R-R2: Balik ke Jakarta

Harapan hanya harapan tidak akan berubah menjadi kenyataan, apalagi mengharapkan sesuatu yang tinggal kenangan.

______________

DI LOBI kebisingan menjalar di sekeliling, ramai anggota ekskul fotografi berkumpul di sana. Setelah lima hari mereka diberi waktu untuk mendapatkan objek sebagai bekal pembuatan mading sekolah. Akhirnya mereka kembali ke Jakarta.

Tepukan tangan Atar—pembina ekskul fotografi—mengalihkan perhatian anak-anak padanya. Dia menyuruh semua anggota untuk berbaris rapi. Lantas yang langsung dipatuhi, keadaan bising tadi menjelma menjadi keheningan.

"Regha berdiri di depan!" Sebagai ketua eskul, Regha menuruti perintah Atar, berdiri di depan tanpa ekspresi.

Regha menelusuri semua wajah teman-temannya, bahkan wajah teman perempuan Regha hampir memerah, salah tingkah padahal Regha tidak melakukan apapun.

Sedetik kemudian Regha tersenyum kepada mereka semua, menampilkan lesung di pipi kanannya, hingga membuat semua perempuan menahan napas, saat-saat lesung pipi itu menampakkan diri.

"Gue harap setelah kita mengambil objek di sini untuk mading sekolah. Kita akan selalu kompak kayak gini, nggak ada hal-hal tidak diinginkan seperti yang dulu-dulu, yang hampir membuat kepala sekolah memberhentikan eskul fotografi," ucap Regha tegas.

"Hanya eskul kita yang diizinkan pergi keluar, jadi gue harap kalian harus selalu bisa menjaga sikap saat kita pergi mencari objek pemotretan, menjaga nama baik sekolah. Thanks untuk kalian, semoga kita akan selalu kompak."

Regha kembali tersenyum, mengulurkan tangan, memberikan sebuah semangat untuk ekskulnya, mereka semua susul-menyusul meletakkan tangan kanannya di atas tangan Regha lalu berteriak menyebut sekolah kebanggaan, sekolah SMA Taruna Jaya.

"Oke-oke." Kak Atar kembali bertepuk tangan, kembali menarik perhatian mereka semua. "Gue cuma mau bilang—Farah?"

Yang empunya nama mendongak, tersenyum. "Iya Kak Atar."

"Kelompok lu kan yang ngumpulin mading kali ini?"

Perempuan dengan rambut lurus sebahu itu mengangguk.

"Objek pemotretan itu udah harus lu kumpulin tiga hari dari sekarang, udah harus tertempel di mading sekolah. Oke?"

Farah kembali mengangguk, "iya kak."

"Bagus!" ucap Atar lalu menyuruh mereka semua untuk masuk ke dalam bus.

Semua anggota berjejer rapi, berbaris menunggu gilirannya untuk menaiki bus. Regha berdiri paling belakang. Atar sudah masuk lebih dulu mengecek setiap anak yang masuk, takut nanti ada yang tertinggal.

Regha masih setia berdiri di belakang saat Farah kesulitan menaikkan kopernya, Regha melangkah membantu perempuan itu. Mengangkat sedikit koper milik Farah, Regha berhasil membantunya.

"Thanks Gha." Farah tersenyum lebar pada Regha.

Regha hanya balas tersenyum lalu ikut menaiki tangga bus, dia berjalan ke belakang menuju tempat duduknya bersama Atar, Arven, dan Zion. Regha duduk di samping Zion, yang tengah menatapnya selidik.

"Kenapa lo?"

"Jangan bikin baper anak orang, kalo ujung-ujungnya cuma PHP." Zion menasehati, seperti orang paling benar saja.

"Siapa yang bikin baper anak orang?" Regha melirik jendela bus di sebelahnya, bus mulai bergerak mundur.

"Terus tadi lo ngapain bantuin Farah? Lo tau, Gha. Kalo hati perempuan itu sensitif, sekali aja di perhatiin bakal baper."

Setelah memundurkan sedikit, Bus akhirnya mulai berjalan di jalanan besar.

Alis Regha naik sebelah. "Gue kan cuma bantuin? Masa Farah langsung baper sama gue. Nggak masuk akal."

Memang sulit sekali berdebat dengan Regha, Zion menghela napas. "Terserah lo aja deh, Gha, yang penting gue udah ngingetin"

Merespon ucapan Zion, Regha hanya menggelengkan kepala. Tidak memedulikan Zion yang duduk disebelahnya, Regha kembali fokus menatap pemandangan di balik kaca jendela.

Regha memandang laut dari jauh, ombak menggeliat maju menghantam pasir. Silau matahari yang menciptakan siluet pantai yang indah. Regha tersenyum miris, kenapa pemandangan seindah ini harus Regha lewati dengan pikiran penuh tentang dia.

Seharusnya Traveling yang diadakan eskulnya bisa membuat Regha merasa tenang, alih-alih merasa seperti itu, Regha malah merasakan napasnya sesak, karena terus mengingat masa lalunya.

***

Bus berhenti di halaman luas sekolah, di dinding halaman sekolah tertulis huruf besar-besar; SMA TARUNA JAYA. Sekolah tempat Regha dan teman-temannya menuntut ilmu. Semua anak eskul fotografi bergantian turun dari bus, menyeret kopernya masing-masing. Regha melompat turun paling akhir, lalu ikut berbaris seperti yang lain, berdiri paling depan. Regha menunggu intruksi lanjutan Atar.

Akan tetapi, Atar hanya menyuruh mereka berdoa menurut kepercayaan masing-masing lalu memperbolehkan mereka semua untuk pulang, beristirahat. Waktu istirahat mereka hanya satu hari. Besok. Bertepatan dengan hari minggu.

Regha, Arven dan Zion berjalan menuju mobil jeep milik Regha yang terparkir di sekolah. Dari pihak sekolah memang mengizinkan menitipkan mobil untuk para anggota eskul fotografi. Tepat di dekat mobil, Regha memberikan kunci mobilnya pada Zion.

"Lo yang bawa."

"Lah kok gue?" Zion bingung menatap Regha.

"Pas mau berangkat kan gue yang bawa. Sekarang lo lah yang bawa." Regha menyuruh Zion seolah dia adalah supir pribadi. Kasian sekali...

"Kan ada Arven kenapa nggak Arven aja?" Zion mengucapkan kalimat masuk akal mencoba membujuk Regha agar tidak menyuruhnya bawa mobil. Dia malas membawa mobil.

"Kaki gue lagi sakit," ucapnya datar.

"Alesan lo!" cibir Zion.

"Udah, udah." Regha berhasil menghentikan perdebatan mereka. "Kalo lo berdua nggak mau, ya udah gue pulang sendiri.

Regha hampir memanjat naik mobil bagian pengemudi jika saja Zion tidak menghentikannya, dengan wajah penuh penderitaan akhirnya Zion meminta kunci mobilnya kembali.

"Gitu dong." Senyum Regha mengembang, mengabaikan wajah Zion yang tertekuk berlipat-lipat, bibirnya maju beberapa senti.

Regha memanjat naik ke bagian duduk sebelah pengemudi, lalu Arven duduk di belakang, masih dengan wajah cemberut Zion menghidupkan mesin mobil setelah memasukan kunci, dengan gerakan luwes, dia berhasil membawa mobil bergerak ke jalan raya.

Mobil Jeep milik Regha terus bergerak maju, sesekali Zion harus mengerem karena angkot yang berhenti tiba-tiba. Para pengendara motor kadang menyalip mobil Regha, yang membuat Zion mengumpat, kesal.

Regha menyandarkan kepalanya sembari memejamkan mata, mencoba mengurangi rasa lelah yang mengerubunginya, lelah karena hampir tidak tidur nyenyak di hotel dan juga lelah karena terus memikirkan dia.

Apa salah jika Regha mengharapkan perempuan itu kembali?

Sepertinya Regha baru beberapa detik memejamkan mata saat Zion tiba-tiba mengerem mendadak membuat Regha langsung membuka mata dengan tubuhnya yang ikut terdorong ke depan.

"Anjir, Lo kalo mau ngerem bilang-bilang dong, Yon." Wajah kesal Arven diabaikan oleh Zion karena cowok itu langsung melompat turun, menghampiri seseorang.


TBC(28-08-17)

____________

JANGAN LUPA TINGGALIN VOTE YA

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top