R-R11: Kacamata

PUNGGUNG Regha semakin jauh dari pandangan Retta. Masih dalam kebingungan Retta berdiri seperti orang bodoh di koridor. Orang-orang yang mengerubunginya satu persatu pergi, meninggalkan Retta yang terdiam di tempat. Sikap Regha yang tadi benar-benar membuat Retta bingung, apa cowok itu kehabisan obatnya atau terkena benturan?

Sikap Regha berubah seratus delapan puluh derajat dari kemarin. Tatapan lembut Regha benar-benar seperti menampilkan sosok baru di diri cowok itu. Kemana perginya sikap sewenang-wenangnya? Kemana perginya sikap arrogant Regha?

Pertanyaan itu tidak ada yang tahu jawabannya, termasuk Retta. Lagipula untuk apa Retta peduli mungkin cowok itu baru saja mendapatkan ilham untuk berubah.

Kesadaran Retta kembali dengan sempurna. Dan dia langsung memekik, karena teringat sesuatu. Astaga, dia melupakan janjinya pada Vera untuk ke kantin. Bisa dapat ceramahan dia kalau sampai benar-benar melupakan itu. Dengan terburu-buru dia langsung berjalan ke arah kantin.

Retta langsung mengedarkan pandangannya mencari sosok berambut pendek itu, sesampainya di kantin. Menemukan Vera yang sedang memasang wajah cemberut di meja tengah kantin, Retta sesegera mungkin menghampiri sahabatnya itu.

"Lama amat sih lo?!" wajah garang Vera sontak berubah menyadari kacamata yang Retta pakai. "Kenapa kacamata lo berubah, mana kacamata lo yang tadi pagi?"

Belum sempat Retta membuka mulut, Vera langsung berdiri dan melotot seperti sudah menemukan jawabannya sendiri. "Jadi bener gossip-gossip tadi kalo lo di kasih hadiah kacamata baru sama Regha!"

Retta lantas menyuruh Vera tidak keras-keras mengeluarkan suara. Masalahnya mereka sudah jadi pusat perhatian dari adik kelas dan juga teman seangkatan.

Nyengir kuda, Vera meminta maaf pada orang yang terganggu dengan suaranya. Mereka pun tidak peduli dan kembali makan sembari mengobrol, seperti tidak terjadi apa-apa.

"Ceritain ke gue." Pinta Vera sedikit memaksa.

"Nanti, gue mau makan dulu."

Vera berdecak kesal dan memakan kembali batagor yang di belinya. Berita tadi di luar dugaannya, Vera mana percaya cowok sombong tapi ganteng kayak Regha menggantikan kacamata Retta lalu meminta maaf.

Tetapi kalau sudah melihatnya secara langsung, bagaimana? Vera seketika percaya apalagi melihat kacamata yang tengah di pakai Retta, dan perempuan itu sedang menceritakan kejadian tadi padanya.

"Benar-benar aneh kan?" Retta menyelesaikan ceritanya lalu bertanya pada Vera. "Gue bingung cowok itu kenapa? kenapa jadi baik kayak gitu?"

"Mungkin dia emang merasa bersalah, ke lo Ta." Vera memberikan opininya, ya walaupun dia juga masih nggak percaya dengan perubahan sikap Regha pada Retta.

Retta berdecak. "Nggak tau ah, gue jadi pusing."

Dan semua perhatian Retta teralihkan-bukan Retta saja tapi populasi perempuan di kantin-saat melihat Regha dengan kedua temannya, Arven dan Davel tengah berjalan ke meja singgasananya, pojok kantin.

Retta langsung menatap batagor nya kembali, saat Regha menoleh ke padanya. Gila, gila kenapa Retta jadi gugup begini. Retta langsung menggeleng kan kepalanya kencang-kencang menyingkirkan rasa gugup itu.

"Lo duluan aja." Perintah Regha pada kedua temannya. "Mungkin gue makan bareng Retta sama temannya aja."

Regha melangkah mendekati meja Retta, tapi langkahnya terhenti karena tangan Arven yang menghalanginya. Mendapatkan tatapan tajam Arven, Regha tidak berkata apa-apa hanya tersenyum lalu menyingkirkan tangan Arven di depannya.

"Gue boleh gabung?"

Suara itu membuat Vera yang duduk di depan Retta tersedak, apalagi dia bisa melihat orang yang bertanya itu, berdiri di belakang Retta. Sedangkan Retta, mematung di tempat.

"Diam berarti boleh."

Retta bergeser sedikit saat Regha sudah mendaratkan dirinya di sebelah Retta. Sebenarnya apa mau cowok ini sih? Sudah membuat Retta menjadi bodoh di koridor tadi, dan sekarang membuatnya kaku seperti patung yang baru dipahat, tidak bisa bergerak seinci pun.

"Gak usah gugup gitu kali, gue kan cuma duduk di sebelah lo."

Retta lantas menengok. "Siapa yang yang gugup. Gue biasa aja tuh." Retta ingin menyangkal perkataan cowok itu tapi kenapa suaranya jadi gemetar begitu.

Regha mengangkat alisnya, seolah menantang Retta dengan kebenaran kata-katanya. Tetapi cewek itu malah memalingkan muka, membuat Regha tersenyum.

Dongkol setengah mati, Retta merutuki dirinya yang malah jadi aneh begini. Kenapa dia jadi gugup? Kemana sikap beraninya yang kemarin-kemarin?

"Lo nggak nyaman ya gue duduk di sini?"

"Itu tau!" Retta melotot kesal. "Mending lo pindah aja deh, jangan duduk di sini."

Retta bersyukur, karena suaranya kembali seperti semula tidak gemetar sama sekali. Keberanian itu sudah balik ke diri Retta.

"Ya udah. Gue pindah." Cowok itu berdiri mengambil semangkuk bakso yang tadi dia pesan.

"Makasih untuk kacamatanya."

Kata-kata itu membuat gerakan Regha terhenti lalu tersenyum. "Cuma kacamata? Bunga, cokelat kemarin nggak ada ucapan terima kasih?"

Pelototan Retta malah semakin membuat senyum di wajah Regha melebar. Lesung di pipi kanannya makin ke dalam. Vera sampai menganga melihatnya, dia tidak boleh menyia-nyiakan pemandangan bagus di depannya ya kan?

"Gue cuma bercanda. Gue ikhlas kok beliin kacamata itu buat lo, tanpa embel-embel makasih."

Setelah mengeluarkan perkataan itu Regha pergi dari mejanya lalu bergabung dengan kedua temannya di meja pojok kantin.

***

Bunyi bel sudah menjerit kencang menyuruh anak-anak untuk bubar dari kelas, dan meninggalkan sekolah. Ya kecuali kelas sembilan karena hari ini dimulainya jam tambahan untuk pendalaman materi.

Anak-anak kelas 9A masih setia duduk di bangku masing-masing, karena Bu Lina-wali kelas mereka, sedang membacakan kelas-kelas yang akan digunakannya sebagai pendalaman materi.

Setiap kelas akan diacak sesuai kemampuan otaknya masing-masing, dan Retta mendapatkan kelas A. jadi dia tidak perlu pindah ke kelas lain, mencari tempat duduk.

Vera mendapatkan kelas C, dan dia kesal karena itu. Biasanya dia duduk dengan Retta hari ini dia harus pisah kelas. Dan tidak duduk bersama.

"Rese banget sih! Kenapa gue nggak sekelas PM sama lo?"

Mendengar gerutuan Vera, Retta hanya tertawa. Berusaha untuk tidak kesal, Vera beralih ke obrolan lain.

"Lo sekelas sama siapa aja, Ta?"

Retta menggeleng, dia belum membaca nama-nama di kertas yang tertempel di pintu kelas. "Nggak tau."

"Liat yuk! Sekalian lo anterin gue sampai kelas C."

Modus, Retta mendengus, mengerti dengan perkataan Vera yang menjurus ke hal lain.

Vera hanya terkikik geli saat tahu bahwa Retta mengerti maksudnya. "Kan sekalian, Ta. Masa lo nggak mau tau siapa aja teman kelas PM lo."

Bangkit berdiri, Retta mengangguk. Vera memekik senang lalu menyandang tasnya. Retta meninggalkan tasnya yang di meja paling depan. Anak-anak lain belum masuk kelas karena masih diberi waktu untuk istirahat sebelum waktu belajar pendalaman materi.

Retta membaca nama-nama di depan pintu sebelum mengantar Vera ke kelasnya, matanya lantas melotot saat melihat nama yang sangat dikenalnya. Namanya tepat berada di atas namanya sendiri.

"Regha bakal satu kelas PM sama lo." Vera ikut membaca nama di kertas tersebut.

Retta tidak percaya, apa takdir sedang mempermainkannya? Kenapa dia sekelas dengan iblis sombong itu?

TBC(09-10-17)

___________

A/N: Maaf sebelumnya judul cerita ini akan aku ganti. Entah kenapa aku udah gak srek sama judulnya. Cerita ini emang tentang Regret(penyesalan) tapi maksud aku kasih judul itu adalah singkatan nama Regha dan Retta jadi Regret(a).

Aku cuma mau rubah sedikit kok, jadi For Regret(untuk Regha dan Retta). Maaf ya aku emang suka labil kayak anak SMP padahal udah SMA.

MAKASIH
Aping🐼

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top