6 | Meet up
Raykarian Haris: Namamu Dy Madia? Nama asli?
Dy Madia: Kadian Madia, tapi dipanggil Dy.
Dy Madia: Namamu hanya Raykarian Haris saja?
Raykarian Haris: Nama depanku Manggala, nama ayah.
Dy Madia: It's cool, seperti nama bangsawan zaman dulu
Raykarian Haris: Hahaha, namamu juga unik, Dy
Raykarian Haris: Ngomong-omong, apa kau tahu tentangku?
Dy Madia: Uhm, sedikit, kau benar-benar Ray Haris, fotografer itu kan?
Raykarian Haris: Ya, bagaimana kau bisa tahu?
Dy Madia: Belum lama ini aku mencari-cari tahu tentangmu
Dy Madia: Jangan khawatir, aku bukan penggemar aneh atau semacamnya
Dy Madia: Aku orang biasa, yang butuh riset tentang fotografi alam liar.
Raykarian Haris: Kau serius? Riset untuk apa?
Dy Madia: Aku penulis, jangan dicari karena belum ada buku yang kuterbitkan.
Raykarian Haris: Jadi, ini untuk buku pertamamu?
Dy Madia: Tidak juga, aku ghost writer, tulisanku diterbitkan atas nama orang lain.
Raykarian Haris: What? Really?
Dy Madia: Yeah, dan meskipun mengejutkan, tapi ini pekerjaan yang lumayan. Karena itu aku serius mengerjakannya, dan berharap bisa dibantu olehmu.
Raykarian Haris: Well, aku enggak tahu persisnya harus membantu soal apa, tapi aku sendiri juga enggak lama di Indonesia dan ada alasan penting atas kepulanganku kali ini.
Dy Madia: Oh, aku lihat di profilmu, kau butuh pasangan, seseorang mendesakmu segera menikah? Sori, aku lihat informasi usiamu juga.
Raykarian Haris: Aku enggak mencari seseorang untuk menikah, hanya pasangan.
Dy Madia: Maksudnya, kau butuh teman kencan hanya selama tinggal di Indonesia?
Raykarian Haris: Ya, begitulah, mantan istriku akan menikah lagi dan aku merasa situasinya akan lebih baik jika aku menghadiri acaranya bersama pasanganku juga.
Dy Madia: What? Mantan istri?
***
Ray meringis membaca balasan dari Dy, entah mengapa ia merasa itu reaksi natural. Dy mungkin tidak menyangkanya. Meski beralasan untuk riset, tapi tetap saja kenyataan Dy menggunakan aplikasi kencan online pastilah untuk mencari pasangan juga. Ray sadar, tidak banyak perempuan Indonesia yang berminat menjalin hubungan dengan pria gagal.
Dy Madia: Eh, sori, aku harap enggak menyinggungmu
Dy Madia: Walau karya fotomu terkenal, tapi sedikit sekali info tentangmu di internet, jadi aku terkejut tadi, maafkan aku.
Reaksi Dy ini lebih baik dibanding reaksi pasangan kencan Ray yang sebelumnya.
Raykarian Haris: Iya, walau bekerja dengan kamera, aku menghindari diliput media
Raykarian Haris: Aku enggak tersinggung.
Dy Madia: Sungguh? Soalnya aku benar-benar membutuhkanmu
Dy Madia: Ini riset yang sangat penting dan jika perlu, aku bersedia membayar untuk informasi tentang fotografi alam liar yang kudapat darimu
Dy juga lebih berterus terang, tapi jika menanggapi Dy, Ray tidak yakin dia punya cukup waktu untuk mencari pasangan. Amelia sudah meneleponnya, dan bersikeras akan mengirimkan tiket keberangkatan ke Yogyakarta minggu depan.
Raykarian Haris: Aku minta maaf karena harus mengatakan ini, tapi saat ini aku enggak punya cukup waktu untuk melakukan hal lain.
Raykarian Haris: Aku benar-benar harus mencari pasangan.
Dy Madia: Oke, jadi kriteria pasangan yang kau inginkan seperti apa?
Dy Madia: Apakah harus cantik? Seksi? Atau bagaimana?
Balasan itu membuat Ray terdiam cukup lama, apa yang Dy Madia coba lakukan?
Raykarian Haris: Secara fisik aku berharap dia orang yang percaya diri saja, tapi untuk lebih spesifiknya, aku membutuhkan pasangan yang bersedia ikut denganku ke Yogyakarta.
Dy Madia: Yogyakarta?
Raykarian Haris: Ya, aku berasal dari sana, mantan istriku juga, dulu kami tetangga
Dy Madia: Oke, jadi kapan pernikahannya?
Raykarian Haris: 1 Januari, tapi karena sudah bertahun-tahun enggak pulang, keluarganya mengharapkanku tinggal beberapa hari.
Raykarian Haris: Tepatnya satu minggu, jadi paling enggak minggu depan aku harus membawa seseorang bersamaku ke sana.
Dy Madia: Oke, bawa aku ke sana, dan sementara itu, kau harus bersedia menjadi narasumberku.
Ray hampir tidak mempercayai balasan yang diterimanya, apakah ini serius?
Dy Madia: Aku serius, enggak usah mencari pasangan lain, aku saja.
***
Crazy! Kalika Kadian Madia sudah gila.
Dy memandangi layar ponselnya, pada balasan yang baru dikirimkan pada Ray Haris. Ini gila, benar-benar gila. Tapi ia tak mau melepas kesempatan untuk bisa berkomunikasi lebih jauh dengan Ray Haris. Penting untuknya mengetahui teknik-teknik pengambilan gambar, bahkan jika mungkin ia ingin melihat langsung bagaimana Ray menggunakan kamera.
Dy mengangguk-angguk, ini adalah solusi bagi persoalan mereka berdua. Ray butuh pasangan dan Dy butuh narasumber untuk bahan ceritanya. Dy sudah berjanji ia akan melakukan apa saja demi menyelesaikan cerita ini. Lissa sudah mendesak untuk bab pertamanya dan Dy tidak bisa menunda-nunda hal ini lebih lama.
Raykarian Haris: Kau serius?
Dy Madia: Seperti yang sudah kukatakan
Dy Madia: Lagipula ini akan jadi solusi untuk persoalan kita berdua, kau butuh pasangan untuk pernikahan mantan istrimu dan aku butuh narasumber untuk ceritaku
Ray Haris seorang duda! Dy benar-benar tidak menyangka saat tadi Ray mengatakan tentang itu. Jika teman-temannya tahu tentang hal ini, pasti akan heboh sekali. Apalagi jika menceritakan tentang kenekatannya bersedia ikut ke Yogyakarta dengan Ray selama satu minggu. Astaga! Yumna dan Ayaka pasti akan langsung ribut.
Raykarian Haris: Maafkan aku, tapi aku rasa ini enggak tepat untukmu
Balasan itu membuat Dy terkejut, apa-apaan ini?
Raykarian Haris: Entah apa yang ada dalam pikiranku, tapi kau terlalu muda untukku dan aku enggak ingin menghadirkan situasi canggung, itu bisa membuat mantan istriku, juga keluarganya justru khawatir.
Raykarian Haris: Aku akan memberikan alamat emailku, kau bisa membuat daftar pertanyaan dan aku akan menjawabnya.
What! Dy geleng-geleng kepala, hal ini tidak boleh terjadi.
Dy Madia: Ayo kita bertemu dulu.
***
Bertemu? Ray sampai harus membaca ulang semua chat dengan Dy, apakah gadis ini benar-benar serius? Bukannya Ray tidak merasa tertolong, tapi dengan gadis berusia dua puluh tiga tahun, Amelia bisa jadi akan khawatir, apalagi sang ibu, meski tidak bicara banyak tapi Ray tahu itu akan jadi beban pikirannya.
Dy Madia: Aku benar-benar bukan orang aneh, dan asal tahu saja aku cukup cantik, jadi aku yakin enggak akan membuatmu malu
Dy Madia: Aku bahkan cukup yakin bisa membuat mantan istrimu cemburu
Chat berikutnya membuat Ray tertawa pelan, Dy Madia jelas punya kepercayaan diri.
Raykarian Haris: Apa kau pernah berpacaran sebelumnya?
Dy Madia: Enggak, tapi aku penulis romance
Ray mengerutkan kening, apa maksudnya itu?
Dy Madia: Pokoknya kita ketemu saja dulu, oke?
Bukankah seharusnya perempuan berhati-hati dengan situasi semacam ini? Tapi mengapa Dy bisa begitu saja mengusulkan untuk bertemu? Ray jadi bingung bagaimana harus menanggapinya. Tapi mungkin penolakan secara langsung akan membuat Dy mengerti.
Raykarian Haris: Ada tempat bagus di sekitar apartemenku, Grill and Chill Café
Dy Madia: Hah? Grill and Chill Café, Kemang maksudmu?
Raykarian Haris: Ya, kau tahu?
Dy Madia: Jangan di sana, tempat lain saja, Plaza Mal
Dy Madia: Besok jam dua belas, aku tunggu di Gramedia Plaza Mal
Raykarian Haris: Oke.
Ray menyudahi chat hari itu dan besok, dia akan menemui Dy Madia, untuk menyampaikan penolakan secara langsung.
***
GHOST TEAM
Dy Madia: Guys, hari ini gue jadi ketemuan sama Ray Haris
Dy Madia: Tenang aja, gue pilih ketemuan di toko buku
Febrian Gautama: Jam berapa?
Ayaka Rashi: Toko buku yang di mana?
Dy Madia: Tenang, tempatnya aman, kalian enggak usah ngapa-ngapain
Pacifico Kitaro: Gue anterin ya, Dy?
Dy Madia: Nanti gue ke GnC habis dari ketemuan, see you.
Yumna Talitha: Dy, pokoknya kalau jelek, lo good bye aja langsung
Dy tertawa membaca balasan chat dari Yumna, bagaimana jika nanti teman-temannya itu tahu apa yang Dy rencanakan. Dy geleng kepala, semua bergantung dengan hasil pertemuan nanti.
Mengingat waktunya, Dy segera memasukkan ponsel ke dalam tas, sebelum keluar kamar dia mengamati penampilannya. Tadinya Dy ingin memakai gaun pendek dan cardigan, tapi mengingat Ray mungkin lebih menyukai tipe perempuan tomboy, Dy menggantinya dengan setelan celana jeans putih panjang dan kemeja dengan model kerah sabrina berwarna hijau pastel. Dy menggerai rambutnya dan berdandan.
"Cantiknya anak Mama, mau ke mana?" tanya Lina ketika Dy keluar dari kamar.
"Ke toko buku, terus habis itu mampir ke GnC," jawab Dy sembari mendekat untuk mencium pipi ibunya.
"Tapi nanti makan malam di rumah ya, Dy, Papa pulang sore."
"Oke." Dy membiarkan sang ibu balas mencium pipinya dan baru berlalu keluar rumah, karena yakin jika menggunakan taksi akan terjebak macet, Dy memilih pergi dengan ojek online.
Dua puluh menit berkendara, Dy sampai toko buku. Karena masih setengah jam sampai saatnya janjian dengan Ray, Dy melihat-lihat ke area buku tentang satwa, mengambil beberapa judul dan memeriksa isinya.
Dy sedang seru membaca tentang buaya gharial ketika ponselnya bergetar, ada notifikasi chat dari aplikasi Madam Rose. Dy segera membacanya, dari Ray.
Raykarian Haris: Aku sampai toko buku, di mana?
Entah kenapa membaca itu Dy merasa gugup, ia menarik dan mengembuskan napas perlahan. Lebih dulu mengembalikan buku di tangannya sebelum membalas.
Dy Madia: Ketemu di depan area display buku best seller, aku pakai baju hijau
Raykarian Haris: Oke, aku pakai kemeja abu-abu
Dy berdeham-deham sembari merapikan rambutnya, dengan langkah pelan berjalan menuju area display buku best seller. Ia mengerjapkan mata ketika sampai, ternyata area tersebut sedang digunakan untuk foto-foto pemenang undian.
Ada kerumunan kecil antara pengunjung yang sedang mengantre di kasir, juga pemenang undian yang bergantian berfoto dengan perwakilan manajemen toko. Dy menggaruk kepalanya sembari mundur, memilih mengamati dari seberang area, ia harus mencari lelaki tiga puluh delapan tahun berkemeja abu-abu.
Ada tiga orang yang memakai kemeja abu-abu dan ketiganya benar-benar tidak sesuai bayangan Dy tentang fotografer alam liar. Satu orang yang berdiri di dekat rak majalah bola terlalu atletis dan sangat cuek, satu orang yang berdiri dekat pintu masuk terlihat terlalu muda. Dy geleng kepala dan yakin bukan keduanya. Tapi satu orang lain yang memakai kemeja abu-abu juga tidak mungkin Ray Haris, lelaki itu berdiri tidak jauh dari Dy, membaca buku anak-anak dan dibanding fotografer, dia lebih cocok jadi modelnya. Wajahnya bersih, potongan rambutnya pendek, penampilannya juga rapi.
Dy Madia: Di mana? Bisa kau angkat tanganmu?
Raykarian Haris: Yang benar saja, mengangkat tangan? Aku di seberang rak display
Dy Madia: Aku juga, apa kau melihatku? Aku pakai baju hijau
Raykarian Haris: Tidak ada yang berbaju hijau
Dy mengamati sekitar, memang tidak ada yang mengenakan baju hijau, selain dirinya. Apa mungkin Ray salah memasuki toko buku? Dy baru akan membalas saat mendapati Ray mengirimkan chat baru.
Raykarian Haris: di depanku ada gadis berambut panjang, mendekatlah padanya, nanti pasti bisa melihatku, aku di rak buku anak-anak tidak jauh darinya.
Membaca itu Dy langsung menoleh, pria yang tadi membaca buku anak-anak kini sudah menunduk, tampak serius dengan ponselnya. Dy hampir tak percaya ini, tapi dia harus memastikan.
Dy Madia: Gadis berambut panjang? Dia pakai baju apa?
Raykarian Haris: Biru muda
Dy Madia: Bisakah kau saja yang mendekat padanya? Aku sepertinya tahu gadis itu.
Beberapa detik kemudian Dy mendengar suara langkah dan seorang lelaki berdiri di sampingnya. Sungguh, Dy ingin tertawa, bagaimana bisa warna hijau pastel disebut biru muda. Dy mendongak untuk menatap lelaki di sampingnya. Lelaki itu balas menatapnya dengan senyum kikuk.
"Maaf, seseorang mencariku dan berdiri di sampingmu bisa membuatnya mengenaliku."
Dy menahan tawa, "Benarkah? Kenapa begitu?"
"Mungkin karena kau berdiri di tempat semua orang bisa melihatmu."
"Atau mungkin karena akulah orang mencarimu."
Dy mengamati perubahan ekspresi yang tersurat di wajah Ray, dari terkesiap lalu mengerjapkan mata dan kemudian lelaki itu melangkah mundur, seperti tidak percaya.
"Dy Madia?" tanyanya, mencoba memastikan.
Dy tertawa dan menunjukkan layar ponselnya, "Hai, itu aku."
"Kau tidak berkacamata?" tanya Ray.
Seketika Dy menyadari mengapa Ray tidak mengenalinya, ia mengambil kacamata baca di dalam tas lalu memakainya, "Nah, apa sekarang sudah sesuai? Atau harus begini?"
Dy sekalian mengambil buku dan membukanya, berlagak membaca.
Ray tertawa sebelum akhirnya mengangguk, "Well, nice to meet you, Dy Madia."
Dy kembali menatap Ray, "Nice to meet you too, Mr. Raykarian Haris." []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top