24 : Ali Galau
"Pita ... sebenernya kamu punya temen atau nggak di sekolah?" Seka langsung melempar pertanyaan. Membuat roti yang akan masuk ke mulut Pita terhenti.
"Pita nggak mau temenan sama siapa-siapa, Bu. Lagian mereka udah terlanjur nganggep Pita aneh. Jadi bagi Pita, nggak ada yang bisa dipercaya. Semua sama aja. Pita jelasin juga mereka nggak bakal percaya. Contohnya aja pak Rt. Dia justru ketakutan pas Pita jelasin apa yang Pita lihat."
"Memangnya kamu jelasin apa ke pak Rt?" tanya Farhan yang sejak tadi menyimak tanya jawab antar istri dan anaknya.
"Bukan hal yang penting, Yah."
"Oke! Kalau gitu ... Ayah yang tebak." Farhan tampak berpikir dan menganggaruk dagunya, mulai berpikir.
"Pasti kamu lihat setan, kan?" tebaknya.
"Lebih dari itu." Pita menggelengkan kepala beberapa kali.
"Kamu lihat setan nyuri kotak amal?"
"Makin jauh aja, Ayah!" Pita mendadak sewot dan reflek menggebrak meja. Farhan berjengit sampai dadanya membusungkan kaget. Sementara Seka langsung mengangkat centong nasinya tinggi-tinggi.
Pita berdeham.
"Selain karena Pita baik dan tidak sombong ... Pita juga mau berterima kasih sama Ayah dan Ibu yang udah capek-capek bikin Pita. Juga buat Ibu yang ngos-ngosan lahirin Pita. Pita bakal jelasin ke kalian awal mula ceritanya. Pita gini karena nggak mau kalian mati penasaran dan gentayangin Pita nantinya cuma buat nanya soal pak Rt—"
"PITA!"
"Bercanda, Bu! Sensi amat jadi orang."
Farhan mengibaskan tangan. "Lanjutkan!" perintahnya.
"Beberapa minggu yang lalu, Pita iseng-iseng dateng ke kebun milik pak Rt. Tempatnya luas dan bagus. Dan di sana, Pita liat sesuatu yang menarik."
"Setan mandi?" tebak Farhan. Seka menoyor kepalanya kemudian.
"Setan pergi ke pasar?" timpal Seka. Kali ini Farhan yang balas menyentil kening wanita itu.
"Itu, kan, ceritanya di kebon. Kenapa jadi melenceng ke pasar-pasar?" Farhan mendengkus.
"Hanya memastikan! Syukur-syukur kalau bisa jawab bakal dapet satu juta rupiah," jawab Seka sambil terkekeh 'haha-hihi'.
"Pita bakal minta satu juta rupiah ke kita dan ngebalikin lagi uang itu pake perantara hadiah kuis." Itulah yang akan terjadi jika mengadakan kuis antar anak dan orangtua.
"Heh, udah-udah! Pita tahu Pita sombong. Tapi Pita nggak bakal meras duit orangtua. Paling ngambil diem-diem." Pita mencoba melerai, tetapi justru dia sendiri yang semakin memancing kejengkelan.
Sambil melahap roti berbalut selai stroberi, Pita mulai melanjutkan ceritanya kepada Farhan dan Seka. Bagaimanapun juga, status mereka berdua adalah sebagai orangtuanya. Dan mereka berhak tahu untuk itu.
"Pita ngeliat mall yang isinya banyak setan-setan kaya. Dompet tebel isinya kosong," jelas Pita yang langsung menyurutkan senyum terperangah Farhan dan Seka saat mendengar empat kalimat terakhir.
"Nah ... kebetulan pak Rt dateng. Kayaknya dia ngeliatin Pita senyum-senyum sendiri waktu itu. Terus dia tanya Pita kenapa. Dia juga penasaran apa yang udah bikin Pita senyum-senyum nggak karuan. Ya Pita kasih tahu, dong, kalau Pita liat toserba di sana."
"Dan pak Rt percaya dengan mudahnya?" tebak Farhan.
"Dia gemeter dan ijin ngecek kotak amal masjid setelahnya."
Kebenaran dari kalimat Pita langsung mengundang toyoran di kepalanya berkali-kali. Rupanya Seka dan Farhan sudah menahan tangan mereka susah payah. Tapi sekarang terlepas juga akhirnya.
"Yaampun, Ayah! Ibu! Kalian ini durhaka sekali main toyor-toyor anak sendiri."
Farhan melirik Seka. "Emangnya dia anak kita?"
Seka menggeleng. "Nggak tahu. Kamu ngehamilin kucing janda, ya?"
"Inalillahi! Istighfar, sayang! Istighfar! Inget, dia anak kita!"
Kan situ sendiri yang mulai!
"Udah, lah! Pita mau berangkat sekolah dul—JAM TUJUH KURANG SEPULUH MENIT?!" Pita langsung menjerit setdlah melihat jam tangan di pergelangan tangannya.
Pita dengan tanpa hatinya langsung menyeret Farhan dengan cara menarik dasi sang ayah yang baru saja ingin menyeruput teh hangatnya.
𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢
"Om kalau galau nggak usah ke sini, ya! Pirus...," kata Caca pada Ali. Tetapi tatapannya justru lurus pada mobil-mobilan yang hampir dibakar Pita waktu itu.
"Kualat lo, ntar!" sergah Ali. Caca tetap menentang ucapan Ali dengan tindakannya yang kini melempar beberapa kertas gulung pada hantu tampan itu.
Ali memang sengaja berkunjung ke Panti Asuhan Anak Setan. Dengan niat untuk menyegarkan pikirannya yang kalut karena beberapa hal. Tetapi perkiraannya salah. Dia ke sini sama saja menambah beban pikir.
"Kalau boleh tahu, apakah yang sedang Om pikirkan?"
Ali mendelik memperingati. "Lo masih kecil! Nggak usah ikut campur sama urusan setan puber. Mending urus aja sekolah lo."
Caca menggeleng. Ali mengernyit memperhatikan itu.
"Kenapa?" tanya Ali.
"Sekolah bukan keahlian Caca."
"Ndasmu!" umpat Ali. Lalu kemudian ia melengos merasa frustrasi.
Siapa pula yang berpikir jika sekolah adalah suatu keahlian? Mungkin hanya Caca yang berpikir seperti itu. Hantu mungil berperangai aneh. Cukup membuat Ali terkesan. Jika diperhatikan lebih teliti, sikap hantu ini tidak jauh berbeda dengan sikap Pita. Dan setiap kali bersama Caca, entah mengapa terasa seperti ia sedang berhadapan dengan Pita.
"Om—"
"Panggil gue 'kak Ali'!" perintah Ali.
Caca memutar bola matanya. "Iya, deh... kak, A-li!" katanya sambil memberi penekanan pada panggilan Ali.
"Kak Ali pasti lagi mikirin perempuan galak itu, kan?" Caca tersenyum mengerti. Kalian juga pasti tahu siapa yang dimaksud Caca.
"Sembarangan! Mana ada! Emang dia siapa?" sahut Ali. Kenapa jadi dia yang sewot.
"Belagu amat! Pura-pura nggak kenal gitu padahal lagi salah tingkah."
"Lo masih bocah mulutnya udah kayak kakak senior ahli cinta aja! Siapa yang ngajarin?!"
"Nggak ada, Kak. Ini murni hasil pemikiran Caca sendiri."
"Mana ada!" sergah Ali lagi dan lagi. Caca terloncat kecil.
"Sekarang gue yang tanya," Ali menatap Caca serius. Caca meneguk salivanya. Sebisa mungkin ia berusaha menahan tangisnya yang hampir pecah.
"Lo punya hape?"
Sial! Dipikir apa.
Caca terperangah sejenak. Menatap Ali dalam diamnya, berusaha mengorek lebih jauh hal-hal yang mencurigakan dari hantu itu. Tidak mendapati apa yang dia cari, Caca kembali mengulas senyum polosnya. Si kecil yang diam-diam menghanyutkan gaes....
"Lo punya hape?" Ali bertanya ulang.
Caca mengangguk.
"Buat apa lo kecil-kecil udah megang hape?"
"Buat jadi setan sosmed, Kak."
Mata Ali menyipit, mencari tahu.
"Selain itu?"
"Buat chatingan."
"Sama siapa?" Ali benar-benar menguras tenaga. Mengapa dia tidak jadi wawancara saja?
"Sama tuyul."
"Apa?! Tuyul?!" pekik Ali, memastikan. Caca mengangguk polos sebagai jawaban. "Lo sering chatingan sama si tuyul-tuyul itu?"
Lagi, Caca mengangguk.
"Dibales?"
"Enggak."
Hahahasyu. Ali mengumpat dalam hati. Ia mengurut dadanya yang terasa naik turun akibat kebanyakan menahan napas dan merendam emosi. Untungnya Caca ini adalah hantu perempuan yang masih berumur belia.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top