R-R42: Bahan Cibiran

TEMAN-teman kelasnya sudah berhamburan keluar kelas saat bel istirahat berkumandang. Namun, Retta perempuan berbandana putih itu masih saja mencatat penjelasan di papan tulis, dia tak peduli dengan lorong kelas yang mulai ramai.

Setelah aksara terakhir Retta selesaikan. Dia membereskan buku-bukunya, lalu dimasukkan ke dalam laci meja. Dia bangkit berdiri, menyalip lewat sela meja. Dan saat itu matanya sontak terkejut saat melihat Regha yang sudah berdiri di ambang pintu.

Sudut bibir cowok itu terangkat, kedua tangan Regha tenggelam di saku celana. Pandangan Retta berkeliling menatap temannya yang menetap di dalam kelas dibanding ke kantin. Mereka mulai berbisik-bisik, membuat Retta menghela napas. Dia berjalan mendekat pada Regha.

"Mau ngapain?" tanya Retta langsung.

"Mau ngajak lo ke kantin. Yuk?" ajak Regha menggamit tangan Retta.

Retta melepaskan tangan Regha. "Nggak ah, males." ucapnya sambil cemberut.

"Kenapa?"

Retta tersenyum kecut, lalu berjalan mendekat pada bangku panjang depan kelasnya untuk duduk. Regha mengikutinya, dan mendaratkan diri di sampingnya.

"Kenapa males gue ajak ke kantin?" tanya Regha lagi.

Retta mengubah duduknya agak menyamping menghadap Regha. Lalu dia tersenyum sinis. "Menurut lo karena apa?!" tanya Retta ketus.

Regha mengernyit lalu menggeleng.

Retta mengembuskan napas pelan. "Gue kesel karena..." Retta menggantung kata-katanya lalu mengubah rautnya dengan senyum manis. "Eh, itu Retta, kan? Yang ada di foto? Mantannya Regha." ucap Retta meniru nada para perempuan alay, yang tak henti-hentinya membicarakan dirinya.

"Dia cuma mantannya Regha, kan? Tapi kok berduaan terus sama Regha, sih?" kali ini Retta meniru dengan wajah polos yang dibuat-buat.

"Ceweknya aja kali yang kegatelan, mau nempel terus sama Regha. Mantan nggak tau diri," ucap Retta sinis.

Retta mendongak, ditatapnya Regha dengan senyum manis. Sebelum wajahnya berubah datar dan membuang muka, menahan emosi yang ingin sekali meledak. Namun, bukan tatapan penuh perhatian yang Retta dapatkan setelah mengeluarkan segala kekesalannya, melainkan suara tawa.

Secepat kilat Retta menoleh, memelotot kesal pada Regha yang tertawa. "Kok lo malah ketawa sih?!" Retta memukul bahu Regha jengkel.

Kekesalan Retta meningkat, karena Regha tak acuh dengan pukulannya. Cowok menyebalkan itu malah semakin keras tertawa, membuat beberapa orang yang berada di koridor menoleh ke arahnya.

"Ih.... Regha!!" Retta semakin gencar memukul pundak Regha. "Stop ketawanya! Nggak ada yang lucu tau!"

Retta bangkit berdiri lantaran semakin jengkel. "Ternyata lo masih sama ya, masih nyebelin!"

Namun sayang, Regha lebih dulu menangkap pergelangannya, memaksanya untuk duduk kembali. Regha menatap Retta dengan senyum jahilnya. "Lo juga masih sama, gampang ngambekkan."

Retta memberengutkan bibirnya. Dan memalingkan wajahnya lagi.

Retta kembali bangkit berdiri, yang sontak saja membuat Regha bertanya. "Lo mau kemana?"

"Mau ke koperasi," ucap Retta lalu berjalan meninggalkan Regha, tak peduli pada panggilan cowok itu yang berulang kali menyebut namanya.

***

Di koperasi, Retta langsung mengambil beberapa pulpen di sana. Kalau bukan karena kejadian di kelas tadi, Retta tidak perlu membeli banyak pulpen seperti sekarang. Kejadian Linzy dan Zion yang saling bertengkar—sebelum jam istirahat—dan melibatkan pulpennya.

Linzy bertengkar dengan melemparkan cowok itu beberapa pulpen—bahkan dengan pulpen kesayangan Retta.

Yang lebih mengenaskan adalah ketika Retta ingin mengambil kembali pulpen yang dilempar Linzy ke sembarang tempat. Retta tidak menemukan pulpennya seperti hilang ditelan bumi.

Mood Retta rusak karenanya, sudah jadi bahan gosip satu sekolah, dan sekarang dia mengalami kesialan ini.

Oh... betapa mengenaskan hidupnya. Dan terlebih lagi tadi, Regha menertawakan semua unek-unek kekesalan yang Retta keluarkan.

Retta menatap berbagai roti yang ada di sini. Namun, Retta tidak lagi mood untuk makan. Dan akhirnya memilih berjalan ke freezer es krim. Membuka kacanya, Retta mengambil es krim milo. Dan hendak menutup kacanya.

"Gue juga mau dong."

Gerakan Retta terhenti, dan sontak menoleh ke belakang, dia terkejut.

"Ragel?" Retta mengembuskan napas lega. "Lo suka banget dateng tiba-tiba sih, kayak hantu!" ucap Retta kesal.

Ragel tertawa, matanya melirik es krim di tangan Retta. "Gue juga mau."

"Hah?" Retta menoleh lagi ke belakang, membuat Ragel kembali tertawa. Dan tanpa pernah Retta duga, tangan Ragel terjulur dari belakang, mendorong kaca yang hampir Retta tutup. Tubuh cowok itu tercondong ke depan, sehingga membuat kepalanya berada di samping pipi Retta, dan tanpa sadar Retta menahan napas.

Cowok itu mengambil es krim milo di sana lalu menutup kacanya. Setelah tubuh Ragel menjauh darinya, barulah Retta bisa bernapas, pipinya terasa panas.

"Gue mau ini," ucap Ragel menunjukkan es krim di tangannya sambil tertawa.

Retta masih diposisi semula belum berbalik menghadap Ragel. Menarik napas pelan, barulah dia berani untuk menatap Ragel.

"Oh, ter-ternyata lo mau es krim juga," jawab Retta agak tergagap.

"Lo kenapa?" Ragel bertanya karena melihat tingkah Retta yang aneh.

Kepala Retta menggeleng cepat. "Gue nggak pa-pa."

"Gue masih nggak percaya," setelah beberapa detik hanya ada keheningan, Ragel kembali angkat suara.

"Apa?" Retta lantas mendongak, keningnya mengerut.

"Lo," Ragel tersenyum tipis. "Gue masih nggak percaya kalo lo itu mantannya Regha, cewek yang ngebuat Regha dijuluki cowok gagal move on." Kali ini Ragel tertawa. "Gue sekarang ngerti kenapa waktu itu Regha nonjok gue..."

Lagi-lagi, dia tersenyum. "Karena dia masih sayang sama lo."

Bibir Retta hanya bisa mengatup, memandang guratan sedih di wajah Ragel. Lelaki itu menghela napas lesu, menatap manik cokelat Retta lekat.

"Kalo gue jadi Regha, gue juga pasti bakal dijulukin cowok gagal move on." Tawa cowok itu kembali berderai. "Karena cewek kayak lo itu susah untuk dilupain, Ta."

Meski ucapan terakhir itu diucapkan dengan nada bergurau, tetapi berhasil membuat pipi Retta terasa panas kembali. Oh sial... ada apa dengannya?

Retta tak membalas perkataan Ragel, dia hanya tertawa lalu berjalan mendekat ke arah kasir. Ragel mengikutinya.

"Gue aja yang bayar," kata Ragel menghentikan tangan Retta yang ingin mengambil uang di saku roknya.

Baru saja Ragel mengeluarkan uang, namun ada tangan yang lebih dulu terulur, menaruh uang bewarna biru itu di meja kasir. Sontak saja mereka berdua menoleh. Dan langsung menabrak mata hitam Regha.

Retta terkejut. "Regha lo di sini? Bukannya lo tadi mau ke kantin?"

Sebelah tangan Regha masuk ke dalam saku celana, netranya menatap Ragel dan Retta bergantian.

"Gue dari tadi di depan koperasi," ucap Regha pada Retta, sebelum kilatan tajamnya berpaling pada Ragel. "Nungguin lo yang lama banget di dalam."

Netra hitam Regha kembali menatapnya, Retta menautkan alis. "Lo ngikutin gue?"

Regha mendengus. "Menurut lo?!" Dia balik bertanya dengan ketus, sebelum berbalik dan berjalan keluar.

"Eh kembaliannya," Retta kembali menarik perhatiannya ke arah perempuan yang bertugas menjaga koperasi.

"Biar saya aja, Kak, yang ngasih." Perempuan yang masih terlihat muda itu pun hanya mengangguk, lalu memberikan uang kembalian Regha pada Retta. Dan juga plastik belanjaannya.

"Gue duluan ya, Gel," pamit Retta sambil melambaikan tangan, dan langsung berlari keluar menyusul Regha.

Tatapan Retta langsung menjelajah, dan lantas berhenti pada sosok Regha yang sudah berjalan jauh, melewati lapangan utama sekolah. Tanpa ba-bi-bu, Retta langsung berlari menyusul Regha. Perempuan itu mensejajarkan langkahnya.

"Gha," panggil Retta, menoleh pada Regha yang tak membalas tatapannya. "Regha!"

Lantaran tidak terdengar respon apapun, kaki Retta langsung bergerak berdiri di depan cowok itu. Membuat Regha menghentikan langkahnya. wajah Regha datar menatap Retta.

"Nih," Retta mengulurkan uang kembalian Regha. "Makasih, Gha... tapi tadi seharusnya lo nggak usah bayarin gue..."

"Lo lebih suka dibayarin sama Ragel," kata Regha memotong ucapan Retta dengan nada sinis.

"Apa?" tanya Retta karena sepertinya dia salah mendengar ucapan Regha.

"Lo," tunjuk Regha lewat matanya. "Lo nolak gue bayarin karena lebih milih dibayarin sama Ragel, kan?"

Mata Retta membulat. "Astaga, Gha! Maksudnya bukan itu, gue bisa bayar sendiri. Makanya nolak lo bayarin."

Regha hanya memandangnya sebentar, sebelum kembali melanjutkan langkahnya. Retta mengembuskan napas perlahan, sebelum lagi-lagi menyusul langkah Regha yang lebar.

"Regha," Retta menahan tangan cowok itu, membuat Regha berhenti berjalan lagi. "Lo tau nggak sih, Lo tuh aneh, Gha." kata Retta, napasnya tersengal-sengal karena lelah berlari. "Lo bersikap seolah gue ini pacar lo. Lo marah sama Ragel, marah ngeliat gue deket sama dia." Retta menghela napas. "Kita cuma temen, Gha."

Tangan cowok itu terkepal, wajahnya semakin terlihat kaku. Iris Retta menatap kepalan tangan cowok itu lalu mengenggam kedua tangannya, membuat ekspresi kaku Regha perlahan menghilang.

Dia menoleh pada Retta, dan tersenyum tipis. "Sori, gue lupa."

Karena tidak ingin berlama-lama berada di situasi tak menyenangkan ini, Retta lantas tersenyum manis pada Regha, dan mengambil bungkus es krimnya di dalam plastik.

Retta menjauhkan es krimnya saat lelehan cokelat itu hampir mengenai seragamnya.

"Ih, tuhkan karena lo es krim gue meleleh," Retta menghentak-hentakkan kakinya kesal. Lalu dengan cepat dia menjilat lelehan es krim itu.

Untung saja belum semuanya meleleh, Retta melotot pada Regha sebelum kembali menjilat es krimnya.

Regha menaikkan alisnya, mendengar Retta yang menyalahkannya. Dia mengembuskan napas pelan, walau Regha tahu, Retta sedang berusaha menyingkirkan suasana mereka yang berubah tegang. Namun, tetap saja ada kemarahan yang ingin sekali Regha ledakkan.

"Menurut lo Ragel orangnya kayak gimana?" tanya Regha, setelah mereka duduk di bangku panjang depan kelasnya.

"Kenapa lo nanya gitu?" tanya Retta sambil menjilat es krimnya.

"Ya tinggal jawab aja sih," gumam Regha agak kesal.

"Mm," Retta tampak berpikir. "Dia baik, perhatian."

"Hanya itu?" alis Regha naik sebelah, yang dibalas dengan anggukan oleh Retta. Regha terdiam, sebelum melemparkan pertanyaan lagi. "Kalo dia suka sama lo? Lo mau apa?"

Retta tersentak selama beberapa detik sebelum tawanya berderai. "Apaan sih, Gha! Kenapa lo nanya kayak gitu coba."

"Gue serius, Ta, gimana..."

Percakapan di antara mereka terpaksa terhenti karena seseorang menyerukan nama Regha. Kedua orang itu menoleh dan melihat Farah yang tengah berjalan ke arahnya.

"Gha, anak-anak lain lagi diskusiin tugas kelompoknya di kantin. Dan mereka nyuruh gue untuk manggil lo." Farah menatap Regha lalu beralih pada Retta.

"Eh, Ta... gue boleh minjam Regha-nya sebentar?" Pinta Farah dengan senyum yang mengulas di wajah.

Retta agak tersentak, namun dengan cepat dia bisa mengatasinya, lalu tersenyum tipis. "Nggak pa-pa, ambil aja," ucap Retta dengan nada bercanda sambil mengibaskan tangannya.

Farah menatap Retta dengan binaran di matanya. "Lo serius? Lo bolehin gue ngambil Regha dari lo?"

Alis Retta tertaut. Entah perasaannya saja, atau memang Farah mengartikan kata-katanya dengan makna lain.

"Maksudnya?" tanya Retta.

Farah tersenyum manis sambil menggeleng. Sebelum menarik tangan Regha. "Yuk, Gha!"

Regha menoleh pada Retta dan tersenyum cerah. "Gue tinggal dulu ya, sebentar. Nanti gue balik lagi."

Retta mengangguk, sebelah tangan Regha yang bebas mengusap kepalanya. Retta tertegun, Farah pun.

Farah yang berdiri di sebelah Regha melepas tangan cowok itu lalu melangkah lebih dulu.

"Gue duluan, Gha!" katanya.

Sebelum Regha melangkah pergi, mengikuti Farah, dia lagi-lagi mengulas senyum untuknya. Retta hanya terdiam menatap punggung Regha yang menjauh, lalu mengeluarkan napas perlahan.

Kepala Retta menunduk lalu kembali menggigit es krim di tangannya.

Sepertinya Regha baru beberapa menit meninggalkannya, ketika tiba-tiba ada ke empat sepasang sepatu di depannya.

TBC(06-02-18)
    APING♡

__________

Retta sama Regha gak boleh berduaan mulu, makanya jadi digangguin deh xD

Oh iya untuk semua makasih ya atas doanya. Alhamdulillah karena doa kalian aku bisa masuk sepuluh besar Olim

Walaupun nanti masih diseleksi lagi, tapi aku bener2 makasih  karena doanya♡♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top