R-R10: Tulip Putih
HANYA bisa melihat Ibu dari sebuah bingkai foto. Kenangan terakhir yang membuat Retta merasa ibu ada di sisinya. Ibu hanya bisa mendengar curhatannya dari jauh tanpa terlihat oleh Retta. Orang pertama yang membelanya saat ayah marah padanya.
Saat ulang tahunnya yang ke-13 ibunya pergi meninggalkan Retta. Memberikan hadiah terakhir. Sebuah kacamata biasa tapi bermakna luar biasa bagi Retta. Dan sekarang hadiah itu hancur karena cowok yang paling Retta tidak sukai di muka bumi. Sosok paling menyebalkan yang pernah Retta temui.
Di sofa Retta duduk sambil menatap foto ibunya. Mengusap foto di dalam bingkai putih, Retta tersenyum. Sekarang hidupnya sudah bahagia walaupun hanya berdua dengan ayahnya.
Suara ketukan pintu membuat seluruh lamunan Retta buyar, tanpa sadar dia memegang pipinya yang basah, dengan cepat dihapusnya air matanya. Sekuat apapun Retta menahan untuk tidak menangis, tetap saja air mata itu keluar mengikuti kata hatinya.
Bangkit berdiri Retta berjalan membuka pintu. Dia terkejut, bukan karena ayahnya-Fahmi-yang sudah pulang jam tujuh malam tepat tapi satu buket bunga tulip putih yang berada di tangan ayahnya itu.
"Buat apa ayah membeli bunga?"
"Ayah tidak membelinya, ayah menemukan bunga ini yang tergeletak di lantai depan pintu." Ayah memberikan buket bunga tulip putih itu pada Retta. "Kayaknya ini buat kamu."
Retta menerima bunga itu dengan bingung, di situ ada note yang terlipat dan di depannya tertulis 'untuk Retta'. Setelah kejadian seharian di sekolah mendapatkan cokelat dua kali. Dan sekarang dia mendapatkan bunga tulip putih.
"Sepertinya anak ayah sudah memiliki seseorang yang spesial."
Semua kebingungan Retta sedikit terlupakan karena kata-kata ayahnya. "Apaan sih emang nasi goreng spesial. Retta juga nggak tau itu bunga dari siapa."
"Ayah nggak akan marah kalau itu emang benar. Ayah cuma mau kamu fokus belajar terlebih dahulu dibandingkan memikirkan hal-hal seperti itu." Memegang pipi anaknya ayah melanjutkan. "Kamu mengerti Retta?"
"Retta ngerti ayah." Retta tersenyum.
Ayah balas tersenyum mengusap kepala anaknya. "Ya sudah ayah ke kamar dulu. Nanti kita makan malam bersama."
Retta mengangguk, memandang ayahnya yang hilang dibalik pintu kamar.
Kembali duduk di sofa, Retta menatap bunga itu, membuka note yang terlipat tadi.
Tulip putih, simbol permintaan maaf.
Mungkin ini hadiah permintaan maaf terakhir sebelum lo menerima hadiah maaf yang sebenarnya.
AR
Retta membaca tulisan itu, dia tidak percaya bahwa orang yang memberinya bunga dan cokelat adalah orang yang sama. Si AR, orang yang membuat Retta pusing seharian karena memikirkannya.
Dalam benaknya Retta berpikir jika AR itu adalah Arven sahabat dekat Regha. Jika memang benar itu dari Arven, mungkin semua hadiah ini pemberian dari Regha. Regha menyuruh Arven karena cowok itu tidak berani meminta maaf secara langsung padanya.
Apalagi mengingat sifat Regha yang sangat gengsi untuk meminta maaf pada orang lain.
Tapi Retta tidak boleh dulu percaya diri, bisa jadi bukan Regha yang memberinya hadiah. Regha tidak pernah memberi hadiah pada orang lain itu kata Vera. Selalu dia yang mendapatkan hadiah dari fansnya bukan sebaliknya. Apalagi orang yang mengaku sebagai fans Regha kebanyakan perempuan, jadi itu hal mustahil jika benar semua hadiah itu darinya.
***
"Karena sudah bel istirahat, pemabahasan materinya ibu lanjutkan besok." Bu Wati-guru bahasa Indonesia-menutup jam pelajaran karena bel istirahat yang berbunyi nyaring. Membereskan barang-barang Bu Wati keluar kelas 9A.
Setelah Bu Wati keluar, anak-anak langsung menyerbu keluar kelas. Mengisi perut kosong di kantin.
"Lo beneran mau makan di kantin kan, Ta?"
Retta memasukkan alat-alat tulis yang tadi dia keluarkan saat belajar ke tempat pensil sambil mengganguk. "Iya tapi lo duluan aja nanti gue nyusul, gue mau naruh hasil prakarya kelompok gue dulu di loker."
Vera mengangguk dengan semangat. "Oke, lo mau makan apa? Nanti gue pesenin."
"Batagor kayaknya enak."
Jempol Vera teracung. "Sip." Lalu Vera melenggang keluar kelas menuju kantin.
Kembali memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, Retta bangkit berdiri sambil membawa hasil prakarya kelompoknya. Berjalan keluar kelas, lorong sudah di penuhi anak-anak yang bercakap-cakap dan juga yang tengah duduk di bangku panjang yang tersedia di depan kelas masing-masing.
Retta membuka pintu lokernya, meletakkan hasil prakaryanya ke dalam sana. Menutup pintu loker, Retta langsung terkejut oleh orang yang berdiri di samping pintu lokernya. Orang terakhir di muka bumi yang ingin Retta temui.
"Ngapain lo di situ?" Retta melotot menatap Regha yang berdiri di sebelah lokernya dengan gaya santainya yang biasa.
Cowok itu tidak menjawab pertanyaan Retta, tapi mengulurkan tangannya. Retta menatap sebuah kotak yang berada di tangan Regha dengan kedua alis terangkat.
"Ini buat lo. Mungkin kemarin lo udah dapet hadiah permintaan maaf gue yang lain."
Retta tak percaya dengan indra pendengarannya. "Jadi semua itu dari lo?"
Regha mengangguk.
"Gue nggak percaya, lagian insial nama pemberi itu AR bukan huruf R doang." kata Retta dengan melipat kedua tangannya di dada.
Regha tersenyum, apa Retta tidak salah lihat. Regha tersenyum manis tanpa embel-embel mengejek seperti biasa. "Lo lupa sama nama lengkap gue? Nama lengkap gue Arfaregha Dalfario, dengan awalan AR."
Oh tuhan... kenapa Retta bisa lupa nama lengkap cowok sombong ini. Nama lengkapnya berawalan dengan AR, jadi semua pemikiran Retta kemarin ada benarnya.
Semua siswa-siswi kelas sembilan yang berlalu lalang di sepanjang koridor berhenti berjalan satu persatu karena melihat interaksi Regha dengan Retta. Dan dari satu orang yang berhenti berjalan terbentuk lah kerumunan yang merubungi mereka berdua.
"Gue tau gue salah karena merusak kacamata yang berarti banget buat lo. Dan bukannya bertanggung jawab kemarin, gue malah bilang kacamata lo nggak ada harganya kalo di jual. Gue bener-bener minta maaf."
Penuturan Regha dengan suara lembut dan pelan, membuat semua orang tertegun, termasuk Retta. Dia tidak percaya dengan ucapan Regha. Cowok itu sama sekali tidak menampilkan tingkahnya yang biasa. Sok berkuasa. Tapi kali ini Regha benar-benar berbeda.
Apa cowok itu habis terbentur tembok?
"Gue nggak butuh hadiah dari lo."
"Untuk pertama kalinya gue memberi hadiah ke orang lain. Dan untuk pertama kalinya gue ditolak." Regha tetap tersenyum manis mengatakan hal itu. "Gue nggak suka penolakan."
Kata-kata terakhir cowok itu membuat Retta tercengang, nada otoriter itu menampilkan kembali sifat asli Regha.
"Nih," Regha menarik tangan Retta lalu meletakkan kotak itu di tangannya yang terbuka. "Gue mau lo pakai kacamata ini."
Retta bengong, seperti orang bodoh.
Dengan tidak sabaran karena melihat Retta yang hanya diam tanpa merespon ucapannya. Regha langsung membuka kotak itu, mengambil kacamata di sana. Dan melepaskan kacamata yang bertengger di hidung Retta digantikan dengan kacamata yang dia belikan pada Retta.
Kerumunan di sana jadi ricuh, hal yang sangat langka sedang terjadi. Regha yang biasanya tidak pernah berinteraksi dengan perempuan sekarang sedekat ini dengan Retta. Dimana Regha yang tidak peduli pada hal di sekitarnya?
"Mungkin kacamata ini nggak sama kayak kacamata lo yang gue rusakin." Tatapan lembut Regha semakin membuat Retta terpaku. "Tapi seenggaknya gue udah nyari yang hampir sama kayak kacamata lo yang dulu."
Regha tersenyum, lesung di pipi kanannya muncul. "Dipakai ya, jangan pernah di lepas."
Setelah mengucapkan itu Regha mengusap kepala Retta, yang seketika membuat semua perempuan memekik tertahan.
TBC(04-10-17)
_________
Terima kasih yang udah ngeluangin waktunya untuk baca.
Aping🐼
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top