27. Ketidakjelasan Satu Hari
Dering ponsel membuat Anggara terbangun. Ia memijat pangkal hidung, lalu duduk sejenak memandang sekeliling. Seperti biasa, seperti pagi-pagi sebelumnya. Anyelir masih tertidur lelap memunggunginya. Ia selalu bangun lebih pagi dibanding Anyelir. Anggara pun selalu membangunkan gadis itu karena alarm jenis apa pun tak berguna melakukannya. Percayalah, menikahi Ni Kadek Anyelir Cokroatmojo ibarat mengadopsi adik perempuan manja secara tidak langsung. Alih-alih membangunkan sang putri tidur, ia meraih ponsel di atas nakas. Ada beberapa pesan masuk.
Arindi 11:
Kamu di mana? Aku rindu kamu ....
Anggara mengabaikan pesan itu, lantas menggeser layarnya. Ia tak pernah mengingat baik nama jajaran perempuan yang pernah jadi teman minum kopinya. Oleh karenanya Anggara selalu menyimpan kontak mereka dengan nama Arindi. Hanya saja ia seringkali lupa menghapus nomor perempuan-perempuan tersebut setelah urusan mereka selesa, tapi siapa peduli? Toh, ia tak punya urusan lagi dengan mereka.
Arindi 12:
I saw u at Malioboro with a girl. Is that ur new partner?
Anggara sempat mengernyit sejenak, kemudian mengabaikannya. Lagi pula siapa peduli kalau teman minum kopinya melihatnya bersama Anyelir? Ia lanjut membuka pesan lain dari sekretarisnya. Hari ini merupakan hari yang paling ia tunggu-tunggu, penobatannya di Prana Development Yogyakarta.
"Nye, bangun ...," bisik Anggara sambil mengusap bahu gadis itu.
Bulu mata lentik Anyelir bergerak, lalu terdengar racauan, "Aku libur kuliah, cuma ada kursus piano nanti sore ...."
Gadis itu menarik selimut hingga menutupi wajahnya dan menyisakan helaian rambut. Lihat? Wajar 'kan kalau Anggara menyebutnya putri tidur?
"Bangun, Nye. Kamu harus sambutan di depan semua kolegaku pagi ini."
Dan seperti biasanya, Anyelir pasti akan berceloteh tentang, "Aku benci hari ini. Aku benci jadi istri kamu," sambil berjalan lunglai menuju kamar mandi.
"Tag line kamu bisa lebih kreatif lagi nggak, Nye?" sindir Anggara.
"Nggak," jawabnya singkat disusul suara bantingan pintu.
Anggara mengusap layar tablet untuk memantau perkembangan Atmojo Konstruksi. Kemarin ia mengikuti rapat evaluasi bersama Hermawan Cokroatmojo. Semoga dengan strategi yang ia sampaikan kepada Pak Hermawan bisa sesuai prediksi. Atmojo Kontruksi bisa pulih sepenuhnya dalam hitungan setahun. Selain menyumbang ide dan strategi, ia pun memberi suntikan dana yang tak main-main. Anggara mungkin tidak menjalankan Atmojo Kontruksi secara langsung, tetapi ia memegang kendali berdasarkan surat kontrak yang ada sebagai investor utama. Menggantikan investor-investor yang angkat kaki karena telah mengendus kebangkrutan Atmojo Konstruksi.
Dan yang terpenting, Prana Development bisa berkembang pesat setelah Atmojo Konstruksi pulih. Sekali dayung, dua pulau terlampaui.
"Papa sama Mama kayaknya datang agak telat," ujar Anyelir ketika sudah duduk di meja rias, memasang anting.
"Iya nggak apa-apa, nanti kamu langsung ke bawah aja. Minta Linggar bawa tas aku."
Anggara lantas menghilang di balik walk in closet, sedangkan keraguan mulai menyambanginya. Ia menarik napas dalam. Walau sudah berlatih beberapa kali dengan mentor public speaking sewaan sang suami, ia tetap merasa kerdil. Seorang Anyelir Cokroatmojo tampil di podium membawakan sambutan? Ditonton banyak orang serta wartawan? Kenapa sih Anggara tidak membatalkan ide konyol yang bisa merusak reputasinya sendiri? Kata Papa laki-laki itu punya segudang strategi cemerlang.
Ck, sumpah sih, ini bukan ide cemerlang sama sekali!
Kegiatan Anyelir menyemprot parfum secara brutal terhenti. Ia melesat mendekati tempat tidur karena ponsel Anggara berdering. Ia membaca nama yang tertera di layar, lalu terdiam cukup lama hingga si ponsel berhenti berdering.
Arindi?
Bersama gejolak aneh yang tiba-tiba merayap dalam benak, Anyelir pelan-pelan meletakkan ponsel Anggara ke posisi semula. Perempuan bernama Arindi itu pasti teman minum kopi suaminya. Perempuan yang menjajakan ranjang hangat untuk suaminya.
Seberapa sering Anggara ketemu Arindi?
Pertanyaan tersebut mendorong Anyelir mematut diri di depan meja rias. Ia punya bulu mata lentik, bola mata cokelat, bibir tipis, postur tubuh ideal, dan kulit seputih pualam. Kemarin-kemarin, semua lelaki berlomba-lomba menjadikannya prioritas nomor satu. Kekasih tiga bulannya tak pernah berani menduakan, karena hanya ia yang boleh melakukan itu. Sekarang? Rasanya aneh, mengetahui lekaki yang satu ranjang dengannya punya perempuan lain. Walaupun itu tidak tertulis dalam kontrak, tetapi rasanya sangat aneh.
Dulu Anyelir sering mendua. Namun, pada kenyataannya ia tak menyukai fakta jikalau ada orang yang menomorduakan dirinya.
"Nye, kamu kenapa diam aja?" Anggara yang tengah memakai dasi menghampirinya. "Sakit?"
Anyelir mengerjap-erjap, lalu mengusap sudut matanya yang basa entah sejak kapan. Ia sendiri pun tak tahu kenapa sudut matanya bisa basah. "Aku nggak sakit, lagi mikirin sambutan aja."
***
Riuh tepukan para tamu undangan memenuhi aula sebuah hotel. Dari mulai CEO perusahaan besar di negeri ini, investor asing, hingga para ketua partai politik terbius oleh sambutan yang dibawakan Anggara. Aura visioner terlihat jelas ketika laki-laki itu sedang berbicara. Anyelir meremas jemarinya, ia takut tidak dapat menyamai langkah laki-laki itu dan perbedaan signifikan mereka semakin terlihat jelas. Ia takut merusak acara hari ini dan membuat malu keluarga besar.
Astaga, sejak kapan ia jadi penakut begini?
"Prana Corporation!" seru Anggara yang masih berdiri di atas podium bersama senyum lebar.
"Jaya, jaya, jaya!" sambut semua orang yang berkontribusi dalam perusahaan tersebut. Termasuk seluruh anggota keluarga besar Anggara.
Saat mencuri dengar pembicaraan Julia Pranadipa dan pembawa acara, sambutan Anyelir dibatalkan dan akan diganti oleh Reno Pranadipa. Namun, ia tidak begitu yakin Anggara menyetujui ide tersebut, mengingat seberapa ekstremnya isi kepala laki-laki itu. Belakangan ini kepercayaan dirinya mulai merontok karena perubahan-perubahan yang Anggara paksakan. Ia tak pernah berbicara di depan umum, hal tersebut adalah hal terakhir yang ia lakukan jikalau bumi sudah porak-poranda.
"Sambutan selanjutnya akan disampaikan oleh istri saya tercinta," ucap Anggara sambil tersenyum ke arahnya, sedangkan ia rasanya ingin sekali menembak laki-laki itu dengan softguns. "Kepada Anyelir Pranadipa, waktu, dan tempat, kami persilakan."
Benar 'kan dugaannya?
Dasar, Anggara sialan, batinnya ketika beranjak menjauhi kursi VIP di tengah-tengah orang tuanya dan orang tua Anggara. Perjalanannya menuju ujung panggung pun ditemani tepuk tangan para tamu. Anggara mengulurkan tangan ketika ia hendak menapaki tiga anak tangga.
"Muka kamu tegang banget," ucap Anggara seraya menepuk sebelah pipinya. "Jangan takut, Nye, kan ada aku."
"Iya, Mas Angga sayang," balasnya sambil mengedipkan satu mata.
Setelah Anggara meninggalkannya menuju meja VIP, barulah tangannya serasa membeku ketika berdiri di podium. Semua tamu menatapnya antusias. Ya, antara antusias dan hendak mengejek memang beda tipis. Suara degup jantungnya pun seketika memenuhi gendang telinga. Sementara pikirannya mencoba memunguti ingatan mengenai sambutan yang akan ia sampaikan. Ayolah, ia sudah berlatih dua minggu penuh!
"Tes, tes, satu, dua, tiga. Anyelir sayang, kamu dengar 'kan?"
Suara bariton khas Anggara menyadarkannya dari ketakutan. Pandangannya langsung tertuju pada jajaran meja VIP dan ternyata laki-laki itu tidak ada di sana. Bagaimana bisa ia tidak sadar? Anggara memasangkan earphone mini saat menepuk pipinya. Beruntungnya, hari ini rambutnya dibiarkan jatuh tergerai.
"Aku sengaja pasang ini di detik-detik terakhir, karena kalau dari awal, kamu pasti akan menyepelekan sambutan ini dan semua orang juga mungkin akan tahu kalau aku ada di belakang kamu. Sekarang kamu pembukaan dulu, sebut nama Mas Revan, Papa, aku, baru Eyang Putri."
Anggara sangat menyebalkan, tetapi untuk kali ini saja Anyelir ingin jujur bahwasanya suara laki-laki itu membuatnya tenang. Lantas demi mendapat ketenangan lebih jauh dan kendali penuh atas diri sendiri, Anyelir menarik napas panjang. "Good Morning, Ladies and Gentleman. My name is Anyelir Pranadipa. On this occasion, please allow me to say a word or two about Prana Development ...."
"Pembukaan kamu bagus, Nye. Jangan lupa ya, kado ulang tahunku nanti malam."
Suara laki-laki itu terdengar lagi di tengah-tengah sambutan yang sedang Anyelir sampaikan. Untung saja tatanan bahasanya tidak langsung buyar!
Baiklah, sampe sini dulu deh. Semoga masih ada yang nunggu cerita ini 😁
Have a nice dream ❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top