Everage
"baiklah kalau begitu akan ku tutup! "Pekik Haechan dari seberang sana dan juga senyuman manis yang seakan tak pernah lirih dari wajah cantiknya. Kedua pemuda lainya hanya tersenyum dan melambaikan tangan sebelum layar laptop kembali memutih dan kembali ke layar utama membuat pria di sebelahnya itu mendengus.
"Aku masih merindukannya. "Rengek Jeongin membuat Renjun mendengus dan menepuk puncak kepala sang sahabat dengan pelan. "Dia masih memiliki tugas Jeongin. Jangan egois, bulan depan dia sudah kembali. "
"Dan menikah. Dan memiliki anak. Dan melupakan ku. Dan membiarkan ku melumut sendiri! "Cibir Jeongin membuat Renjun terkekeh. "Dia tidak akan melupakan seseorang yang selalu bertengkar denganya setiap menit. "Hibur Renjun yang hanya di jawab dengan dengusan berat dari sang empu.
Jeongin beranjak dan meninggalkan Renjun sendiri berada di kamar apartemenya yang luas. Renjun tersenyum manis melihat sebuah benda berwarna platinum di jari manis milik Jeongin yang berkilau di terpa cahaya matahari yang tengah berada di atas kepala. Ruangan yang tengah ia tempati ia tambahkan suhunya agar dapat melindungi dirinya dari angin gugur yang mulai menerpa menembus membekukan tubuh dan menggigilkan perutnya.
Ah... Musim gugur ya? Hanya tinggal beberapa hari lagi menuju Natal, dan juga sudah sejak lima tahun yang lalu setelah dirinya meninggalkan masa surgawi umur yaitu masa sekolah menengah atas yang memiliki memori melekat yang sangat menyakitkan. Bahkan dirinya sudah tak pernah berhubungan dengan kedua sahabatnya, atau bisa di sebut dengan mantan sahabat mungkin? Iya kan?
Jaemin yang ikut dengan Sana dan juga Jeno yang memilih untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi di luar negeri. Atau terkadang Mark akan memberitahunya kabar dari kedua manusia itu.
"Melamun. Kau melamun. "Tersentak mundur. Ia menoleh dan menemukan Hyunjin dengan syal berwarna biru. Hadiah dari Jeongin satu tahun yang lalu saat natal, bahkan sejak saat itu Jeongin selalu mengeluh kesakitan karena tanganya yang membengkak akibat terlalu lama merajut syal yang lumayan apik jika di pakai oleh Hyunjin sendiri.
"Biarkan saja dia. Mungkin sedang memikirkan sesuatu. "Ucap Jeongin mengintip sedikit lalu kembali kedapur dengan sebuah teko hijau di tanganya. Hyunjin merotasikan matanya. "Ya aku tau itu sayang! "Teriaknya membuat Renjun mengernyit.
"Baiklah aku akan pergi. "Jeongin menoleh lalu melempar syal berwarna kuning ke arah Renjun. "Jangan lupakan itu! "Renjun terkekeh dan menganguk. "Baik mama! "Dan bantingan antara panci dan juga spatula yang terakhir kali di dengar oleh telinga Renjun sebelum dirinya menutup pintu apartemennya.
"Oh... Dompet ku! "Pekik Renjun. Tubuh mungilnya akan berbalik sebelum sebuah tubuh lainya menabraknya hingga terpental jauh.
"Ouch... "Ringis seorang pria di depannya membuat Renjun mendongak dan terdiam. Menelusuri dan menelisik lelaki di depannya yang juga menatapnya dengan bingung. Kedua pasang mata itu membelak.
"Jaemin? "
"Astaga! Huang Renjun! "Teriak Jaemin lalu segera membantu lelaki yang lebih mungil darinya untuk bangkit. Pemuda dengan Surai pirang itu mengernyit bingung saat dirinya tau jika lelaki di depanya ini sedikit memanjangkan rambutnya dengan warna yang natural. Dan itu... Indah?
"Pagi! "Kekeh Jaemin membuat Renjun tersenyum canggung dan sedikit memiringkan badannya untuk melihat di balik punggung pria itu. Kosong.
Jaemin ikut menoleh kebelakang dan menipiskan bibirnya. "Mencari Jeno, eoh? "Renjun kembali menatap Jaemin dan menganguk ragu.
"Jeno bersama Gualin di Belanda. Kau mencarinya ya? "Pria yang lebih mungil menganguk dan mengusak surainya pelan dengan canggung. "Kau mau kemana? "Tanya Jaemin dengan mata berbinar membuat Renjun tersenyum. Masih sama saja seperti dulu, hanya saja tanpa Jeno.
"Aku akan kembali ke rumah sakit. "Jaemin menelengkan kepalanya lalu membelakan matanya terkejut. "Oh! Oh! Kau seorang Koass ya? Astaga di umur mu yang ke dua puluh tiga kau menjadi seorang Koass? Selamat! "Pekik Jaemin senang lalu mengusap Surai yang lebih mungil membuat sang empu merona malu.
"Terimakasih, tapi itu biasa saja menurut ku. Kau sendiri? Bagaimana? "Jaemin menipis kan bibirnya. "Aku melanjutkan perusahan eomma. "Renjun menganguk lalu mengajak teman lamanya itu untuk berjalan dengan dirinya.
Hanya berlatarbelakangkan pohon yang sedang menggugurkan daunya dan juga sinar matahari yang tepat berada di tengah langit. Dan juga angin semilir yang menghebuskan Surai hitam milik Renjun membuat Jaemin kembali di buat jatuh cinta. Hanya saja dirinya masih punya harga diri agar tak menghancurkan kembali hubungan di antara mereka.
"Sudah sampai. Aku akan masuk. Hati hati di jalan Nana! "Teriak Renjun dan berjalan dengan riang ke dalam rumah sakit. Jaemin terkekeh dan melambaikan tanganya lalu tersenyum pahit.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tut... Tutt... Tutt... Cklek...
Wajah lelah di seberang sana menyambut datarnya ekspresi yang berada di depan laptopnya. Surai pirang gelap miliknya terlalu lepek membuat yang bersurai pirang terang mendengus.
Pria berumur dua puluh tiga tahun di seberang sana mengurut pangkal hidungnya yang tampaknya berdenyut nyeri.
"Ada apa? Jujur diriku terkejut saat tahu kau yang menghubungiku. "Ucap pria dengan Surai gelap di seberang sana, membuat Jaemin merotasikan matanya.
"Kau tampak mengenaskan. "Jeno berhenti sejenak lalu melepas tanganya dan menatap Jaemin lewat laptop kerjanya.
"Terlalu banyak kantung sampah di mata mu, Lee. "
"Diam, Na! Kau menggangu ku! "Seru Jeno membuat Jaemin mendengus. "Dengar! Aku tak punya masalah apapun dengan mu! Kau bahkan tak pernah menghubungi ku sejak kau pergi bersama Sana Noona! Jadi ada apa? "
Jaemin mengulas sebuah senyum tipis di bibirnya. "Aku menemukanya Njen! "Pria di seberangnya itu menegang dan mendekatkan wajahnya dengan layar laptop kerjanya. Mendengar panggilan nama kecilnya yang keluar dari kedua belah bibir tipis temanya itu membuatnya terkejut.
"Siapa? "Jaemin mengusap air mata yang berada di sudut matanya. Membiarkan manik berkaca - kacanya di lihat oleh Jeno. Kemilau air bening itu membasahi pipinya membuat Jeno tersenyum.
"Renjun! "
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Say- oh... Njoon? Dimana Aien? "Renjun melepas apronya dan mengambil beberapa piring. Membiarkan pertanyaan Hyunjin menggantung di udara sebelum pria manis itu mendongak. "Dia sedang berada di supermarket di bawah. "
"Untuk apa? "Renjun menaikkan kedua bahunya membuat Hyunjin menyerah dan memilih untuk melahap nasi goreng dan juga sup rumput laut yang tampak lumayan kontras di lidahnya namun tetap enak.
Bunyi click terdengar lumayan nyaring dengan ketukan antara kaki telanjang dan juga lantai marmer bersih. Renjun berjalan keluar dari dapur meninggalkan Hyunjin yang masih lahap memakan makan malamnya. Makan malam yang cukup terlambat karena melampaui batas jam 08.15.
"Kau sudah membawa bumbu kari, apel, daging potong, kentang, dan juga dua ikat sayuran hijau? "Jeongin mengangkat kantung belanjaan yang berada di sebelah kanan dan melempar kantung yang penuh dengan camilan ke arah sofa.
"Hai Jinjin~ ngomong ngomong aku sudah membeli persedian untuk sereal dan berbagai macam. "Ucap Jeongin lalu mengecup pipi Hyunjin yang menggembung akibat mulut yang terlalu penuh, menghiraukan Renjun yang tengah menggeledah kantung plastik.
"Dimana? "
"Di kantung yang berada di sofa tadi. "Renjun merotasikan matanya lalu memilih untuk berjalan dan mengambil kantong plastik di sofa tadi sebelum suara bel mengacaukan niatnya.
"Biar aku yang membukanya! "Seru Renjun saat mendengar derap langkah kaki dari arah dapur. Pria berkewarganegaraan China itu memilih untuk langsung membukanya dan tersenyum manis.
Jaemin menoleh lalu gelagapan saat melihat pria manis di depannya ini tengah tersenyum kearahnya.
"Ah... Ini. Noona membuatkan kue beras saat tau kau berada di apartemen yang sama dengan ku. "Renjun menerima kotak berukuran besar itu di kedua tangannya lalu tersenyum.
"Ren- .... Oh astaga Na Jaemin ku!!! "Jaemin dengan cepat menghindari pelukan hangat yang di berikan Hyunjin lalu tersenyum ke arah Jeongin yang melongo.
"Kau... Sejak kapan ada di sini? "Sang empu menggidikkan bahunya lalu menunjuk kotak besar yang di pangku oleh Renjun. "Jika kurang kau bisa memintanya di kamar 505. " Ucap Jaemin lalu pamit untuk pergi.
"Ah... Dahi ku. "Ringis Hyunjin membuat Renjun dan juga Jeongin yang mengikuti arah gerak Jaemin beralih ke arah pria jangkung yang berada di lantai. Lelaki dengan Surai coklat gelap itu segera membantu sang kekasih untuk bangkit sebelum mencomot satu kue beras hangat dari kotak yang tadinya Renjun buka.
"Aku akan kedalam. "Ucap Renjun berjalan meninggalkan dua orang yang sedang bermesraan. Pria manis bersurai hitam panjang itu mendudukan dirinya dan kembali membuka kotak yang tadi di berikan Jaemin. Mengambil kue beras dan merasakanya.
Pria manis itu tersenyum lalu melahap besar - besar setiap potongan kue itu. Mengingatkanya kembali akan keluarganya dan juga Winwin Ge- nya.
"Ah... Sudah lama. Bagaimana kabar mereka ya? "Gumamnya lalu mental kue beras yang berada di depanya, dan meninggalkanya dalam keadaan terbuka.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku tau kau adalah atasan ku. Tetapi jangan bertindak terlalu bodoh seperti ini, bodoh! "Pekik Guanlin mengerang tak senang membuat lelaki manis di sampingnya mengusap punggungnya.
"Untung saja Seonho tinggal di Korea! Bagaimana jika tidak!? Sudah kucekik kau dari tadi! "Lanjut Guanlin membuat Jeno yang tengah duduk di bangku depan hanya melepas kacamata hitamnya dan mendengus.
Sebenarnya ide bagus untuk menarik sang sekretaris sekaligus sahabatnya ini untuk sekedar refreshing di tanah kelahirannya kembali dengan sang kekasih. Hanya saja timing yang di tempatkan oleh Jeno sangatlah tidak tepat. Salahkan saja Jaemin yang memberitahu keberadaan Renjun dengan sangat terlambat.
"Aku hanya tak mau kau gila di kantor. "Guanlin menukikan alisnya dengan tajam. "Gila my ass! "Cibir Guanlin lalu memilih untuk menidurkan kepalanya di atas pundak sang kekasih yang berada di sampingnya dan membiarkan atasan sekaligus sahabatnya itu untuk berbuat semaunya.
"Boleh aku tau kenapa kalian datang mendadak sekali? Aku bahkan harus meninggalkan para murid ku tadi saat Jeno menelepon ku. "Suara lembut Seonho mengintropeksi Jeno yang berada di depan. Jeno melirik ke arah spion yang berada di atas kepalanya melihat Seonho yang sama - sama melihatnya.
"Maafkan aku manis. Jika kau tak ada, aku harus menyeret Guanlin mati - matian ke sini. Jadi maafkan aku sekali lagi ya manis. "Seringainya dengan manis membuat Seonho tersenyum malu. Guanlin menendang lengan Jeno yang berada di jok kursinya dan menatap malas ke arah pria di depannya.
"Kau jadi seperti Jaehyun Hyung saja. "Jeno terkekeh rendah. Membuat Guanlin ingin sekali menendang lelaki itu lebih keras jika saja Seonho tidak berada di sampingnya dan mengusap Surainya.
"Karena aku memang adiknya. "
"Dan kalian menjadi sama - sama brengseknya. "Cibir Guanlin dan menenggelamkan wajahnya di ceruk milik Seonho. Satu - satunya pria manis di mobil itu merona dan terus memeluk tubuh besar milik sang kekasih yang tampaknya akan terlelap hitungan detik.
Jeno melihat ke arah sang penyetir yang tampak fokus melihat jalan.
"Hey Hyunjae. Mengapa kau diam saja? "
"Karena jika aku melihat ke arah mu kecelakaan akan terjadi brengsek! Berhenti mengganggu ku! Kau membuat waktu ku dan juga Hwall terganggu. "Desis lelaki di sampingnya yang berhasil menarik tawa lepas dari Jeno.
"Berhenti tertawa dan mengumpat! Aku ingin tidur! "Teriak Guanlin membuat Seonho menghembuskan nafas lelah. Mengapa dirinya ikut berada di mobil dimana orang - orang di dalamnya sama sekali tak bisa mengendalikan emosi mereka?
"Oh ya... Kau mau ke apartemen Jaemin sekarang? "Tanya Hyunjae. Jeno menganguk membuat Guanlin yang berada di belakang mendesah lelah. "Lalu aku kau kemanakan, Lee? "
"Kau akan berada di apartemen Seonho. "
"Oh! Akhirnya kau bisa baik juga. Aku akan bersujud di kaki ku setelah ini. "ucap Guanlin yang membuat Seonho merinding dan terus mengusap Surai lembut kekasih nya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Ha? Jaemin? "
Renjun dan Jeongin menganguk, membiarkan pria manis di seberang sana berpikir dan menghentikan jemari lentiknya.
"Jadi selama ini dia ada di apartemen yang sama dengan kalian? "
Keduanya kembali menganguk membuat Haechan terkekeh.
"Yah~ selamat karena menemukan kembali potongan hidup mu yang hilang Renjunnie "
Ejek Haechan yang di jawab dengan cibiran khas Renjun sebelum laptop itu kembali ke layar utama. Jeongin segera memangku laptop dan membuka situs kumpulan film dan menontonnya. Renjun beranjak dari kasur itu dan kembali ke kamarnya. Membuka beberapa buku untuk ia pelajari.
To be continued....
♉♉♉♉♉♉♉♉♉
AKU BALIK DENGAN CERITA YANG AKAN TAMAT!!!! HEUHEU... YEYE CAPEEKKKK. Sumpah ya yg ini paling gak nyambung tapi ya udah lah ya...
Ujian Mulu sih capek hehe...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top