๐Ÿ๐Ÿ• | ๐ƒ๐ข๐š ๐ƒ๐ข๐š๐ฆ ๐’๐ž๐ซ๐ข๐›๐ฎ ๐๐š๐ก๐š๐ฌ๐š

LUSA yang telah dijanjikan akhirnya tiba.

Di sebuah ruang putih dengan sinar mentari pagi yang menyorot masuk melewati jendela-jendela, ia menunggu seseorang yang telah membuat janji dengannya. Seseorang yang membuatnya tak bisa tidur semalaman, dan memaksanya pergi ke kampus dengan kondisi mata yang sayu. Seseorang yang menghantui pikiran-pikiran Emir tentang masa lalu. Seseorang yang namanya tak rampung disebut Dona Hattala, Lienna Rosaline, gadis pujaannya yang ia tunggu-tunggu sekarang.

Emir bersandar di tepi meja, ia menunggu dengan tas cello di sampingnya. Sesuai janji, Lienna akan mempertemukan dirinya dengan calon pengiring di resitalnya nanti.

Siapapun yang Lienna bawa, Emir tidak akan keberatan. Sudah Emir mantapkan dalam hati, siapapun itu, tidak masalah selagi Lienna yang secara khusus membawakannya untuk seorang Emir Soerjotomo yang bukan siapa-siapa.

Derit pintu ruang kelas yang dibuka lantas membuat Emir menoleh kepada sumber suara.ย 

Dan, agaknya memang benar bahwa perempuan pandai membuat kejutan.

Seolah belum puas-puas juga para perempuan di kehidupannya membuat rahang dan jantungnya jatuh; setelah Dona, kali ini Lienna yang memberi kejutan untuknya. Sesosok pemuda, hobi tersenyum, dan ramah wajahnya di Rumah Eyang.ย 

Demi alam dan segala isinya, apakah dunia memang sesempit itu? Sosok pianis yang disebut-sebut oleh Lienna adalah ... Andrea? Andrea si pianis muda nan populer di Rumah Eyang? Andrea si adik tingkat yang selalu melekat dengan Dona Hattala? Andrea yang ... Andrea yang ... Andrea yang selama ini ia kenal sebagai titisan Dion Danniswara? Andrea yang itu?! Dia calon pianis pengiring resitalnya?!

"Emir, iniโ€”"

"Andrea?!"

Bocah itu terkekeh nyeleneh, "Hehe, Mas Emir! Halo!"

Bocah gila! Dia tidak ada terkejut-kejutnya ketika rahang dan jantung Emir sudah nyaris menyentuh inti bumi?! Dia malah cengengesan seperti bocah jail nan tak berdosa!

Salahkah Emir jika sekarang ia merasa ingin memiting leher Andrea?

"Oh, iya. Kamu udah kenal."

Suara Lienna sontak membuyarkan segala skenario buruk di kepala Emir yang mungkin terjadi pada Andrea atas emosi setinggi langit. Emir seketika meredam seluruh keinginan untuk menghardik bocah kesayangan teman baiknya, Dona Hattala.

"Ah ... i-iya, Kak. Kebetulan waktu itu Kak Lienna juga udah ketemu Andrea di perpus, 'kan? Atau ... udah kenal sebelumnya?"

"Kenapa jadi banyak tanya?"

Pft. Dengkusan tawa tertahan itu datang dari si bocah menyebalkan. Wah, lihat saja nanti, Andrea. Emir sungguh akan menghukum tindak yang nir-sopan santun itu. Bisa-bisanya dia tertawa di saat Emir tidak bisa bertingkah apa-apa di hadapan Lienna? Bocah licik!

"Ah, ekhm. Salam kenal, Mas Emir, aku Andrea. Dengar-dengar dari Kak Lienna, katanya Mas Emir butuh pengiring resital, ya?"

Sialan. Sekarang dia berani mempermainkan Emir.

Dan, apa-apan 'aku' itu?! Sok bertingkah manis dan sopan di hadapan kakak tingkat mereka berdua? Padahal jelas sekali kata ganti 'aku' bukanlah diksi yang lumrah digunakan seorang Andrea.

"Aku kebetulan kosong kok, Mas, belum ada yang minta bantu buat jadi pengiring selain Kak Lienna. So, kita akan bekerja sama ... I guess?"

Emir benar-benar ingin menyentil bibir itu, tapi ia kalah cepat dari Lienna yang sudah lebih dulu menyikut perut Andrea. Bagus! Emir puas sekali melihat Andrea meringis dan mengaduh.

"Ugh!"

"Jangan terlalu percaya diri. Kamu itu opsi. Keputusannya ada di Emir, terserah dia mau pakai kamu atau enggak."ย 

Dan Lienna adalah Lienna, gadis tanpa basa basi yang perkataannya langsung menohok ke inti.ย 

"Jadi, Emir, ini pianis yang saya janjikan ke kamu. Kalau kamu mau cepat selesaiโ€”ya, saya maunya sih cepat selesaiโ€”kamu enggak perlu cari pianis lagi. Ada Andrea, dia ...." Lienna menatap pemuda yang lebih tinggi di sebelahnya itu, "Dia pianis berbakat."

Dan Lienna mengatakannya seolah sudah mengenal Andrea lebih baik daripada Emir sendiri.

"Yap! That's right!"

Halah. Bocah itu masih saja bertingkah sombong meski kini perlu sedikit usaha lebih untuk bicara, karena pasti perutnya masih terasa nyeri.

"Andrea m-memang pianis berbakat! Dan A ... Andrea siap jadi pengiring Mas Emir! Hehehehe!"

"Jaga sikap. Dia seniormu, Andrea."

Mendengar Lienna menasihatinya, Andrea mengerucutkan bibir. Cih, benar-benar seperti bocah tengil.

"Iya, Kak Lienna."

Bocah tengil yang mematuhi perintah Lienna Rosaline.

"Mulai hari ini, progres proposal kamu akan saya update ke Andrea juga. Terutama, soal repertoar dan susunan acara. Penting buat Andrea tau karena dia akan bawain lagu sama kamu, Emir. Dan kalau repertoar semua sudah siap, secepatnya kita mulai latihan sama-sama."

"Hari ini pun aku siap, Kak!"

"Tapi repertoar Emir belum siap."

"Secepatnya saya siapkan, Kak. Dan ...." Emir melirik bocah dengan senyum familiar yang kini terasa menyebalkan. "Dan nanti saya diskusikan juga sama Andrea soal repertoar saya."

"Oke, bagus."

Bagus apanya?! Lienna tidak tahu saja Emir mengatakan itu dengan menahan emosi kepada bocah yang terkikik geli di samping Lienna. Meski tanpa suara, Emir bisa mendengar kikikannya yang menyebalkan seperti Dion Danniswara.

"Kalau begitu, nanti kita ketemu lagi setelah kamu update proposal dan repertoar kamu. Andrea, jaga sikap. Emir, baik-baiklah sama Andrea. Saya tau kalian udah saling kenal, tapi saya di sini perlu remind kalian untuk tetap akur sampai resital selesai. Paham?"

"Paham, Kak."

"Paham, Kak Lienna!"

"Good. Saya duluan, saya masih ada urusan."

"Owkay! Take care, Kak Lienna!"

"Terima kasih banyak, Kak."

Kata terima kasih Emir menahan Lienna yang sebelumnya hendak langsung berbalik pergi. Dia berhenti dan menatap Emir dengan dingin. "Enggak perlu berterima kasih, ini kesepakatan kita. Semakin cepat saya bantu kamu, semakin cepat juga kamu akan pergi dari hidup saya, right?"

"...."

"Jangan buang-buang waktu, Emir."

Lalu dengan segala keanggunannya, Lienna pergi meninggalkan ruangan. Menyisakan dua pemuda yang menelan ludah merasakan dinginnya seorang perempuan bernama Lienna Rosaline. Seolah-olah keduanya tidak pernah bisa menyangka bahwa seorang perempuan berambut pirang dengan paras cantik jelita tidak bisa ditembus oleh pesona mereka berdua. Lantas terbesit satu pikiran yang sama di dua kepala pemuda, 'Sungguh jika ada yang bisa meluluhkan perempuan itu, orang tersebut adalah orang paling hebat di dunia.'ย 

Namun, baru sedetik mereka memikirkan hal yang sama, pikiran itu buyar seketika kala terdengar suara pintu yang kembali ditutup oleh perempuan yang mereka pikirkan.ย 

Kesadaran mereka telah kembali, dan di saat yang sama, mereka lantas saling menatap satu sama lain. Yang satu menatap dengan mata berkilat emosi terpendam, yang satu hanya memberikan tatapan jahil sambil menggigit bibir. Sedetik, pembantaian atas adik kesayangan Dona Hattala pun terjadi di tangan Emir Soerjotomo.ย 

Serangan pertama secepat kilat membuat Andrea kesulitan menghirup sumber kehidupan.

"Uhk! M-Mas Em! Mas Em!" Setengah mati Andrea menepuk-nepuk tangan besar Emir yang memiting lehernya. "M-Mas! A-ampun, Mas! Uhk!"

"Ampun?" Emir tidak percaya mendengar Andrea memohon ampunan. "Ha! Bisa minta ampun kamu ya!"

"Uh-uhk! M-Mas Em! Gue b-bisa jelasin, M-Mas!"

"Bocah gila!"

"M-Mas! Uh-uhk! M-Mas mau mati gue, Mas!" Andrea masih tak berhasil juga melepas tangan Emir di lehernya. Upayanya memohon ampunan sambil menepuk-nepuk lengan Emir pun tak membuahkan hasil. Putus asa, kartu as pun dia keluarkan juga. "AAAAAAH! K-KAK DONAAAAA!"ย 

Viola!ย 

Teriakan di tengah leher yang tercekik itu berhasil melepas tangan Emir hanya dalam seketika. Ya, siapa juga yang berani membuat masalah dengan adik seorang Dona Hattala? Emir pun bukan pengecualian.ย 

"Cih."

"Hah ... hah ...."

Akhirnya, selesai sudah pembantaian singkat itu. Tidak etis juga memiting leher pemuda jail yang hobi mengaku-aku sebagai adik Dona Hattala. Bisa-bisa, Andrea mengadu kepada Dona dan akan jadi panjang masalahnya jika ternyata Dona memihak kepada Andrea. Yang ada, hubungan Emir dan Dona bisa jadi semakin rumit. Baru kemarin bendera perang dingin berkibar di antara Emir Soerjotomo dan Dona Hattala (yang dikarenakan seorang perempuan bernama Lienna), jangan sampai emosinya kepada Andrea akan memperkeruh suasana (dengan alasan yang sama).ย 

Ha ... ada saja yang menghalangi Emir untuk bertindak sedikit kasar.

"Sekarang jelasin."

"Ha ... tunggu, Mas Em, masih atur napas ini!"

"Halah." Kesal-kesal, Emir mendudukkan diri di kursi kosong yang terletak di ruang kelas tak berpenghuni. Menunggu Andrea 'mengatur napas' sesukanya, sebelum Emir piting lagi lehernya yang berkalung itu.

Tidak, mana ada. Tidak mungkin Emir memitingnya lagi. Ia tidak mau bermasalah dengan Dona Hattala.ย 

"Phew ...."

"Gimana?"

"Euh? Santai dong, buru-buru banget?" Emir memutar bola mata, tak tertarik mendengar Andrea dengan nada bercanda. "Oke ... oke ... jadi begini, Mas Emir, Kak Lienna itu tiba-tiba datang ke gue dan minta tolong buat jadi pengiring Mas Emir. Terus, gue bilang 'oke'. Terus, ya udah deh gue ada di sini sekarang."

Emir menghela napas dengan malas, "Yang jelas, kronologinya tuh ya pakai waktu, Dre!"

"Ehehehehe. Oke, oke, santai aja Mas Em jangan marah gitu ah."

Marah? Marah apanya? Emir sungguh sudah berusaha sabar meski dirinya sebal benar-benar sebal dengan adik Dona Hattala ini.

"Jaaaadiiii ... kemarin sebelum kita enggak sengaja ketemu di perpustakaan itu, gue udah ketemu Kak Lienna di hari sebelumnya, Mas."

Bagus, pembahasan mulai berjalan dalam benang yang Emir inginkan. Emir mendengarkan dengan seksama, pun memutar memori hari sebelum ia bertemu Lienna di perpustakaan.ย 

"Hari sebelumnya? Hari waktu Dion kasih ide gila itu?"

"Ide gila apa? Pokoknya itu hari yang Mas Em kayak orang galau di Rumah Eyang, terus kita ngobrol soal Kak Dona yang ... uhum, gue bilang 'suka sama Mas Emir'."

Ah, iya. Andrea tidak tahu soal ide gila Dion Danniswara. Tidak ada Andrea saat Dion menyeletuk soal menghalangi junior untuk membantu Lienna menemukan pengiring resital. Hanya ada dirinya, Dion, dan Dona. Dan Lienna yang mereka asumsikan mendengar celetukan itu. Namun, adalah benar bahwa itu terjadi di hari yang sama dengan hari ketika Andrea membual soal Dona Hattala. Cih, bualan yang membuat Emir merinding lagi ketika meningatnya. Lantaran mustahil Dona menyukai seorang Emir Soerjotomo yang bahkan perempuan itu ketahui bahwa pemuda pemuja rahasia ini memuja seorang perempuan lain. Sungguh mustahil. Mustahil Dona menyukai dirinya.

"Ya, ya, pokoknya hari itu. Jadi, kapan tepatnya Lienna ketemu kamu, Dre? Setelah ketemu saya di Rumah Eyang hari itu? Atau sebelum ketemu saya?"

"Kenapa jadi banyak tanya?"

Oh, sialan.

Andrea terbahak-bahak setelah membuat Emir kesal tapi tak mampu membuat Emir memiting lehernya lagi. Andrea pun tahu, Emir tidak akan berani. Apalagi, sekarang orang di belakangnya bukan hanya Dona, tapi juga Lienna, gadis yang Emir puja-puja.ย 

Ingat apa yang Lienna bilang? Emir, baik-baiklah dengan Andrea.ย 

Emir menghela napasnya penuh kesabaran.

"Ahahahaha! Aduh, Mas Em!"

Selucu itu? Selucu itu membuat Emir kesal sampai-sampai Andrea terbahak sendirian sambil memegangi perutnya yang baru beberapa saat lalu disikut oleh Lienna? Emir muak sekali melihatnya.

"Oke ... oke ... sabar. Orang sabar disayang Tuhan, Mas."

"Orang jail dibenci Lienna."

"Eh! Jangan begitu dong, Mas Em!"

"Ya ... pilihan kamu sih. Mau dibenci Lienna, atau kasih tau saya sekarang enggak pakai bercanda lagi."

"Ha ... Mas Em, sejak kapan coba Mas Em jadi galak gini? Nggak asik!"

Tak acuh, Emir memilih untuk menyilangkan kaki dan menunggu Andrea memilih opsi yang diberikannya. Tangannya ia silangkan di depan dada, dengan angkuh mengangkat wajahnya kepada Andrea. Keheningan yang diciptakan Emir lantas membuat situasi terbalik. Andrea mulai merasa gugup dengan keheningan Emir. Pun agaknya mulai merasa bahwa Emir benar-benar serius bertanya kepadanya.ย 

"Ehm ... oke, gue kasih tau, Mas. Tapi plis jangan doain kayak gitu lagi, ya? Gue tau gue jail, Mas Em, tapi jangan didoain bakal dibenci Lienna gitu!"

"Siapa yang doain kamu?"

"Heeeeeei! Ucapan adalah doa, Mas!"

"Ya udah buruan ini mau dikasih tau atau mau saya sebut lagi nih? Orang jail dibenci ...."

"Fine! Fine!" Andrea akhirnya menyerah juga. "Gue ketemu Kak Lienna sebelum gue ketemu Mas Emir di Rumah Eyang. Ketemunya di kampus, siang sekitar jam satu atau dua. Cuma berdua, dan Kak Lienna yang hubungi gue duluan. Puas?"

Siang sekitar jam satu atau dua? Emir mengingat-ingat, oh itu tepat saat Emir dan kedua temannya makan siang bersama. Jadi, sepertinya benar Lienna mendengar ocehan gila Dion Danniswara. Namun ... ada yang janggal dari satu kalimat Andrea.ย ย 

"Lienna yang hubungi kamu duluan?"ย 

Dan Emir langsung menanyakannya tanpa mau berasumsi sendirian. Tapi siapa sangka, pertanyaan itu mampu membawa aura kesombongan Andrea kembali dalam seketika. Menguar lebih hebat dari kejailan bocah tengil itu sebelumnya.ย 

"Ya ... bisa dibilang ... gue kenal Kak Lienna lebih dulu dari Mas Em sih, hehe."

"...."

"Ah! Gue bahkan punya nomornya udah lama, lho! Mas Em baru 'kan? Baru-baru ini sejak ada 'urusan' proposal resital itu, 'kan? Kak Dona cerita tuh, katanya dia lihat Mas Em dikasih nomor telepon sama 'gadis pujaannya'. Hahahahaha!" Dan dia tertawa lagi, tak berhenti-berhenti, tepat mengejek Emir sampai ke ulu hati. Mual Emir melihatnya.

Namun, emosi Emir kini tak cukup mampu untuk membuat Emir hilang akal.

Barusan Andrea menyebut nama Dona. Dan sejak hari lalu, ia sudah tahu bahwa Dona memiliki masa lalu dengan Lienna. Ia sudah tahu bahwa ada sesuatu di antara keduanya.

Lantas, mungkinkah Dona menceritakan segala hal ke adiknya tentang Lienna?

Dan oleh karenanya Andrea mengenal Lienna lebih dulu daripada dirinya?

Lebih daripada itu, hari di mana ia 'tampak' gelisah di Rumah Eyang adalah hari yang sama dengan hari ketika Dion Danniswara mengutarakan ide gilanya. Hari yang sama dengan hari ketika Dona menyuruhnya memastikan Lienna baik-baik saja. Hari yang sama dengan hari ketika Andrea mengatakan bahwa Dona menyukainya. Dan hari yang sama dengan hari ketika ... Dona tidak pulang ke rumah karena menginap di rumah Andrea.

Mungkinkah, pada malam itu Andrea menceritakan segalanya kepada Dona? Tentang Lienna yang menghubunginya lebih awal dan meminta bantuan tentang pengiring resital? Mungkinkah Dona mengetahui hal ini? Bahwa adik kesayangannya akan membantu seseorang yang 'tampaknya' dia benci karena isu di masa lalu?

"Andrea ...."

"Hahah! S-sorry, sorry, Mas Em! Ini terlalu lucu, huuu ...."

Andrea menyeka sudut matanya yang nyaris meneteskan air mata. Jelas bukan karena sedih, tapi karena bocah itu tertawa tak sudah-sudah sementara Emir memikirkan banyak hal di kepalanya.

"Sorry, sorry. Gimana tadi? Kenapa, kenapa? Ada yang mau ditanyain lagi?"

"Dona tau kamu bantu Lienna?"

"Hm?"

"Dona tau kamu bantu Lienna, Andrea?"

Untuk alasan yang belum Emir ketahui, raut jail bocah itu hilang seiring Emir mengulang pertanyaannya dengan penekanan. Emir lantas memanfaatkan keadaan Andrea yang mulai terdesak sekarang.

"Malam itu, malam setelah saya ketemu kamu di Rumah Eyang, Dona enggak pulang dan besoknya dia bilang dia tidur di rumahmu. Kamu ... apa kamu bilang ke Dona kalau kamu mau bantu Lienna, Drea? Saya tau kamu dekat sama Dona, dan saya tau ... Dona Lienna punya isu tertentu di masa lalu. Kamu nggak mungkin nggak tau soal itu, betul? Kamu tau Dona dan Lienna nggak baik hubungannya, dan kamu sekarang bantu seseorang yang punya masalah sama kakak kamu sendiri. Sekali lagi saya tanya, Drea, Dona tau kamu bantu Lienna?"

Andrea diam seribu bahasa.ย 

to be continue

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: AzTruyen.Top