day 4: kisses - telan, menelan [izureiya]

Kasus romantis di antara Niounomiya Izumu dan Himeya Reiya.

warning: metaphorical cannibalism, canon divergence

.

Huh.

Bibirnya kering.

Izumu sesungguhnya tak pernah berpikiran muluk-muluk tentang sesuatu yang sentimental. Bukan gayanya sekali untuk tenggelam dengan penuh penghayatan, menguraikan segala emosi perlahan-lahan.

Jadi, barangkali itu adalah bagian rasa suka, pikirnya. Untuk menguliti satu persatu rupa Reiya.

Memakan adalah bagian dari identitas Niounomiya Izumu. Karnival―Kanibal. Daging, tulang, jiwa. Ah, itu hiperbola, sungguh. Tak ada yang menyenangkan dari hidangan berupa manusia. Menjijikkan. Tidak enak. Kendati, dia akan terus mengatakan julukannya dengan bangga. Sebagai pertanda dominansi―yang nomor satu.

Maka dari itu, Izumu cukup terkejut.

Lidahnya spontan menyapu bibir Reiya. Sekali lagi, barangkali. Beriring dengan sebelah tangan yang ikut menyelipkan anak rambut ke belakang telinga yang menggelitik pipi―mengganggu. Mhm, bibir Reiya kering sekali. Pecah-pecah bahkan. Mungkin itu kebiasaan yang bercabang dari skala prioritas mengurus diri yang berada di urutan belakang. Kebiasaan jelek. Sesekali, Izumu memang perlu menyeretnya keluar dari zona hidup suram. Reiya terlalu menghayati perannya sebagai Dewa Kematian untuk seseorang yang terlalu manusiawi menjadi Dewa.

Napas sejenak dihela, dan Izumu mendengarnya melenguh. (Huh. Apa.) Reiya enggan untuk menengok dan menutup erat kedua matanya, seperti yang telah lalu-lalu, tetapi Izumu merasa tidak terlalu keberatan kali ini. (Yah, hanya aku yang mesti melihat.) Wajahnya memerah sekali sampai ke telinga. Tomat? Apel? Hmm ... stroberi. (Menggelikan, Reiya lucu sekali.)

Oh, sungguh. Bila Izumu dapat mengigitnya tanpa perlu menggilas, memakannya tanpa perlu menelan, atau menjadi bagiannya tanpa perlu bersatu, dia tergoda untuk melakukannya sekarang.

Oh, kompleksitas semacam itu tidak cocok sekali untuk dirinya, ya. Gyahaha, apa-apaan itu barusan?

"Sebentar―Izumu―"

Ah. Dipikir-pikir lagi, Reiya jarang sekali menyebut namanya. Apakah itu rasa malu? Karena nama adalah bagian berharga dari identitas, semacam itulah. Baiklah, dia tidak akan merajuk kali ini dan menurut. Jadi, jarak dari wajah mereka adalah bukti bahwa Izumu cukup puas untuk mengalah.

Napas Reiya tidak beraturan selagi menutup mukanya sendiri dengan tangan. "Time out, time out."

"Gyahah!" Ujung-ujungnya, Izumu hanya mencetus tawa seperti biasa. "Ojou benar-benar tidak berpengalaman soal beginian, ya?"

"... diam kau."

"Bukan masalah besar~! Ada banyak waktu, ada banyak waktu."

Ada banyak waktu untuk mencernamu secara utuhah, tetapi Izumu bukan orang yang begitu dramatis dengan metafora dan hiperbola untuk mengatakan hal demikian. Dia melebarkan senyum, membiarkan hening mengisi ruang di antara mereka.

"Ojou―" Izumu kembali mencerocos, tetapi menghentikan diri untuk mengganti, "Reiya."

Tak ada sahutan, tetapi dia yakin Reiya akan tetap mendengar.

"Aku sungguhan menyukaimu, loh."

"... oke."

Oh, dia menyahut.

Izumu berkata nyaris seperti bersenandung, "Kita pacaran sekarang?"

"Teman mana yang ciuman―ah, tetapi itu hobimu, ya."

"Jangan cemburu."

"Aku tidak cemburu."

Wow. Hubungan aneh ini menjadi jelas sekarang, Izumu cukup terkesan. Dia mendadak merasa memiliki banyak waktu untuk melakukan berbagai hal.

"Aku jadi bersyukur masih hidup."

Itu hanya perkataan asal. Izumu tidak begitu takut dengan kematian sebagai seorang pembunuh bayaran (mantan, sekarang). Dia menyadari tak ada justifikasi dalam perbuatannya sendiri selain kesenangan pribadi, jadi akhir menyedihkan atas brutalitasnya adalah penutup yang sepadan.

"... jangan mati lagi." Namun, ah, itu traumatis bagi Reiya, ya. Mengesankan, ada yang bersedih atas kematian seorang monster yang memakan segalanya. Sungguh suatu rekor hidup.

Izumu mau tak mau mendengkus geli. "Kata seorang Dewa Kematian."

"Aku menunda memanen jiwamu, berterimakasihlah."

"Lengah sedikit juga akan kumakan." Lalu, jeda. "Saling mengambil jiwa satu sama lain romantis juga, ya."

"Itu romantisasi."

Ledak tawa, lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top