aniv(gadis kacamata), Jora(lelaki badan besar) dan seseorang berjubah dengan topeng.

Iksan melirik orang berjubah itu.

"Kau tenang saja, dia bukanlah orang jahat atau mencurigakan. Dia salah satu dari kami tapi lebih tinggi tingkatannya..." beritahu Ravin.

"Tingkatan?" tanya Iksan.

Ravin menghela nafas. "Walaupun aku menjelaskannya, kau juga tidak akan mengerti.." sahutnya seperti menyindir.

Iksan mendengus kesal. "Terserah kau saja. Ayo kita selesaikan pertarungan ini dengan cepat..." kesal Iksan.

Ravin tersenyum.

Fireball

Bola api muncul di tangan kirinya.

Ravin melempar bola api itu sambil tersenyum, Iksan tersenyum sinis lalu memasang posisi bertahan, saat bersamaan bola api itu membesar... Sangat besar.

"Bagaimana mungkin??" batin Iksan terkejut.

Daaar...

Bola api meledak, Iksan berhasil menghindar tapi tangan kirinya terluka.

Iksan langsung menyerang Ravin dengan sambaran petir biru tapi ditahan oleh tembok tanah yang tiba -- tiba muncul. Manik Iksan menunjukkan keterkejutan, Ravin tersenyum melihat keterkejutan Iksan. Iksan mendengus sebal, tangan kiri yang terluka mengeluarkan jeritan petir biru yang besar.

"A - Apa itu??" kaget Jora.

"Itukan teknik komandan?!" pekik Aniv.

Blue Creation

Petir biru Iksan menari-nari ditangan kiri membentuk sebuah pelindung.

Tanker

BTZ??!

Petir biru itu meledak ditangan kiri Iksan, petir itu membentuk gelombang perisai segilima dengan wajah seekor serigala menyeringai.

"Kau akan kalah..." kata Iksan dingin.

Ravin terkejut melihat mata kosong Iksan, Ravin berkeringat banyak.

"Sudah hentikan..." kata orang berjubah itu.

Orang berjubah itu mendarat di depan Iksan, jubahnya terbang dari badannya membuat sosoknya dapat dilihat. Seorang gadis berambut ungu pendek diikat rambutnya, gadis itu mengenakan gaun kimono putih lengan panjang, gaun itu hanya sepanjang paha dengan dalaman rok pendek tak terlihat dan stocking hitam dan sepatu kaca.

"Yuliana?!" kaget Ravin.

"Hentikan Ravin, kau tidak bisa menang..." kata gadis bernama Yuliana.

"Siapa kau?" tanya Iksan masih dengan tatapan kosong.

"Aku..."

Manik biru Iksan kembali dan membulat saat gadis itu menjawab pertanyaan.

"Hah? Kau... Apa??!" kaget Iksan bukan main sedangkan Yuliana hanya diam.

"K - Kau pasti bercanda?"

.T.H.U.N.D.E.R.

Di markas Skeleton, ada Hellsing yang duduk bersama Cicie, Karamatsu dan pria bertudung merah ; Lack.

"Master, kau melihat Sasa?" tanya Cicie.

"Mungkin dia lagi bersenang-senang..." jawab Hellsing yang tersenyum sendiri.

Hellsing memainkan gelas kaca yang birisi minuman anggur, Hellsing memainkan sambil tersenyum.

"Sebentar lagi Ram dan anak buahnya akan segera mati..." bisik Hellsing sambil menyeringai.

"Jangan bilang Sasa ada 'disana'?" Lack menebak.

Hellsing menyeringai dan Cicie berkeringat.

"Sasa..."

.T.H.U.N.D.E.R.

[ Iksan POV ]

Sekarang pikiranku sedang kacau, pertama aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan setelah misi. Kedua adalah Dia.

Sonia yang ada di sudut ruangan bersama Miko, Sonia menatapku tajam sementara Yuliana duduk disampingku menyuguhkan segelas teh.

"Jadi...."

"Hmm??" Yuliana menatapku.

Aku meneguk ludahku susah sebelum melanjutkan kalimatku.

"Apa benar Dia yang menyuruhmu?" tanyaku masih tak percaya.

Yuliana mendengus. "Sejujurnya aku tidak mau melakukan hal ini, terlebih dengan orang bodoh dan ceroboh sepertimu..."

"Urgh..."

Kata - katanya menyakitkan untuk seorang gadis yang cantik.

"Aku terpaksa karena Tuan Ardian yang 'meminta'nya..." lanjutnya sembari mengeluarkan selembar kertas.










Halo Iksan, lama tak jumpa,

Aku yakin kau akan menghancurkan surat ini sebelum kau baca karena ada namaku. Itulah kenapa aku mengirim Yuliana untuk menjagamu.

Jadi, akrablah dengannya. Sisanya akan Yuliana ceritakan padamu.










Benar saja kata kakak sialan itu, aku ingin sekali menghancurkan surat itu dengan petirku andai saja Yuliana tidak menyimpannya.

"Ini adalah bukti, jangan dihancurkan..." cetusnya.

"Masa bodo..." batinku berteriak.

"Jadi Iksan... Tidak. Maksudku... Iki. Apa ka---"

"---Wait minute!? Apa maksudnya dengan 'Iki' itu??" teriakku memotong.

Yuliana tersenyum dan itu membuatku kaget.

"Aku baru saja mempersingkat namamu..." serunya.

"Tapi singkatan itu tidak menyambung..." bantahku.

Aku tidak ingin dipanggil begitu.

"Tentu saja mereka terhubung satu sama lain.." Yuliana.

"Tidak!" bantahku lagi.

"Ya. Iksan Hacim... Disingkat Iki."

"ITU TIDAK MASUK AKAL..!!"

Mungkin asap keluar dari kepalaku karena kepanasan.

"Hah, Hah, Hah.."

"Jadi--"

"--APA??!" potongku.

Yuliana diam sejenak. "Apa kau telah memustuskannya?" lanjutnya.

Aku kembali berpikir. Aku kuat dan dapat menjaga diriku sendiri, jadi...

Aku mengangguk setelah memustuskan. Tunggu dulu? Kenapa aku memustuskan?

Aku menatap Yuliana sebal.

"Apa harus??" tanyaku mencicit.

"Harus!!" jawabnya menekan kata.

Aku kaget bercampur takut. Baru kali ini aku takut dengan seorang perempuan. Oh iya?! Kan Ibu lebih mengerikan lagi.

"Jadi, kau pilih yang mana?" tanyanya lagi.

"A - Aku pilih nomor d - dua yang itu..." jawabku malu.

"Itu? Itu yang mana?" tanyanya memasang senyum mengejek padaku.

"K - Kau tahu'kan, y - yang itu!"

Aku benar-benar malu mengatakannya.

"Hmm~~" Yuliana tersenyum seakan dia baru saja menang.

"Itu ya itu..." ucapku menunduk.

Kenapa aku semalu ini hanya untuk mengucapkan beberapa kata?

Aku angkat wajahku dan senyuman itu masih di wajah cantik. Sialan dia.

"Ternyata kau seorang penakut ya..." ejeknya.

"A - Aku tidak takut, a - aku hanya tidak bisa mengatakannya..." bantahku.

"Apa karena malu?" cetusnya.

Sial. Aku mati kata.

"Malu sama saja takut..."

Kata-katanya benar-benar menyakitkan. Apa benar dia seorang gadis?

"Baiklah~Baiklah. Aku akan mengatakannya!" teriakku.

"Aku akan menunggu..."

"Dia berisik sekali..."

Setelah selesai mengumpat, aku hirup dan hembuskan nafasku.

"Yuliana, maukah kau menjadi pelayanku?"

KAKAK SIALAN!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top