one

Dalam hidup, aku yakin sekali ketika seseorang mulai menuliskan kisahnya untuk dilihat dunia, ada beberapa hal yang berubah dalam grafik hidupnya, seperti lonjakan, atau saat mereka berbalik dari yang terus menanjak menjadi jatuh tak bersisa. Aku, di sisi lain, mungkin merasa grafik hidupku mendapatkan kejutan sedikit, hanya sedikit, sehingga dalam beberapa saat yang sangat langka aku bisa merasakan sesuatu berubah dan barangkali semuanya tidak seperti yang kukira.

Dan namaku Emma Johnson. Orang-orang sering sekali melihatku sebagai sosok sempurna. Atau bahkan bisa saja mereka berpikir aku hanya ada untuk membuat kisah si tokoh protagonis kelihatan lebih menarik dan mereka dapat mengutukku setia kali aku muncul dalam cerita. Aku memiliki segalanya tanpa perlu bersusah payah. Pacar sempurna. Teman dan sahabat yang menyenangkan dan aku nyaris tak pernah kesulitan. Maksudku apa yang dapat menyulitkanku? Jason, pacarku, suatu kali pernah berkata aku benar-benar seperti tokoh dalam buku ini yang punya segalanya dalam hidup; kesempurnaan dan keindahan. Kau mungkin tidak melihat ada gejolak dalam grafik hidupku karena jika tidak ada mereka terlalu kecil. Tidak benar-benar penting.

Jika kau ingin, kau bisa membayangkan Jason sebagai Chris Evans; berotot dan tampan dalam perannya sebagai Steve Rogers. Dan memang begitulah Jason; kapten baseball, punya senyum memikat, lesung pipit yang akan membuat cewek-cewek melemparkan pakaian dalam mereka hanya untuk melihatnya dan hati yang sangat bijak. Jika aku berkata Jason adalah gay karena kami tidak benar-benar pacaran, mungkin kau akan percaya. Maksudku, aku sering mendengar orang-orang punya masalah dengan hal ini, 1) jika cowok itu tampan dan tidak brengsek maka mereka gay, 2) jika tidak dimiliki cewek beruntung lain maka mereka adalah gay, seolah-olah tidak ada cowok straight yang dapat menjadi bijak dan tidak dimiliki cewek beruntung, mereka hanya meributkan hal itu dan berpikir bahwa dunia tak adil dan berdoa pada Tuhan agar mereka kembali pada jalan yang benar (aku merekomendasikan lebih baik mereka berdoa untuk diri mereka sendiri karena tidak berpikiran terbuka).

Sayangnya aku tidak bisa membuat para cewek mengumpat dan mendesah tak berdaya karena Jason straight, dan kami punya hubungan yang agak rumit. Bayangkan saja, Jason menyukai sahabatku setengah mati yang berpacaran dengan cowok ini dan aku tahu dia cinta setengah mati dengan pacarnya yang kebetulan aku mempunyai masalah dengan cowok itu karena aku menyukainya juga setengah mati. Jadi masalah terselesaikan, kami benar-benar pasangan paling menyedihkan setengah mati.

Dan untuk bagianku, kau bisa membayangkanku sebagai Bella Thorne, ketua Cheerleader (apa yang harus kukatakan? Hidupku memang klise), seksi dan cantik. Kau akan sering melihatku di meja anak-anak populer di sekolah, tertawa pada setiap perkataan tidak lucu Jason dan membuat semua cewek di tahun pertamanya berharap aku terlindas truk sampah.

Hanya saja, seperti bagaimana semua orang yang kelihatan sempurna terlihat, selalu ada rahasia-rahasia lain yang tersembunyi di balik senyum lebar dan ejekan konyol. Dan pada akhirnya, tidak ada lagi kesempurnaan, bahkan setelah kau pikir kau adalah salah satunya.

°°°

"Tidak bisa dipercaya. Apakah kau sadar mereka membuat ruangan ini lebih besar di bagian kiri? Tiang itu seharusnya tidak dibangun di sana, dan apa-apaan itu? Jika mereka ingin memasang pita-pita kecil di spanduknya, mereka harus melakukannya di kedua sisi. Itu namanya tidak adil sekali." Amber berkata dengan kesal.

Aku menyesap minumanku sambil tertawa pelan. "Setidaknya mereka melakukan hal benar dengan pengeras suara dan musiknya?"

"Benar, kedua sisinya sama besar. Oh astaga, Emma! Aku melakukannya lagi."

Kami berdiri di tengah-tengah ruangan. Seharusnya ini jadi prom terakhir kami dan memang benar itulah yang terjadi. Tapi dalam kamusku prom akan benar-benar dilaksanakan jika Jason tidak terlambat, atau Ed tidak sedang sakit perut dan terus bolak-balik ke kamar mandi. Ini tentu saja tidak berakhir seperti yang kami kira. Bukannya aku mengeluh atau bagaimana. Aku selalu menunggu sesuatu yang menarik terjadi dan lihat sejauh mana itu akan mempengaruhiku.

"Tidak apa-apa Amber. Kau hanya gugup, aku tahu itu, seharusnya Ed tidak sakit perut."

"Oh ya! Astaga. Aku belum menanyakan pendapatmu. Apakah gaunku bagus? Aku tidak ingin mereka mengiraku seburuk Merly dalam berpakaian. Kautahu, aku tidak yakin style abad ke berapa yang dia kenakan."

"Benar, dan warnanya ...," kami memperhatikan Merly, berdiri beberapa meter di hadapan kami dan sedang mengunyah sesuatu dengan menjijikkan. "Eww. Tidak akan dalam hidupku aku ingin bepergian dengannya, atau bahkan menjadi seperti dia."

"Betul sekali. Nah jadi, bagaimana Em?" Amber berputar di hadapanku.

"Sempurna. Sungguh. Tapi ... apakah kau pikir kau agak gendutan?"

"Apa? Tidak mungkin! Aku rajin pergi ke gym. Sama sekali tidak mungkin."

Mau tak mau aku tertawa. "Santai saja, Amber. Kau secantik biasanya."

Amber memutar mata. Dia menarikku ke lantai dansa dan mengedip pada Ben ketika cowok itu jelas-jelas memandangi kami. Aku merasa kasihan padanya, juga pada orang-orang yang berharap Amber dapat melirik mereka seperti bagaimana Amber melirik Ed. Kubuang jauh-jauh pikiranku ketika melihat Candice dan Alyson bergerak mendekati kami.

"Kautahu, ada sebuah kisah--" Aku memotong perkataan Amber sebelum dia sempat bicara.

"Hai Candice, Alyson!" Tidak sulit memasang ekspresi gembira dan tertawa-tawa sewaktu Candice dan Alyson menyapa balik dan memelukku.

Aku tak pernah suka mereka. Dalam hidup, satu hal yang paling aku sesali adalah mendengarkan nasihat mereka suatu kali di tahun juniorku. Ketika mereka berbisik padaku bahwa Trenton itu hebat di ranjang dan dapat membuat duniaku jungkir balik dan dia pasti dapat membuatku ketagihan. Kenyataannya tidak. Tidak sama sekali. Semua itu tidak hebat. Bahkan ketika seharusnya aku mengalami saat-saat di mana aku melihat bintang-bintang di mataku seperti yang Candice dan Alyson sering katakan. "Saat kau orgasme, kau akan merasa sangat hebat. Bahkan luar biasa. Sama sekali tidak bisa terkatakan." Ya aku mendapatkannya, kupikir, tapi aku tidak suka Trenton. Aku lebih suka melakukannya sendiri. Dan mereka akan mengatakan hal selanjutnya yang mungkin mirip-mirip dengan ini, "Aku tidak bisa menghitung berapa kali aku mendapatkan orgasme yang luar biasa dari Trenton. Kau tidak akan percaya, Emma."

Tapi meskipun Candice dan Alyson adalah penggila seks dan terkadang menyebalkan, mereka selalu tahu bahwa ciuman adalah hal paling penting buatku dan mereka sama sekali tidak keberatan dengan masalah itu. Maksudku, berada di kasta populer terkadang membuat depresi. Seperti kenyataan bahwa tidak semua orang di sekolah suka menonton anime kecuali bahwa mereka kutu buku atau semacam orang aneh. Jadi tentu saja aku tidak bisa melakukan pembicaraan antar teman pada mereka semua.

"Lihat kami mendapat undangan keren," Alyson memperlihatkan pada kami tiket berwarna emas. Di atasnya tertulis nama Alyson dan Candice dalam warna biru terang. "Kalian juga pasti akan dapat. Pesta ini hanya dihadiri orang-orang keren."

"Dan kudengar akan ada pemandian air panas." Candice menambahkan.

"Dan cowok-cowok seksi dari berbagai klub. Bayangkan, para cowok dari tim hockey punya bokong yang bagus." Mereka terkikik. Dan tentu saja aku ikut terkikik.

"Pastikan kalian punya bikini yang seksi," kata Alyson.

"Dan modis," tambah Candice.

"Dan simetris," Amber terkikik.

Sewaktu mereka pergi, kepalaku sudah berdenyut.

"Aku penasaran siapa yang membuat pestanya. Kedengarannya hebat sekali, kan? Pasti akan jadi romantis."

Aku bersyukur sekali sewaktu melihat Jason mendekat. Dia tersenyum malu ketika melihatku bersama Amber. Aku selalu penasaran mengapa Amber tidak melihat bahwa Jason begitu tergila-gila padanya. Dan selalu penasaran juga mengapa Jason tidak pernah punya keberanian untuk memutuskanku agar dia dapat mengejar Amber. Lagi pula hubungan kami hanya berdasar pada hal tidak penting khas anak populer. Cewek paling cantik harus berpacaran dengan cowok paling tampan. Kecuali beberapa alasan lain yang tidak pernah diketahui orang banyak. Alih-alih melihatnya sebagai pacar, aku lebih suka menganggap Jason rekan kerja.

Amber tersenyum penuh arti padaku. Dia menyikutku dan berbisik, "Sampai nanti, Em." Dan pergi, mungkin mencari Ed. Aku merasakan sengatan rasa sakit ketika membayangkan Ed, sahabatku dari Sekolah Dasar ....

"Em," Jason membuyarkan lamunanku, aku tersenyum main-main padanya dan berkata.

"Kemari tampan, aku tahu kau punya rencana. Dan kau harus melakukan sesuatu untukku nanti karena datang terlambat." Aku mengajaknya berkeliling sebentar, berdansa saat musiknya menjadi lebih pelan, apa pun. Syarat yang lain, buatlah pertunjukkan. Aku bisa merasakan tatapan orang-orang di punggungku ketika aku menarik Jason keluar dari lantai dansa untuk mengambil camilan.

Mataku menangkap Noah dan Millan; berpakaian dan kostum kangguru dan sedang melompat di antara orang-orang. Mereka melihatku, menyebut namaku bergantian dan berputar dalam lompatan ala kangguru.

Aku tertawa. Lalu Jason mencoba menarik perhatianku kembali dengan menarik tanganku lembut dan menggenggamnya. Dalam beberapa keadaan aku selalu menganggap perbuatannya itu manis dan berharap dia tidak terlalu jadi banci dengan terus bersamaku dan tidak berusaha mendapatkan Amber.

"Aku tidak ingin membuatmu panik nanti," Suara Jason pelan, aku menatapnya dengan alis terangkat.

"Yeah?"

Jason mengangguk. "Hanya ingin mengatakan itu. Aku tahu kau tidak suka kejutan."

"Dan omong kosong." Aku menambahkan.

"Oh tidak, kau menyukai omong kosong." Jason tertawa dan aku perlu mendorong bahunya main-main agar dia berhenti.

"Yeah, terserah. Punya pikiran kau akan mengatakan pada Amber bahwa kau menyukainya?"

Ada jeda panjang di mana Jason mengerutkan alis dan berpikir. Aku, di sisi lain, selalu suka melihat wajahnya berkerut memikirkan segala kemungkinan. Wajahnya akan kelihatan imut.

"Sepertinya bukan ide bagus." Jason akhirnya berkata. Dia menatapku dengan tatapan yang sama setiap kali dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan dan menyerahkan semua keputusannya padaku. Kupikir yang ini manis juga, Amber akan senang mendapatkan semua perhatian Jason seandainya suatu saat mereka menyatu. Seandainya.

"Apa? Kau ingin minta saranku?"

Jason mengangkat bahu. "Kau kan sahabatnya."

"Yeah, benar juga, idiot. Satu pertanyaan untukmu, mengapa kau tidak pernah berusaha keras mendapatkannya. Ini tidak seperti Amber akan selamanya bersama Ed. Maksudku, kita kan masih SMA, masih banyak harapan."

Jason mengeluarkan tawa canggung. Aku mengumpat.

"Hey, bukan salahku jika aku sebegini naifnya."

"Dengar, Jason. Pertama, itu bodoh dan kedua, kau harus mengatakan sesuatu! Setidaknya sedikit pertanda di sini dan di sana, kautahu kan, agar Amber bisa melihat bahwa kau--"

"Dan membuat semuanya jadi canggung?" Jason memotong ucapanku. Aku mengerjap sejenak, lalu memutar mata padanya.

"Itu kan bisa diselesaikan nanti."

"Lalu bagaimana kau akan menyelesaikannya? Dengan mengatakan, 'Amber, selama setahun ini kami hanya berpura-pura.'? Dan bagaimana jika dia bertanya padamu--"

"Oke, cukup, terima kasih. Sudah lebih baik sekarang." Aku memutar mata lagi, yang mendapatkan senyuman dari Jason. Lalu mendadak dia merangkulku, dan aku harus berusaha keras mendorongnya menjauh sebelum dia berhasil mengacaukan tatanan rambutku yang jelas sangat sempurna.

Kami berkeliling sebentar, mengobrol dengan Mrs. Maureen di sudut bersama guru-guru lain yang kelihatan tersiksa karena menyenangkan melihat mereka berpura-pura menikmati acara dengan segelas wine sampai penobatan Raja dan Ratu prom pun dimulai. Musik berubah menjadi dramatis. Dan ketika namaku dan Jason disebut, aku tersenyum lebar. Kami menaiki tangga menuju panggung; aku memasang senyum terbaikku, Jason merangkul pinggangku. Aku sudah sering melalui hal semacam ini sampai-sampai aku sudah terbiasa. Aku melihat Ed dan Amber di tengah-tengah kerumunan, berusaha untuk keseribu sekian kalinya agar senyumku tidak berkedut. Orang-orang bersorak. Candice dan Alyson berdiri di dekat tiang dan mulai memperagakan gerakan nakal. Untuk beberapa saat aku meresapi semua kejadian ini. Setiap detiknya. Dan berpikir, astaga aku akan merindukan masa SMA.

Kemudian grafik kehidupanku mengalami lonjakan. []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top